Scroll untuk membaca artikel
Hayuning Ratri Hapsari | Inggrid Tiana
Squid Game 3 (Netflix)

Serial "Squid Game" telah mengukir namanya sebagai serial fenomenal di seluruh dunia, bukan hanya karena alur ceritanya yang mendebarkan, tetapi juga karena kemampuannya dalam membedah isu-isu sosial dan psikologis yang relevan.

Kehadiran "Squid Game 3" ternyata membawa kejutan yang pahit, dengan narasi yang lebih gelap dan kesimpulan yang mungkin terasa pedih bagi banyak penonton.

Akhir yang tidak terduga ini memberikan pelajaran yang jauh lebih realistis tentang kekuasaan, ketidakadilan, dan perjuangan manusia. Mari kita telaah 5 pelajaran mendalam yang bisa kita ambil dari "Squid Game 3". Awas mengandung spoiler!

1. Kematian Harapan: Ketika Juara Pun Tak Mampu Mengubah Sistem

Kematian Gi-hun di Squid Game 3 adalah salah satu momen paling mengejutkan. Setelah perjuangan beratnya di Season 1 dan tekadnya untuk menghentikan permainan di season 2, banyak dari kita mungkin berharap ia akan menjadi simbol perubahan, sosok yang mampu meruntuhkan sistem.

Namun, kematiannya menunjukkan bahwa bahkan seorang pemenang yang penuh tekad pun bisa takluk di hadapan sistem yang terlalu besar dan kuat.

Realita ini adalah tamparan keras bahwa tidak semua perjuangan berakhir dengan kemenangan yang kita harapkan. Terkadang, meski sudah berkorban habis-habisan, ada kekuatan yang begitu dominan sehingga seseorang bahkan yang paling gigih sekalipun, bisa dikalahkan.

Hal ini mengajarkan kita tentang kerentanan harapan di hadapan struktur kekuasaan yang kejam dan bahwa perubahan radikal sering kali membutuhkan lebih dari sekadar keberanian satu orang. Ini bukan berarti pesimis, tapi realistis tentang skala perjuangan.

2. Kekalahan Moralitas: Kemenangan Absolut Para Elite

Fakta bahwa para VIP tetap menang dan permainan terus berlanjut adalah pukulan telak bagi narasi tentang kebaikan yang selalu menang. Hak ini menegaskan bahwa dalam konteks Squid Game, kekuasaan dan kekayaan mutlak dapat mengalahkan moralitas dan keadilan.

Para VIP tidak hanya bertahan, tetapi juga memperkuat posisi mereka, menunjukkan bahwa mereka tidak pernah benar-benar menghadapi konsekuensi atas tindakan mengerikan mereka.

Realitas ini sering kali kita lihat di dunia nyata, mereka yang berada di puncak kekuasaan atau memiliki kekayaan melimpah sering kali luput dari pertanggungjawaban atas dampak buruk tindakan mereka. Squid Game 3 adalah metafora tajam tentang ketidakadilan sistemik, uang dan koneksi mampu membungkam kebenaran dan keadilan.

Serial ini mengajarkan kita untuk tidak naif, bahwa perjuangan melawan ketidakadilan adalah maraton, bukan sprint, dan sering kali tidak selalu berakhir dengan kemenangan yang memuaskan di mata publik.

3. Siklus Penderitaan yang Tak Berujung

Squid Game 3 mungkin meninggalkan kesan bahwa siklus penderitaan tidak pernah berakhir. Permainan akan terus mencari peserta baru, dan sistem yang menindas akan terus beroperasi tanpa hambatan berarti. Hal ini menciptakan perasaan putus asa bahwa tidak ada jalan keluar dari penderitaan yang disebabkan oleh keserakahan dan ketidakadilan.

Fenomena ini adalah refleksi pahit tentang bagaimana beberapa masalah sosial atau sistem tampaknya tidak pernah benar-benar selesai. Kemiskinan, ketidakadilan, eksploitasi, semua ini seringkali menjadi siklus yang berulang.

Squid Game 3 bisa menjadi pengingat bahwa terkadang, perjuangan kita adalah tentang mengurangi penderitaan, bukan menghilangkannya sepenuhnya. Dan ini menuntut kita untuk mencari cara-cara baru dalam melawan, atau setidaknya, bertahan dalam menghadapi sistem yang kejam.

4. Harga Diri di Tengah Keputusasaan: Apa yang Tersisa?

Kematian Gi-hun, sang juara yang kembali untuk melawan, menunjukkan bahwa bahkan keberanian paling besar pun bisa diakhiri. Hal ini memaksa kita untuk merenung, jika kemenangan pun tidak menjamin kebebasan atau perubahan, apa yang sebenarnya tersisa bagi mereka yang berjuang? Mungkin yang tersisa adalah harga diri, martabat, dan semangat untuk melawan, meskipun akhirnya harus kalah.

Di tengah tekanan hidup yang kadang membuat kita merasa tidak berdaya, penting untuk menemukan apa yang masih bisa kita pegang. Meskipun hasil akhir mungkin tidak selalu seperti yang kita impikan, mempertahankan nilai-nilai, integritas, dan martabat diri adalah bentuk kemenangan yang tak kalah penting.

Serial ini mengajarkan bahwa kadang, perjuangan itu sendiri adalah kemenangan, terlepas dari hasilnya. Ia adalah tentang keberanian untuk berdiri tegak meski tahu akan jatuh.

5. Keberanian dalam Menghadapi Kebenaran Pahit

Akhir Squid Game 3 yang tragis adalah sebuah keberanian dari pembuat film untuk menyajikan realitas yang tidak selalu manis. Mereka tidak memilih jalur cerita "pahlawan selalu menang" yang lazim seperti film-film lainnya. Sebaliknya, mereka menyajikan kebenaran pahit bahwa sistem dapat begitu kuat sehingga perlawanan bisa berakhir tragis.

Serial ini adalah ajakan untuk tidak menutup mata terhadap ketidakadilan yang ada di sekitar kita, bahkan jika itu terasa terlalu besar untuk dilawan. Ia mendorong kita untuk berani menghadapi kebenaran pahit, memahami bahwa dunia tidak selalu adil, dan bahwa perubahan seringkali datang dengan harga yang mahal.

Daripada terjebak dalam fantasi, Squid Game 3 mendorong kita untuk melihat dunia apa adanya, dengan segala kekurangan dan kekejamannya, dan dari situ, kita bisa memutuskan apa yang ingin kita lakukan.

Squid Game 3 mungkin meninggalkan kita dengan rasa getir dan pertanyaan-pertanyaan yang tak terjawab. Namun, justru di situlah letak kekuatannya. Ia memaksa kita untuk merenung tentang sistem yang kita tinggali, tentang arti kekuasaan, keadilan, dan perjuangan.

Kematian Gi-hun dan kemenangan para VIP adalah narasi yang berani, sebuah cermin yang menantang kita untuk merefleksikan realitas yang lebih kompleks daripada sekadar kisah pahlawan yang selalu menang.

Inggrid Tiana