Dalam era perkembangan teknologi saat ini, penggunaan gadget atau ponsel pintar dalam waktu lama sudah menjadi kebiasaan yang sulit untuk dihilangkan.
Bukan hanya sebagai alat komunikasi, gadget kini juga menjadi 'hiburan' bagi seseorang dalam melepas lelah setelah aktivitas kerja. Padahal, dalam penggunaan gadget, tanpa sadar juga membuat otak harus 'bekerja dalam memproses informasi yang masuk'.
Kini, hiburan bukan hanya aktivitas fisik seperti jalan-jalan atau belanja, menonton konten pendek di media sosial juga menjadi pilihan seseorang dalam mencari hiburan.
Belum lagi berbagai notifikasi yang muncul dari berbagai aplikasi di ponsel, kerap memecah fokus individu. Hal ini jika terjadi secara terus menerus akan berdampak buruk pada fungsi kognitif seseorang.
Istilah yang saat ini kerap muncul yaitu popcorn brain. Popcorn Brain merupakan fenomena di mana seseorang kesulitan untuk fokus pada satu hal dan justru berpindah ke pikiran lainnya.
Apa Itu Popcorn Brain?
Popcorn Brain merupakan kondisi otak kesulitan untuk fokus dan konsentrasi karena terbiasa dengan rangsangan cepat dan terus menerus dari dunia digital, seperti media sosial, video pendek, dan notifikasi instan.
Sebuah penelitian dari (Nair dkk, 2025) menyebutkan bahwa popcorn brain ditandai dengan berkurangnya kemampuan seseorang untuk fokus pada satu hal, kebiasaan melakukan multitasking, dan keinginan untuk memperoleh hasil dengan cara cepat.
Istilah popcorn brain dengan tepat dapat menggambarkan fokus seseorang yang 'terfragmentasi' oleh berbagai perhatian di antaranya adalah media sosial, pesan, dan berbagai informasi yang tidak ada habisnya.
Secara sederhana, fenomena ini menggambarkan kondisi di mana otak seseorang berpindah dengan cepat dari satu pikiran ke pikiran lainnya, layaknya biji jagung yang meletus saat dipanaskan. Pikiran yang tersebar ini menghambat fokus, mengganggu konsentrasi, serta menurunkan produktivitas.
Hal ini berkaitan erat dengan kebiasaan saat ini dalam menggunakan media sosial dan perangkat digital secara berlebihan.
Psikolog Jonathan Haidt, dalam buku The Anxious Generation, mengeksplorasi bagaimana ponsel pintar dan media sosial telah mengubah otak remaja secara mendasar. Dia menghubungkan peningkatan masalah kesehatan mental remaja dengan kecepatan dan tekanan yang luar biasa dari kehidupan digital.
Dalam dunia yang penuh notifikasi, video berdurasi 15 detik, dan informasi serba instan, otak dilatih untuk terus-menerus mencari hal baru.
Masalahnya, ketika otak terbiasa berpindah fokus dalam waktu singkat, ia mulai kehilangan kemampuan untuk mendalami sesuatu.
Akibatnya, kita jadi cepat bosan saat membaca artikel panjang, sulit mendengarkan penjelasan dalam kelas atau rapat, dan bahkan kesulitan menikmati percakapan yang mendalam.
Dampak Popcorn Brain terhadap Kesehatan
Selain mengganggu kemampuan untuk fokus, popcorn brain juga memunculkan dampak terhadap kesehatan baik secara fisik maupun psikologis. Berikut adalah beberapa dampak negatif yang terjadi akibat popcorn brain:
1. Gangguan Tidur
Penggunaan ponsel atau gadget sebelum tidur berisiko mengganggu pola tidur seseorang. Hal ini disebabkan oleh paparan cahaya biru dari layar perangkat digital yang dapat menekan produksi melatonin, hormon yang mengatur siklus tidur.
Akibatnya, kualitas tidur menurun dan seseorang lebih rentan mengalami kelelahan serta gangguan kesehatan lainnya.
