Scroll untuk membaca artikel
Candra Kartiko | Rosila Fauziah
ilustrasi anak depresi (pexels.com/Mikhail Nilov)

Apakah salah satu anggota keluargamu ada yang terlihat selalu menyendiri dan cenderung introvert ketika tengah berkumpul bersama keluarga? Atau bahkan malah berdiam diri di dalam kamar tanpa menyapa kerabat yang datang ke rumah?

Jika kamu menyadari adanya salah satu anggota keluarga yang berperilaku demikian, jangan langsung memarahinya apalagi menyebut mereka sebagai anti sosial karena terlihat tidak peduli dengan keluarga ataupun kerabat. Karena bisa jadi mereka terkena Lost Child Syndrome. Baru pertama kali mendengarnya? Kita kenalan yuk!

BACA JUGA: 6 Self Destructive Mindset, Cara Sukses untuk Menjadi Gagal

1. Pengertian Lost Child Syndrome

ilustrasi anak depresi (pexels.com/Mikhail Nilov)

Dikutip dari yesdok.com, Lost Child Syndrome adalah suatu kondisi di mana seseorang merasa tidak membutuhkan campur tangan atau bahkan eksistensi keluarga di dalam kehidupannya. Mereka juga merasa asing dengan anggota keluarga.

Penderita Lost Child Syndrome punya trust issue dan selalu merasa orang lain tidak akan membawa pengaruh atau perubahan baik apapun pada kehidupannya. Selain itu, mereka cenderung menyalahkan orang lain atas nasibnya dan membandingkan hidup mereka serta merasa cemburu terhadap kebahagiaan orang lain. 

Terdengar seperti suatu hal yang buruk, ya? Tapi sebetulnya ada beberapa faktor yang dapat memicu Lost Child Syndrome. Penyebab yang mempengaruhi sindrom tersebut rupanya datang dari permasalahan internal yaitu keluarga dan rumah.

2. Penyebab Lost Child Syndrome

ilustrasi orang tua dan anak (pexels.com/Monstera Production)

Penyebab paling utama  yang menjadi pemicu munculnya Lost Child Syndrome adalah ketika di masa kecil, para penderitanya tumbuh dari keluarga disfungsional, yaitu keluarga yang isi rumahnya dipenuhi dengan konflik.

Misalnya saat terjadi pertengkaran antara ibu dan ayah, maka anak-anak menjadi korbannya. Akhirnya, mereka kurang mendapatkan perhatian dan secara tidak langsung dituntut untuk mandiri sedini mungkin sehingga terbentuklah pola pikir untuk tidak mempercayai orang lain bahkan pada keluarganya sendiri.

Mereka yang masih kecil tumbuh dengan kebiasaan-kebiasaan yang tidak sesuai dengan usianya. Karena seharusnya mereka mendapatkan arahan dari ibu dan ayah, mereka malah menerka-nerka dengan pemikirannya sendiri yang belum tentu baik. Seperti perahu yang kehilangan arah karena tidak dikendalikan oleh nahkoda. 

Salah satu faktor lainnya yaitu penderita Lost Child Syndrome tidak pernah diberikan kesempatan untuk mengutarakan pendapat atau keinginan apapun dalam hidup mereka apalagi jika mereka berasal dari keluarga yang memiliki aturan terlalu ketat dan otoriter.

Akibatnya mereka merasa tidak memiliki kekuasaan untuk mengambil keputusan sendiri karena pendapat mereka tidak pernah didengarkan dan harus selalu menuruti keinginan kedua orang tuanya. Tentunya hal tersebut membuat sisi emosional dan ruang untuk ekspresi pribadi mereka terganggu.

CPTSDfoundation.org menuliskan, di masa dewasa nanti anak-anak yang tumbuh dengan Lost Child Syndrome akan merasa tersisih, marah, terisolasi, sedih dan bingung terhadap perasaannya sendiri. Tentunya hal tersebut merupakan salah satu trauma dari Inner Child.

Bahkan mungkin mereka akan menemukan kenyamanan dari orang lain di luar rumah dan ada kecenderungan menjalin hubungan toxic karena tak bisa mengenali mana yang baik untuk kehidupannya.

3. Tanda-tanda dan Efek Samping Lost Child Syndrome

ilustrasi anak menyendiri (pexels.com/Mikhail Nilov)

Berikut adalah tanda serta efek samping dari Lost Child Syndrome yang disadur dari themindsjournal.com!

