Kasus HIV/AIDS masih menjadi tantangan kesehatan hampir di seluruh dunia , termasuk di Indonesia. Sejak petama kali ditemukan bahkan sampai sekarang di situasi pandemi sekalipun, kasus HIV/AIDS terus bertambah.
Jumlah kumulatif kasus HIV/AIDS yang terdeteksi pada priode Januari hingga Maret 2021 sebanyak 9.327, terdiri atas 7.650 HIV dan 1.677 AIDS yang dilaporkan 498 kabupaten maupun kota dari 514 kabupaten serta kota di Indonesia. Sementara itu, jumlah kematian tahunan karena HIV/AIDS di seluruh dunia berkisar antara 480.000 sampai 1 juta , dengan rata-rata 680.000 orang meninggal dunia.
HIV atau Human Imunodficiency virus adalah gangguan yang menyerang sistem kekebalan tubuh, serta melemahkan kemampuan tubuh dalam melawan infeksi dan penyakit. Sampai saat ini, HIV belum dapat disembuhkan, tetapi pengobatan atau terapi bisa dilakukan untuk menekan maupun memperlambat perkembangan penyakit.
Umumnya, penyebaran penyakit yang melemahkan sistem kekebalan tubuh ini disebabkan oleh beberapa cara, seperti berhubungan intim tanpa pengaman, berbagai pemakaian jarum, transfusi darah, bisa juga melalui kehamilan, persalinan atau menyusui.
Infeksi HIV/AIDS melewati perjalanan infeksi tanpa gejala berkisar selama 7-10 tahun. Mereka yang terinfeksi terlihat seperti orang sehat, padahal dalam tubuhnya sudah terdapat HIV yang dapat menular kepada orang lain.
Sehingga, HIV/AIDS merupakan sebuah masalah karena ada perilaku berisiko tersebut, maka secara tidak sadar ia telah menularkan virus kepada orang lain, termasuk pasangannya. Permasalahan lainnya adalah orang-orang masih banyak yang belum mengetahui seperti apa penyakit HIV/AIDS, penyebab, pencegahan. serta penanganannya.
Maka pemerintah juga telah mengeluarkan kebijakan untuk menanggulangi HIV sebagai penyakit menular melalui pasal 11 ayat (1) peraturan Menteri Kesehatan nomor 82 tahun 2014 tentang penanggulangan penyakit menular.
Upaya pencegahan, pengendalian, dan pemberantasan dalam penanggulangan penyakit menular dilakukan dalam melalui kegiatan :
a. Promosi Kesehatan
b. Survailans Kesehatan
c. Pengendalian faktor resiko
d. Penemuan kasus
e. Penanganan kasus
f. Pemberian imunisasi
g. Pemberian obat pencegahan secara massal.
h. Kegiatan lainnya yang ditetapkan oleh Menteri
Berdasarkan pasal 2 ayat (2) peraturan Menteri Kesehatan nomor 51 tahun 2013, pencegahan penularan HIV dari ibu ke anak dilakukan melalui 4 kegiatan, yaitu: pencegahan penularan HIV pada perempuan usia reproduksi, pencegahan kehamilan tidak direncanakan pada ibu HIV positif, pencegahan penularan HIV dari ibu hamil HIV positif kepada bayi yang di kandung, pemberian dukungan psikologi, sosial, dan perawatan, kepada ibu HIV positif beserta anak dan keluarganya.
Tujuan akhir dari strategi pengendalian HIV/AIDS secara global adalah 3 zero yang bisa tercapai pada tahun 2030. 3 zero itu adalah Zero new HIV Infection atau tidak ada infeksi baru, Zero AIDS relate death atau tidak ada kematian yang berhubungan dengan AIDS, Zero discrimination atau tidak ada lagi diskriminasi bagi ODHA (Orang Dalam HIV/AIDS).
Namun di samping berbagai program dan kebijakan dari pemerintah yang sedang dilakukan, masih banyak tantangan yang menjadi hambatan dalam penerapan kebijakan tersebut, apalagi di masa pandemi covid-19 seperti sekarang.
Masalah utama bagi ODHA dan pemerintah adalah mitos. Terlebih sudah ada sejak awal orang-orang yang menganggap HIV/AIDS adalah penyakit kutukan. Anggapan tersebut berujung deskriminasi kepada ODHA.
Tak cuma itu, masih banyak juga orang yang menganggap bahwa penularan HIV/AIDS bisa dari bersentuhan tangan, berciuman, berpelukan, penggunaan alat makan dan toilet bersama, gigitan nyamuk. Padahal, sebenarnya hal-hal semacam itu tidak dapat menularkan HIV/AIDS. HIV dan AIDS hanya ditularkan melalui cairan kelamin, cairan darah dan ASI ibu yang positif.
Adapun hambatan di masa pandemi Covid-19 adalah penurunan terhadap jumlah pengobatan HIV/AIDS. Ini terjadi karena selama masa pandemi Covid-19, obat Antiretroviral atau ARV diberikan langsung untuk satu hingga tiga bulan.
Selain mengganggu aktivitas pengobatan, COVID-19 juga memberikan dampak terhadap ketersediaan obat di bulan April. ARV merupakan jenis obat yang dapat digunakan untuk memperlambat perkembangan virus HIV. Ia bekerja dengan cara menghilangkan unsur yang diperlukan oleh virus HIV untuk menggandakan diri, juga mencegah virus HIV menghancurkan sel darah putih yang berperan sebagai penjaga kekebalan tubuh. Masalah lain di beberapa kabupaten yakni kekosongan obat, sehingga ODHA harus rela datang berulang kali ke puskesmas untuk mengambilnya.
Baca Juga
Artikel Terkait
-
Jumlah Kasus Penyakit Saluran Pencernaan Meningkat, Ini Pentingnya Penanganan Holistik
-
Obat Penyakit Kardiovaskular Berpotensi Cegah Risiko Demensia? Ini Faktanya
-
Bahaya Penyakit Jantung Bawaan dari Lahir, Ini Tanda-tandanya
-
Deretan Penyakit Musim Hujan dan Banjir yang Perlu Diwaspadai, Ini Saran Dokter
-
Catat! Ini Pentingnya Pemantauan Gula Darah Rutin bagi Penderita Diabetes
Health
-
Strategi Mengelola Waktu Bermain Gadget Anak sebagai Kunci Kesehatan Mental
-
Suka Konsumsi Kulit Buah Kopi? Ini 3 Manfaat yang Terkandung di Dalamnya
-
Sehat ala Cinta Laura, 5 Tips Mudah yang Bisa Kamu Tiru!
-
4 Minuman Pengahangat Tubuh di Musim Hujan, Ada yang Jadi Warisan Budaya!
-
6 Penyakit yang Sering Muncul saat Musim Hujan, Salah Satunya Influenza!
Terkini
-
3 Drakor Ciamik yang Dibintangi Bae Doona, Ada The Silent Sea
-
Julian Oerip Pemain Keturunan Mirip Tijjani Reijnders Grade A
-
Ulasan Buku 'Di Tanah Lada': Pemenang II Sayembara Menulis Novel DKJ 2014
-
Belajar Berani Untuk Tidak Disukai Melalui Buku The Courage to be Dislike
-
Scrambled: Journeylism, Misteri Dokumen yang Hilang dan Musuh dalam Selimut