Tren cek khodam sedang digandrungi dan digemari para warganet di media sosial beberapa waktu belakangan ini. Hal ini pun menjadi sorotan dan mendapat perhatian yang besar dari masyarakat. Khodam sendiri dapat diartikan sebagai entitas spiritual atau makhluk ghaib yang melayani individu dan diyakini mampu memberikan pengaruh positif terhadap individu tersebut.
Khodam merupakan sebuah istilah yang berasal dari Bahasa Arab yang memiliki makna pelayan atau servant. Ramainya pembicaraan tentang khodam ini memicu banyak pertanyaan dari para warganet sendiri, mulai dari apakah khodam itu benar-benar ada sampai hubungan antara tren ini dengan kesehatan mental.
Tren Cek Khodam dari Sudut Pandang Psikologi
Dilansir dari laman um-surabaya.ac.id, seorang dosen Keperawatan Jiwa Universitas Muhammadiyah Surabaya yakni Uswatun Hasanah mencoba menjelaskan bahwa belum ada bukti ilmiah yang menunjukkan adanya khodam dan pengaruhnya terhadap kesehatan mental seorang individu.
“Jika dalam lingkungan sekitar kita menjumpai seseorang percaya bahwa dirinya mampu berinteraksi dengan khodam, kondisi tersebut tidak dapat kita katakan sebagai bentuk gangguan mental, karena tidak dipungkiri bahwa keyakinan terkait khodam ini merupakan bagian dari keyakinan dalam agama maupun budaya tertentu, dan juga merupakan bagian dari pengalaman spiritual individu,” ujar Uswatun Hasanah, seperti dikutip dari laman um-surabaya.ac.id pada Selasa (25/06/2024).
Masih dari sumber yang sama, disebutkan bahwa asalkan pesan yang didapatkan dari proses interaksi spiritual ini memiliki dampak positif terhadap kehidupan serta individu terkait mampu memfilter dengan baik apa yang ia yakini, maka hal ini justru akan menjadi sumber dukungan secara emosional.
Namun, sebaliknya juga dapat terjadi. Jika pengalaman spiritual ini memiliki dampak negatif terhadap kehidupan seorang individu, seperti kesulitan membedakan pengalaman nyata dan imajinasi, sering terlihat berbicara sendiri dan mengaku berinteraksi dengan khodam serta mengabaikan lingkungan sekitar, maka kondisi ini perlu didalami sebagai ketidaknormalan secara mental.
“Hal ini penting karena dalam proses pendalaman masalah tetap harus mengedepankan sikap peka budaya, toleransi dan empati terhadap keyakinan individu berkaitan dengan pengalaman spiritualnya,” ujar Uswatun Hasanah lebih lanjut.
CEK BERITA LAIN YANG MUNGKIN ANDA SUKA DI SINI
Tag
Baca Juga
-
Ikuti Perjalanan Hampa Kehilangan Kenangan di Novel 'Polisi Kenangan'
-
3 Novel Legendaris Karya Penulis Indonesia, Ada Gadis Kretek hingga Lupus
-
Geram! Ayu Ting Ting Semprot Netizen yang Hujat Bilqis Nyanyi Lagu Korea
-
Haji Faisal Akui Sempat Syok dengan Konten Atta Halilintar yang Disebut Netizen Sentil Fuji
-
Outfit Bandara Seowon UNIS Jadi Sorotan, K-netz Perdebatkan Usia Debut
Artikel Terkait
Health
-
Kopi Bikin Awet Muda? Studi Harvard Buktikan Manfaat Tak Terduga
-
Bukan Sekadar Benci Hari Senin: Menguak Mitos 'Monday Blues'
-
Waspada! Apa yang Kita Makan Hari Ini, Pengaruhi Ingatan Kita 20 Tahun Lagi
-
Rayakan Hari Lari Sedunia: Langkah Kecil untuk Sehat dan Bahagia
-
Ilmuwan Temukan 'Sidik Jari' Makanan Ultra-Proses dalam Darah dan Urin
Terkini
-
4 Gaya Girly Street Style ala Roh Jisun Buat Inspirasi Daily Outfit-mu!
-
5 Rekomendasi Film Baru Sambut Akhir Pekan, Ada The Fantastic Four: First Steps
-
Pol Espargaro Komentari Performa Pecco Bagnaia: Dia Terlihat Tidak Nyaman
-
Menang Telak Lawan Arema, Performa Persija Jakarta Lampaui Ekspektasi
-
Ulasan Buku Cantik itu Ejaannya Bukan Kurus: Kiat Pede Meski Bertubuh Gemuk