2. Penurunan Kemampuan Kognitif
Otak manusia dirancang untuk memproses informasi, mengingat, hingga menganalisis. Ketika kebiasaan ini teralih dan digantikan oleh penggunaan ponsel dan kebiasaan mengonsumsi konten-konten singkat tanpa arti, berisiko menurunkan kemampuan kognitif seseorang.
Contohnya, saat kita menggulir layar media sosial yang menampilkan konten-konten singkat. Terkadang, kita tidak memahami secara mendalam isi konten melainkan langsung menggulir layar. Hal ini menyebabkan otak kita tidak bisa 'fokus' pada satu hal dan tidak bisa 'kritis' dalam memahami sesuatu.
3. Peningkatan Stres dan Kecemasan
Otak yang secara terus-menerus menerima rangsangan dan informasi baru dapat meningkatkan stres dan kecemasan. Beban mental yang tinggi dapat menyebabkan otak sulit beristirahat, sehingga memperburuk kondisi psikologis seseorang.
Teknologi Bukan Ancaman, Tetapi Melindungi Diri adalah Keharusan
Kemajuan teknologi bukan ancaman, melainkan sebuah inovasi baru dalam perkembangan yang lebih baik. Namun, di balik kemajuan tersebut, kita tetap perlu membangun protektif untuk melindungi diri sendiri dari dampak-dampak negatif yang berisiko muncul akibat kebiasaan yang kita lakukan sehari-hari.
Oleh karena itu, perlu bagi kita menerapkan batasan dalam mengonsumsi konten yang tidak perlu, sebaliknya otak perlu dilatih dengan aktivitas positif untuk meningkatkan kemampuan kognitif kita.
Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS
Baca Juga
-
Hustle Culture: Ketika Kita Takut Terlihat Tidak Produktif
-
Grup 'Fantasi Sedarah', Alarm Bahaya Penyimpangan Seksual di Dunia Digital
-
Neural Fatigue: Kelelahan Kognitif Akibat Terpapar Stimulus Berulang
-
Fleksibilitas dan Kecemasan: Potret Gen Z Hadapi Realita Dunia Kerja
-
Ketika AI Mengadopsi Jawaban User dan Hobi 'Menjilat'
Artikel Terkait
-
Suka Teka-teki? Ini 6 Rekomendasi Game Asah Otak yang Bisa Kamu Coba!
-
Neural Fatigue: Kelelahan Kognitif Akibat Terpapar Stimulus Berulang
-
Attention Fragmentation: Pecahnya Pikiran Akibat Konsumsi Konten Receh
-
Dari Dongeng ke Scrolling: Hilangnya Sentuhan Orang Tua dalam Tumbuh Kembang Anak
-
Hati-hati, Ini 8 Kebiasaan Sehari-hari yang Bisa Merusak Otak Tanpa Disadari
Health
-
Neural Fatigue: Kelelahan Kognitif Akibat Terpapar Stimulus Berulang
-
Attention Fragmentation: Pecahnya Pikiran Akibat Konsumsi Konten Receh
-
Fenomena Brain Fog: Kesulitan Fokus Akibat Sering Konsumsi Konten Receh
-
6 Jenis Tanaman yang Dapat Mengatasi Bau Mulut, Ada Apel hingga Kemangi
-
Cognitive Offloading: Ketika Otak Tak Lagi Jadi Tempat Menyimpan Informasi
Terkini
-
Tanggapi Garuda Calling Timnas Indonesia, Media Vietnam: Pertaruhan Habis-habisan!
-
Hustle Culture: Ketika Kita Takut Terlihat Tidak Produktif
-
Stefano Lilipally Comeback ke Timnas dan Peluang Main di Usianya yang Senja
-
Tak Hanya Shayne Pattynama, 3 Pemain Naturalisasi Timnas yang Pilih Berkarir ke Asia
-
Baekhyun EXO 'Elevator': Lagu Genit dan Boyish saat Cinta Pandangan Pertama