Sebagian besar orang mungkin pernah merasakan trauma yang disebabkan oleh pengalaman buruk mereka. Kejadian tersebut bisa berupa tindakan bullying, toxic-relationship, korban bencana alam, atau bahkan korban kekerasan seksual, dan lain sebagainya. Semua pengalaman buruk itu tentunya dapat memberikan dampak negatif pada kesehatan mental korban.
Tapi, tahukah kamu bahwa orang-orang di sekitar korban yang punya simpati saat mendengar cerita atau bahkan menyaksikan pengalaman buruk dari korban tersebut rupanya dapat mengalami rasa trauma pula? Mari berkenalan dengan Secondary Traumatic Stress!
1. Apa itu Secondary Traumatic Stress?
Dilansir dari HelloSehat, Secondary Traumatic Stress adalah kondisi di mana seseorang turut merasakan trauma akibat mendengar atau menyaksikan pengalaman buruk orang lain.
Secondary Traumatic Stress dapat terjadi dalam waktu cepat, atau berlangsung secara berangsur-angsur. Di antaranya :
a. Mengalami Vicarious Trauma, yaitu kondisi di mana seseorang ingin membantu orang lain yang mengalami pengalaman buruk, namun diwaktu yang bersamaan, seseorang tersebut tidak mampu mengendalikan kondisi emosionalnya sendiri.
b. Mengalami Burnout, yaitu kondisi kurang menyenangkan yang muncul akibat terlalu lama berada di dalam situasi yang tidak sehat untuk keadaan emosional.
2. Penyebab Secondary Traumatic Stress
Perkembangan Secondary Traumatic Stress dipengaruhi oleh frekuensi dan tingkat detail yang disaksikan oleh seseorang mengenai peristiwa traumatis. Semakin sering seseorang terpapar pada peristiwa tersebut dan banyaknya detail spesifik yang mereka temui, maka semakin tinggi kemungkinan mengalaminya.
Beberapa faktor berikut ini merupakan penyebab Secondary Traumatic Stress. Diantaranya:
a. Traumatic Experience
Yaitu akibat paparan terhadap peristiwa atau keadaan traumatis yang biasanya dirasakan akibat mendengar atau menyaksikan pengalaman buruk dan trauma orang lain.
b. Empathetic Connection
Rasa empati terhadap kisah-kisah dari para individu yang terkena trauma atau bahkan memiliki hubungan dengan mereka, rupanya bisa meningkatkan kemungkinan seseorang terdampak Secondary Traumatic Stress.
c. Professional Roles
Para pekerja profesional juga dapat merasakan Secondary Taumatic Stress karena sering berinteraksi dengan korban trauma. Misalnya saja para dokter yang merawat pasien, volunteer, atau reporter yang meliput peristiwa tragis.
d. Media Exposure
Konten media sosial atau berita menyedihkan yang berkaitan dengan peristiwa traumatis dapat berkontribusi pada perkembangan Secondary Taumatic Stress.
e. Personal History
Seseorang dengan riwayat pengalaman traumatis mereka sendiri dapat lebih rentan mengalami Secondary Taumatic Stress ketika mendengar atau kembali dihadapi dengan peristiwa serupa yang dialami sebelumnya.
f. Cumlative Effect
Terlalu sering menyaksikan atau mendengar berbagai peristiwa traumatis dari waktu ke waktu secara bertahap dapat semakin mengembangkan Secondary Taumatic Stress.
g. Lack of Support
Kurangnya dukungan emosional atau kemampuan untuk mengendalikan diri sendiri saat menghadapi peristiwa traumatis akan menjadi bibit dari Secondary Taumatic Stress.
3. Siapa yang Rentan Terkena Secondary Traumatic Stress?
Menurut Mind Journal, siapa pun bisa mengalami Secondary Traumatic Stress, tapi orang-orang terdekat korban biasanya memiliki risiko yang lebih besar. Selain itu, risiko ini juga lebih tinggi dialami oleh orang yang bekerja sebagai terapis, konselor, paramedis, polisi, pekerja sosial, reporter, dokter, dan pengacara.
Mereka rentan terkena Secondary Traumatic Stress. Hal tersebut membuat mereka lebih mudah berempati kepada korban. Karena itulah, emosi negatif dan sakit yang dialami korban bisa dirasakan dan efeknya bisa jauh lebih kuat.
