Membuat film horor yang menakutkan itu sulit, apalagi membuat ulang film horor yang sudah menakutkan dan terkenal itu jauh lebih riskan dan tantangan banget.
Dan inilah yang sedang dilakukan sineas Indonesia lewat proyek ambisius remake film horor Malaysia berjudul: Munafik.
Film ini akan diproduksi oleh Unlimited Productions dan disutradarai oleh Guntur Soeharjanto, sineas yang lihai menyeimbangkan emosi dan kengerian.
Versi baru ini dibintangi Arya Saloka sebagai Ustadz Adam dan Acha Septriasa sebagai Fitri, serta didukung Donny Damara, Nova Eliza, Dimas Aditya, dan Izabel Jahja.
Namun yang Menarik Bukan Hanya Soal Siapa yang Main tapi ….
Remake selalu jadi wilayah abu-abu antara penghormatan dan keberanian lho. Ya, sutradara harus meniru tanpa menyalin, dan mencipta tanpa mengkhianati roh aslinya. Apalagi kalau film yang diadaptasi bukan cuma tentang hantu, tapi tentang spiritualitas manusia yang beriman tapi masih kalah sama rasa bersalah.
Film Munafik versi Malaysia garapan Syamsul Yusof dulu meledak karena menyentuh sisi paling dalam dari penonton, yakni ketakutan akan kehilangan, dan kegelisahan antara keyakinan dan logika.
Kini, ketika kisah itu dipindahkan ke konteks kultur Indonesia, tantangan terbesarnya bukan di setan, tapi di jiwa. Karena ‘menakutkan’ di Malaysia belum tentu berarti sama di Indonesia.
Kok Bisa Gitu?
Di Indonesia, horor religius bukan barang baru.
Film seperti Qodrat, Waktu Magrib, Qorin, dan lain-lain, menunjukkan bahwa penonton lokal tuh punya minat tinggi pada cerita yang menggabungkan ketegangan spiritual dan realita sosial. Genre ini menarik karena bukan hanya memunculkan teriakan, tapi juga renungan perihal seberapa kuat iman saat ketakutan datang.
Di situlah remake Munafik menemukan relevansinya. Film ini bisa jadi medium untuk melihat kembali sisi ‘munafik’ dalam diri manusia. Yup, mereka yang saleh di luar, tapi bergulat dengan dosa di dalam. Dan kalau Guntur Soeharjanto berhasil mengindonesiakan atmosfernya, hasilnya bisa lebih dari sebatas horor remake.
Dan yang Terpenting, Menakutkan Tanpa Mengulang
Masalah terbesar dari semua remake adalah, penonton sudah tahu kapan harus takut. Mereka sudah tahu kapan pintu akan berderit, kapan bayangan akan muncul. Jadi, sutradara nggak lagi berlomba membuat penonton terkejut, tapi membuat mereka takut dengan cara baru.
Ketika ketakutan spiritual lain negara diterjemahkan ke dalam konteks Indonesia, dengan bahasa, doa, dan latar yang berbeda, terbukalah ruang baru untuk mencipta ulang rasa takut yang lebih personal. Karena setan di negeri ini nggak selalu sama bentuknya. Kadang berwujud kemunafikan, keserakahan, bahkan penolakan untuk memaafkan diri sendiri.
Kalau Guntur dan timnya berani menjadikan Munafik sebagai reinterpretasi, bukan sekadar reproduksi, maka film ini bisa jadi film penting yang bisa menguji batas antara iman dan rasa takut, antara doa dan dosa.
Dengan jajaran pemain seperti Arya Saloka dan Acha Septriasa, remake ini berpotensi jadi pembuktian bahwa Indonesia mampu menghadirkan horor yang nggak cuma bikin kaget, tapi juga bikin mikir.
Kabar baiknya, filmnya akan segera masuk masa produksi dan dijadwalkan tayang di bioskop Indonesia tahun 2026. Yeay! Setelah melalui proses pra-produksi yang cukup panjang, mulai dari penyusunan naskah, pemilihan pemain, hingga persiapan lokasi syuting, akhirnya proyek ini benar-benar akan segera digarap. Antusiasme publik pun mulai terasa, apalagi sejak kabar ini beredar di berbagai kanal media.
Banyak yang berharap film ini nggak cuma jadi sebatas tontonan yang mengulang atau menghibur, tapi juga menghadirkan sesuatu yang baru, entah dari segi cerita, sinematografi, atau pendekatan emosional yang lebih kuat. Kalau semua berjalan lancar, tahun 2026 bisa jadi momen besar buat perfilman Indonesia, terutama buat para penonton yang udah lama menantikan Munafik versi Indonesia ini di layar lebar.
Yuk, kita nantikan kabar selanjutnya! Siapa tahu dalam beberapa bulan ke depan bakal mulai muncul bocoran first look, teaser, atau bahkan cuplikan behind the scenes yang bisa bikin makin nggak sabar nunggu penayangannya!
Baca Juga
-
Review Film The Stringer - The Man Who Took the Photo: Menelusuri Jejak Fakta
-
Kontroversial dan Bikin Naik Darah! Film Ozora Sukses Mengaduk Emosi
-
Review Film Zootopia 2: Petualangan yang Lebih Dewasa dan Emosional
-
Review Film In Your Dreams: Serunya Petualangan Ajaib Menyusuri Alam Mimpi
-
Review Film Air Mata Mualaf: Mendalami Gejolak Batin Tatkala Pindah Agama
Artikel Terkait
-
Film 'Tumbal Darah': Teror Sekte Iblis dan Rahasia Gelap di Balik Klinik Angker
-
Review Shelby Oaks: Ketika Kritikus Film Bikin Horor, Seram Tapi Kurang Nampol
-
Keluar dari Zona Nyaman! Rey Mbayang dan Dinda Hauw Perdana Main Film Horor
-
Jadi Ustaz di Film Munafik, Arya Saloka Belajar Iqro Lagi
-
Arya Saloka Tampil Lebih Religius, Ini Penjelasan soal Jenggot Barunya
Entertainment
-
Virgoun Tanggapi Isu Rujuk dengan Inara Rusli, Tolak Mentah-Mentah?
-
Debut Sutradara Lewat Film Timur, Iko Uwais Tuai Pujian: Nggak Kalah Keren dari Jadi Aktor!
-
Usung Genre Sport Romance, First Look Serial Finding Her Edge Dirilis
-
Enerjik, Zico Gandeng Lilas (Ikura YOASOBI) dalam Single Baru Berjudul Duet
-
Drama Korea Positively Yours Pamerkan Chemistry Para Pemain, Punya Potensi Viral?
Terkini
-
Peer Preasure dan Norma Feminitas: Ketika Bullying Halus Menyasar Perempuan
-
Sekolah Darurat Pembullyan, Kritik Film Dokumenter 'Bully'
-
Redmi TV X 2026 Resmi Rilis: Harga Rp 5 Jutaan, Bawa Panel Mini LED 55 Inci
-
6 HP Rp 7-10 Jutaan Terbaik 2025: Mana yang Masih Worth It Dibeli di 2026?
-
Review Film 13 Days, 13 Nights: Ketegangan Evakuasi di Tengah Badai Taliban