Apakah kalian pernah mersakan sakit atau nyeri setelah kejepit pintu, terbentur meja, atau kaki kalian terinjak sesuatu? Gimana rasanya, tentu saja sakit dan nyeri yaaa. Apa kalian tahu, didunia ini ada beberapa orang yang tidak bisa mersakan sakit atau nyeri pada tubuh mereka. Tapi sebelum itu kita harus mengetahui terlebih dahulu apa itu nyeri.
Sebenarnya nyeri adalah sebuah sensasi yang sangat kompleks, karena rasa wasapada dan reaksi akan nyeri dikontrol oleh mekanisme yang ada pada otak kita, dan setiap rasa nyeri yang dirasakan semua orang memiliki presepsi yang berbeda.
Persepsi nyeri bukanlah fungsi sederhana stimulasi reseptor nyeri, nyeri adalah fenomena kompleks menggunakan komponen-komponen sensoris serta emosional yang bisa dimodifikasi oleh pengalaman dan lingkungan sekitar. Rasa nyeri diterima oleh ujung saraf bebas yang ada pada kulit kita. Saraf tersebut berfungsi untuk merespons hantaman besar, seperti cubitan, hantaman, dan lainnya.
Lalu, mengapa kita bisa merasakan nyeri? Neil R. Carlson dari University of Massachusetts, Amherst pernah mengatakan, sebagaian besar kasus, nyeri memiliki peran konstruktif, misalnya peradangan yang kerap kali menyertai cedera kulit atau otot, sangat meeningkatkan kepekaan wilayah yang meradang terhadap stimulus nyeri. Efek ini untuk mengurangi kemungkinan cedera lebih lanjut.
Nyeri memiliki tiga efek perseptual dan perilaku berbeda (Price, 2000). Pertama adalah komponen sensoris, yang berfungsi menghasilkan persepsi murni stimulus yang menimbulkan nyeri. Kedua, adalah konsekuensi emosional langsung dari nyeri, sehingga menimbulkan rasa tidak menyenangkan atau terganggu akibat stimulus yang menimbulkan nyeri itu. Ketiga implikasi emosional jangka panjang dari nyeri kronis, dimana ancaman dimunculkan nyeri semacam itu untuk kenyamanan seseorang di masa depan.
Ketiga komponen tersebut melibatkan proses otak yang berbeda-beda. Komponen sensoris dihubungkan dengan urat saraf tulang belakang ke talamus posterolateral ventral lalu menuju ke korteks somatosensoris primer dan sekunder. Komponen emosional langsung dihubungkan dengan jalur korteks singulata anterior dan korteks insular. Sedangkan komponen emosional jangka panjang terhubung dengan jalur yang menuju korteks prafrontal.
Setelah kita mengetahui semua tentang nyeri, sekarang aku ingin memberi satu kasus yang masih berhubungan dengan nyeri. Kasus ini sangat unik yaitu terdapat seseorang yang tidak bisa merasakan nyeri atau sakit. Memang nyeri bisa dikurangi, dengan memeberikan plasebo atau obat pereda nyeri, namun kasus ini adalah sebuah penyakit.
Penyakit tersebut yaitu CIPA (Congenital Insesivity to Pain with Anhidrosis), penyakit ini merupakan penyakit keturunan dimana penderitanya tidak bisa merasakan sakit. Selain itu penderita penyakit CIPA ini tidak bisa berkeringat. Penderita penyakit ini memiliki gen yang bermutasi, yaitu gen NTRK1. Gen ini berfungsi sebagai penghasil protein pada tubuh, dan protein ini membentuk sel saraf (neuron) pembawa informasi, nyeri, suhu dan sentuhan kepada otak.
Penyakit ini sangatlah berbahaya, karena si penderita yang tidak bisa merasakan sakit, mungkin saja akan terluka terus-menerus karena mereka tidak tahu bahwa nyeri atau luka yang mereka dapatkan dari sebuah kecelakaan akan berakibat fatal untuk nyawa mereka. Penyakit ini biasanya bisa didiagnosis ketika anak-anak
Gejala penderita penyakit CIPA ini berbeda-beda. Namun pada umumnya penderita CIPA akan menunjukkan gejala ketidakmampuan intelektual, berkurangnya kemampuan untuk merasakan sakit, mudah marah, dan infeksi tulang atau osteomyelitis. CIPA hanya mampu dipastikan dengan pemeriksaan genetik, dan sampai saat ini, belum terdapat pengobatan yang bisa menyembuhkan penyakit CIPA.
Penanganan terbaik yang mampu dilakukan hanyalah mengajarkan penderita CIPA tentang cara-cara mencegah cedera dan menganjurkannya untuk melakukan pemeriksaan kesehatan secara berkala. Anak-anak yang tidak mampu merasakan nyeri bisa belajar menjauhi hal-hal berbahaya, namun mereka tidak mempelajarinya secara otomatis dari pengalaman. Mereka wajib memerhatikan setiap saat, serta Jika mereka lengah, mereka mudah terluka. Nyeri memang tidak menyenangkan, namun sulit untuk bertahan hidup bila nyeri tidak ada.
Sumber:
- Carlson, N. R. (2015). Fisiologi Perilaku (D. T. Wulandari, Trans.). Jakarta: Erlangga.
Oleh: Fairuz Rahma Prameswari
Tag
Baca Juga
Artikel Terkait
-
Menkes Sarankan Asuransi Swasta, Ini Daftar Penyakit yang Tidak Ditanggung BPJS Kesehatan
-
Terobosan Baru: Intravascular Lithotripsy (IVL) untuk Atasi Penyakit Jantung Koroner dengan Endapan Kapur
-
Mengenal Human Metapneumovirus atau HMPV, "Kembaran" Influenza yang Mengancam Kesehatan Global
-
Kematian Mendadak Saat Olahraga Makin Meningkat, Ternyata Bukan Cuma karena Serangan Jantung
-
Cara Mencegah Virus HMPV yang Makin Mewabah, Ini Saran Dokter
Health
-
Secondary Traumatic Stress : Rasa Simpati yang Justru Punya Dampak Negatif
-
Purging atau Alergi? Ini Cara Kenali Breakout Akibat Produk Baru
-
Waspada! Ini 3 Penyakit Menular yang Lazim Muncul saat Musim Hujan
-
Fenomena Fatherless di Indonesia dan Dampaknya bagi Perkembangan Anak
-
Seni Meronce Manik-Manik: Jalan Menuju Pemahaman Emosi dan Kesehatan Mental
Terkini
-
Kala Empati Lebih Bermakna dari Kata-kata dalam Film Isa Pa with Feelings
-
Menyaksikan Keindahan Pantai Semeti dari Atas Batu Karang Kryptonite
-
3 Film Korea yang Dibintangi Heo Sung Tae, Terbaru Ada Nokturnal!
-
3 Rekomendasi Pelembab dengan Kandungan Collagen, Ampuh Mengecangkan Kulit
-
Hidup Berubah Drastis, Film Komedi Jepang Key of Life Sarat Tawa dan Makna