Bisakah kamu membayangkan berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk sebuah pohon berbuah? Anggap saja pohon Alpukat yang tumbuh dari biji. Melansir dari beberapa sumber, alpukat yang ditanam dari biji mulai berbuah sekitar 10 tahun setelah di tanam. Apabila ditanam dengan teknik vegetative, bisa berupa cangkok atau sambung pucuk. Alpukat dapat berbuah mulai usia 5 tahun. Begitu pun dengan banyak tanaman berbuah lainnya.
Fase paling lama dalam pertumbuhan tanaman buah adalah vegetatif. Atau dikenal juga dengan fase yang tidak menghasilkan. Tanaman hanya menghasilkan daun yang tak bisa dikonsumsi. Fase vegetatif yang lama ini menjadi kendala tersendiri bagi petani. Apalagi dengan sifat tanaman yang dihasilkan belum tentu sama dengan indukannya.
Oleh karena itu, muncul satu teknik cerdas yang dimanfaatkan untuk mempersingkat fase vegetatif sekaligus menghasilkan banyak individu tanaman baru dalam waktu singkat dengan hanya memanfaatkan jaringan tanaman saja.
Teknik ini bernama Kultur Jaringan yang mengambil dasar dari Teori Totipotensi Sel yang dipopulerkan Scleiden dan Schwan pada 1938. Teori Totipotensi Sel berbunyi, setiap organisme hidup memiliki sel dan jaringan dengan genetika yang sama. Berarti semua jaringan itu dapat menjadi sebuah individu baru.
Melansir dari Plant Cell Technology, Kultur Jaringan pada tanaman pertama kali ditemukan di tahun 1898 oleh botanis asal Jerman, Gottlieb Haberlandt.
Gottlieb Haberlandt mencoba mengembangkan tanaman dari jaringan daun, inti sari, dan jaringan epidermis pada akar dan batang. Percobaan itu tidak berhasil dengan baik. Namun hasilnya bisa memberi titik terang perkembangan kultur jaringan.
Ada 4 aspek penting dalam pelaksanaan Kultur Jaringan, lingkungan tempat tumbuh, bahan tanam, zat pengatur tumbuh, dan media tanam. Lingkungan tumbuh harus steril dan tetap terjaga, bahan tanaman memiliki kandungan nutrisi yang diperlukan tanaman mini, sementara itu zat pengatur tumbuh akan memberikan asupan kimia untuk mengontrol pertumbuhan tanaman.
Berkat teknik kultur jaringan, perkembangan tanaman dapat dilakukan lebih mudah dalam skala besar. Tentu saja menghemat waktu dan tenaga untuk memproduksi tanaman dalam jangka panjang.
Tag
Baca Juga
-
Sinopsis Don't Touch My Gang: Kisah Anak Kampung Hadapi Kerasnya Bangkok!
-
Profil Nonnie Pitchakorn, Bintang Baru di Only Friends, Adik Nanon Korapat!
-
Angkat Kisah Kehidupan setelah Kematian, Ini Sinopsis Death is All Around!
-
Relate dengan Guru Muda, Ini Sinopsis Drama Thailand "Thank You Teacher"
-
Sinopsis Serial '6ixtynin9', Dus Mie Instan Berisi Uang yang Berakhir Petaka
Artikel Terkait
-
Memahami Manfaat Herbal untuk Kesehatan Ginjal, Bagaimana Cara Kerjanya?
-
Makna Peribahasa Pagar Makan Tanaman: Dipakai Pihak Baim Wong untuk Gambarkan Pengkhianatan Paula
-
Serasa Lagi di Jepang! Tengok Keindahan Bunga Tabebuya Bermekaran di Jakarta
-
5 Resep Jamu Darah Tinggi: Ada Empon-empon Hingga Wedang Uwuh Pedas
-
7 Tanaman Obat Rumahan, Penting Ada di Halaman dan Punya Banyak Manfaat!
Hobi
-
3 Fakta Menarik F1 GP Las Vegas 2024, Max Verstappen Sah Jadi Juara Dunia
-
Piala AFF 2024: Vietnam Girang, Maarten Paes Tidak Perkuat Timnas Indonesia
-
Timnas Indonesia Diminta Tak Cepat Puas, Ini Pesan Mendalam Erick Thohir
-
Julian Oerip Pemain Keturunan Mirip Tijjani Reijnders Grade A
-
Pujian Berkelas Legenda Inggris ke Timnas Indonesia: Sedang Naik Daun
Terkini
-
Sejarah Baru! ATEEZ Jadi K-Pop Artist Ketiga dengan Album No. 1 Billboard
-
Menguak Misteri Pembunuhan Sebuah Keluarga dalam Novel 'Pasien'
-
Manganya Berakhir, You and I Are Polar Opposites Siap Diadaptasi Jadi Anime
-
Jeongnyeon: The Star Is Born, Puncaki Peringkat Drama Korea dan Aktor Terbaik
-
Tertahan di Zona Nyaman, Bagaimana Pengaruh Pertemanan Terhadap Masa Depan?