Dalam Komi Cant communicate, Tomohito Oda memasukan dua karakter yang menarik perhatian, yakni heroine kita, Shouko Komi dan Himiko Agari. Oda menggambarkan sosok Komi sebagai gadis remaja yang mendekati sempurna secara penampilan. Dia cantik, berkulit putih bersih dan tubuh ramping yang tinggi semampai. Kemunculan Komi di SMA Itan langsung menjadi sorotan. Murid-murid perempuan seperti Yamai Ren tergila-gila pada Komi. Baginya Komi adalah perwujudan dewi dari surga.
Himiko Agari kebalikan dari Komi. Gadis berkacamata itu adalah murid yang tidak populer. Dia cukup puas untuk tidak dekat-dekat dengan kelompok murid-murid hits SMA Itan. Kalau Yamai selalu berharap dekat dengan Komi, Agari lebih tahu diri. Gadis itu cukup puas dengan posisinya di kelas hanya sekadar pelengkap jumlah minimal murid-murid dalam satu kelas.
Akan tetapi, di sini Komi dan Agari punya masalah yang sama: mengidap gangguan Social Anxiety Disorder. Khusus Komi, tidak ada yang menyadari bahwa gadis itu kesulitan untuk bergaul dan berkomunikasi. Seberapa keras usahanya untuk menyapa atau membalas sapaan orang, Komi tetap selalu gemetar ketakutan. Agari pun senasib. Dia memilih menyepi di toilet dibandingkan berada di keramaian. Baginya. Bilik toilet memberikan perlindungan untuknya agar tidak dilihat dan dinilai oleh orang-orang di sekitar.
Healthline menyebut gangguan sosial ini sebagai sebuah salah satu jenis fobia di mana seseorang merasakan takut diawasi, diremehkan, dihakimi, dan tidak diterima oleh orang-orang di sekitar. Gangguan ekstrem semacam ini begitu menyulitkan sebab si penderita akan mengalami hambatan dalam kehidupan sosialnya baik di sekolah, di tempat kerja, maupun di keluarga.
Ketika berhadapan dengan orang lain, orang-orang seperti Komi yang merasakan otot di tubuhnya tegang, keluar keringat dingin, bicara tergagap, jantung berdebar, sesak nafas, bahkan pusing. Gejala-gejala seperti ini adalah yang sering dialami oleh Komi. Bahkan saat Hitohito Tanado menyapa Komi di ruang loker, Komi langsung kabur, alih-alih membalas sapaannya. Bagi komi, gestur ramah tamah itu adalah sebuah siksaaan.
Agari pun demikian. Setiap kali harus berhadapan dengan orang lain, wajahnya akan memerah dan tubuhnya akan kaku. Meskipun masih merespons sapaan orang, namun nada bicaranya sangat pelan dan struktur kalimatnya kacau.
Lebih jauh Healthline menjelaskan bahwa gejala ini dapat diatasi dengan berbagai cara, misalnya saja dengan menjalani psikoterapi, mengonsumsi obat-obatan, dan terapi sosial lainnya. Dalam kasus Komi dan Agari, keduanya beruntung sebab dia punya teman sekelas yang bersedia membantu mereka mengatasi gangguan tersebut. Dialah Tanado. Meskipun awalnya dia menyesali ucapannya untuk membantu Komi dan Agari mencari teman, tapi pada akhirnya bantuannya sangat berguna bagi mereka.
Tanado melakukan pendekatan pada teman-teman lain agar Komi dan Agari dapat menjalin pertemanan serta bergaul dengan baik. Seiring waktu, keduanya menjadi lebih percaya diri menghadapi orang lain sampai akhirnya mereka menemukan cara sendiri untuk berteman dan mengatasi gangguan kecemasannya.
Nah, dari anime Komi Can’t Communicate, kita dapat memetik pelajaran bahwa orang-orang dengan gangguan seperti ini butuh bantuan. Mereka bukan tidak mau bergaul dan merasa tinggi hati. Justru sebaliknya, mereka tidak mampu mengendalikan dirinya dan kerap tenggelam dalam ketakutannya. Bahkan untuk berucap “hai” saja tidak mampu mereka lakukan.
Baca Juga
-
5 Fakta Zom 100: Bucket List of the Dead yang Bikin Penasaran Penggemar
-
4 Rekomendasi Anime untuk Kamu yang Menyukai Cerita Bertema Zombie
-
Rekomendasi 4 Tontonan Menarik di Disney yang Tayang Bulan Juli 2023
-
Jujutsu Kaisen 2: Sinopsis dan Penjelasan Karakter Kunci di dalam Serialnya
-
Prosesi Sangjit, Seserahan ala Tionghoa yang Dijalani Anak Hotman Paris
Artikel Terkait
-
Review Anime Dungeon Meshi, Eksplorasi Ekosistem Dungeon yang Misterius
-
Dukungan Sosial atau Ilusi Sosial? Realita Psikologis Ibu Baru
-
Review Anime Sakamoto Days, Mantan Pembunuh Bayaran Jadi Bapak Rumah Tangga
-
Review Anime Golden Kamuy Season 3, Rahasia Tato dan Emas Semakin Terkuak
-
Episode Pertama MHA: Vigilantes Kenalkan Perspektif Baru Kepahlawanan
Health
-
5 Tips Atasi Lelah setelah Mudik, Biar Energi Balik Secepatnya!
-
Mengenal Metode Mild Stimulation Dalam Program Bayi Tabung, Harapan Baru Bagi Pasangan
-
Kenali Tongue Tie pada Bayi, Tidak Semua Perlu Diinsisi
-
Jangan Sepelekan Cedera Olahraga, Penting untuk Menangani secara Optimal Sejak Dini
-
3 Tips agar Tetap Bugar saat Menjalankan Ibadah Puasa Ramadan
Terkini
-
Ketika Seni Menjadi Musuh Otoritarianisme
-
3 Fakta Menarik Timnas Indonesia U-17 di Fase Grup C Piala Asia U-17 2025
-
4 Drama China dengan Plot Friends to Lovers, Bikin Senyum-Senyum Sendiri!
-
Jadwal MotoGP Qatar 2025: Statistik Biasa Saja, Marc Marquez Perlu Waspada
-
Menemukan Kembali Semangat Politik Ki Hadjar Dewantara di Era digital