4. Gejala Secondary Traumatic Stress
Berikut adalah beberapa gejala umum :
- Kesulitan tidur
- Kelelahan secara emosional
- Peningkatan empati tak wajar
- Rasa bersalah tak wajar
- Kewaspadaan tinggi karena takut mengalami/enggan kembali merasakan peristiwa traumatis
- Pikiran yang mengganggu akibat menyaksikan peristiwa traumatis
- Merasa harga diri rendah karena tak mampu membantu orang yang terkena peristiwa traumatis
5. Perawatan Secondary Traumatic Stress
Berikut ini adalah beberapa metode perawatan Secondary Traumatic Stress yang umum digunakan:
a. Terapi
Mencari terapi dari seorang profesional kesehatan mental yang berpengalaman dalam penanganan trauma sangatlah penting. Terapi seperti Eye Movement Desensitization and Reprocessing (EMDR), Trauma-Focused Cognitive Behavioral Therapy (TF-CBT), atau Terapi Psikodinamika dapat membantu memproses efek Secondary Traumatic Stress.
b. Perawatan Diri dan Manajemen Stres
Melakukan perawatan diri dan manajemen stres agar perlahan pulih sangatlah penting. Kegiatan yang dapat membantu dua hal tersebut mencakup olahraga, teknik relaksasi, hobi, menghabiskan waktu dengan orang-orang tersayang, dan menetapkan batasan yang sehat antara pekerjaan dan kehidupan pribadi.
c. Support Systems
Dukungan dari orang-orang tercinta dan terpercaya untuk memberikan validasi, pemahaman, dan ruang yang aman untuk berbagi pengalaman, dapat membantu proses pemulihan.
d. Mindfulness & Meditation
Berlatih mindfulness dan bermeditasi agar dapat mengatur emosi, mengurangi stres, dan meningkatkan kesadaran diri tentang Secondary Traumatic Stress. Seperti misalnya melakukan teknik pernapasan dan lain sebagainya.
e. Mempelajari Trauma
Meningkatkan pengetahuan tentang trauma dan mengetahui dampaknya dapat membantu individu memahami dan berdamai dengan pengalaman mereka. Hal tersebut bisa dilakukan dengan menghadiri webinar, seminar, atau mendengarkan podcast tentang trauma.
f. Refleksi Diri dan Journaling
Merefleksikan emosi, pikiran, dan pengalaman dengan menuangkannya melalui media jurnal dapat membuat seseorang paham mengenai apa yang mereka rasakan, menemukan akar masalah serta cara mengatasi permasalahannya tersebut.
g. Gaya Hidup Sehat
Mempertahankan gaya hidup sehat dengan nutrisi yang tepat, olahraga teratur, dan tidur yang cukup dapat mendukung kesehatan secara keseluruhan dan ketahanan dalam mengelola Secondary Traumatic Stress.
Secondary Traumatic Stress tak bisa dianggap sepele.
Bila ada orang di sekelilingmu yang terlihat terkena gejala Secondary Traumatic Stress atau bahkan dirimu sendiri, segeralah berkonsultasi dengan ahli kesehatan mental yang terpercaya untuk menentukan rencana perawatan yang paling tepat berdasarkan kebutuhan dan keadaan. Ingatlah, mencari bantuan adalah tanda kekuatan dan langkah penting menuju kesembuhan dari Secondary Traumatic Stress.
Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS.
Baca Juga
-
Mengenal Alienation: Kondisi Ketika Enggan Berinteraksi Sosial dan Asing Terhadap Diri Sendiri
-
Mengenal Parentification Trauma: Efek Parenting yang Kurang Tepat pada Anak
-
Mengenal Lost Child Syndrome: Salah Satu Penyebab Inner Child Terluka
-
Perbedaan Gaya Parenting dari 4 Negara Ini Bisa Kamu Jadikan Referensi!
-
4 Unsur Elemen Ini Menjelaskan Karakter dari Semua Zodiak! Relate Denganmu?
Artikel Terkait
-
Pentingnya Perhatikan Kondisi Mental Sebelum Gunakan Paylater
-
Apakah Trauma dan Memori Buruk Bisa Dihapus? Peneliti Lakukan Eksperimen Ini
-
7 Obat Herbal Terbaik untuk Menjaga Kesehatan Mental
-
Sinopsis Drama The Trauma Code: Heroes on Call, Dibintangi Ju Ji Hoon
-
5 Karakter Pemain Utama Drama Netflix The Trauma Code: Heroes On Call
Health
-
Purging atau Alergi? Ini Cara Kenali Breakout Akibat Produk Baru
-
Waspada! Ini 3 Penyakit Menular yang Lazim Muncul saat Musim Hujan
-
Fenomena Fatherless di Indonesia dan Dampaknya bagi Perkembangan Anak
-
Seni Meronce Manik-Manik: Jalan Menuju Pemahaman Emosi dan Kesehatan Mental
-
Trend Pakaian Thrifting: Antara Fashion dan Isu Kesehatan
Terkini
-
4 Gaya Outfit Modis ala Joy RED VELVET, Tampil Stunning di Setiap Acara!
-
Kasual sampai Formal, Ini 4 Ide OOTD ala Park Bo-young yang Bisa Kamu Coba!
-
Review Film Animasi The Journey, Sejarah Islam dalam Balutan Animasi Modern
-
Menelusuri Keeksotisan Pulau Moyo yang Memiliki Ragam Daya Tarik Wisata
-
Jaga Konsistensi di BRI Liga 1, PSS Sleman Tingkatkan Intensitas Latihan