1. Merasa sangat senang dan lebih nyaman untuk menyendiri.

Daripada bergaul atau berkumpul dengan orang-orang di sekitarnya, mereka memilih untuk menghabisakan waktu sendiri karena tidak pandai untuk membangun hubungan yang dekat secara sosial dan tidak memiliki ikatan batin dengan keluarganya.

2. Kesulitan terbuka pada orang lain

Karena perasaannya selalu diabaikan, maka penderita Lost Child Syndrome susah mengekspresikan perasaan diri sendiri.

3. Punya rasa percaya diri yang rendah

 Akibatnya, mereka selalu mencari validasi orang lain yang membuat mereka rentan terhadap manipulasi dan bertemu dengan orang-orang yang toxic.

4. Menghindari konflik dan perdebatan

Hal ini terjadi sebagai upaya untuk melindungi diri dari konfrontasi. Efek samping lainnya mereka jadi berperilaku pasif ketika menjalin hubungan dengan seseorang dan dicap sebagai pasangan yang dingin.

5. Mengorbankan kebutuhan dirinya sendiri demi menyenangkan orang lain

Mereka sulit mengatakan ‘Tidak’ dan rela melakukan apapun untuk kebahagiaan orang lain meskipun dirinya harus menderita. Hal itu terjadi karena minimnya pengetahuan tentang batasan-batasan yang seharusnya dibangun demi melindungi diri sendiri.

6. Kesulitan dalam mengambil keputusan di masa yang akan mendatang

Sedari dulu orang dengan Lost Child Syndrome kurang diberi arahan, atau tidak diberi hak untuk memilih karena pilihannya diatur oleh orang tua.

7. Sulit memberi kepercayaan

Tuntutan dari keluarga untuk jadi mandiri sedini mungkin membuat Lost Child Syndrome sulit untuk membangun kepercayaan ada orang lain. Mereka berpikir bahwa orang lain tidak seharusnya ikut campur terhadap urusannya.

BACA JUGA: 3 Tips Membatasi Screen-Time pada Anak, Konsistensi adalah Kunci!

4. Dukungan Terhadap Penderita Lost Child Syndrome

ilustrasi ibu mendukung anak (pexels.com/Kindel Media)

Dukungan serta validasi dari keluarga terdekat sangatlah dibutuhkan oleh para penderita Lost Child Syndrome, agar tidak menimbulkan dampak yang lebih buruk di masa yang akan mendatang. Temani mereka yang memiliki struggle terhadap kehidupannya sendiri dan janganlah menghakiminya! Simak beberapa poin berikut ini:

1. Coba perhatikan dan kenali anggota keluarga atau kerabatmu

Apakah ada yang menderita Lost Child Syndrome? Bila memang ada cobalah untuk berinteraksi dengannya secara perlahan-lahan dan tidak terlalu menonjol supaya ia bisa menyerap energi positif dengan baik.

2. Berikan validasi terhadap pencapaian sekecil apapun yang mereka dapatkan di dalam hidupnya.

Cobalah untuk mengajaknya berbicara mengenai topik tertentu dan tanyakan bagaimana pendapat yang ada di dalam pikirannya. Hal tersebut bisa memudahkan si penderita agar tak segan untuk mengutatakan opini pribadinya.

3. Jelaskan perlahan-lahan pada mereka tentang boundaries

Serta bagaimana pentingnya berani mengatakan ‘Tidak’ pada sesuatu yang membunuh kebahagiaan mereka sendiri.

4. Tawarkan bantuan profesional

Bila salah satu anggota keluargamu bercerita dan mengungkapkan kalau mereka merasakan gejala-gejala yang dijelaskan di atas, katakanlah pada mereka bahwa pergi ke tenaga ahli bukanlah suatu hal yang memalukan.

Pada dasarnya manusia terbentuk dari lingkungan internal (rumah) dan eksternal (di luar rumah). Namun siapapun sepakat bahwa rumah adalah madrasah pertama terbentuknya pola pikir dan karakter dari setiap manusia.

Maka dengan itu, sangat penting bagi setiap orang untuk menciptakan suasana yang baik dan hangat di rumah dengan menyiapkan bekal yang matang sebelum rumah itu sendiri dibangun.

Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS

Rosila Fauziah