Meskipun gelaran masih dilangsungkan, Timnas Indonesia sudah dipastikan terhenti langkahnya di turnamen Piala Asia U-20.
Hanya menempati peringkat ketiga di klasemen akhir grup C, Dony Tri Pamungkas beserta rekan tak mampu mengungguli Iran dan Uzbekistan yang menjadi perwakilan grup ke fase gugur.
Sebuah hasil yang mengecewakan memang. Terlebih, ketika kita melihat perjalanan Pasukan Garuda Nusantara saat mengarungi turnamen, di mana mereka tetap setia memainkan strategi yang telah usang.
Dalam tiga laga yang telah dijalani melawan Iran, Uzbekistan dan Yaman, anak asuh Indra Sjafri ini memang bermain tak terlalu impresif sebagai sebuah tim.
Alih-alih mempertontonkan skema permainan yang kekinian, mereka justru bermain dengan peragaan skema yang sudah ketinggalan zaman.
Secara garis besar, permainan yang diterapkan oleh Indra Sjafri dan anak asuhnya di laga ini adalah permainan yang mengedepankan bola-bola panjang yang dihiasi dengan aksi pamer skill individu.
Ketika mendapatkan bola, para pemain Garuda Muda hanya memainkan dua opsi, di mana opsi pertama adalah mengotak-atik bola selama mungkin, atau yang kedua dengan langsung melambungkan bola jauh ke depan untuk dikejar rekannya.
Dalam permainan sepak bola modern, pola bermain seperti ini tentu saja sudah banyak ditinggalkan oleh negara-negara yang memiliki sepak bola maju. Alasannya pun cukup jelas, karena sudah tidak efektif dalam proses pembangunan serangan.
Bisa kita lihat di video-video tentang pertandingan Timnas Indonesia, para pemain Indonesia yang mendapatkan bola seringkali berlama-lama dengan bola dan tak membaginya dengan rekan yang sejatinya sudah berada di posisi yang menguntungkan.
Selain membuat momentum penyerangan menjadi hilang, aksi berlama-lama dengan bola seperti itu pun juga rentan direbut oleh lawan sepertimana yang terjadi saat Indonesia berjumpa dengan Yaman di laga terakhir.
Pun demikian dengan skema bola-bola panjang yang kerap dilepaskan. Model serangan seperti ini sejatinya lebih banyak mubadzirnya karena selain membutuhkan kecepatan, juga membutuhkan para pemain yang memiliki kualitas next level.
Dan di sepanjang gelaran Piala Asia U-20 kemarin, 100 persen serangan Indonesia dengan pola ini menuai kegagalan. Faktornya pun jelas, karena selain lawan yang dihadapi relatif setara atau lebih tinggi levelnya, mereka juga memiliki keunggulan dalam segi postur dan fisik.
Kita harapkan, semoga saja model-model strategi usang seperti yang dimainkan kemarin tak lagi dipakai di Timnas Indonesia. Karena sejauh ini, skema bermain bola-bola pendek yang cepat dengan satu dua sentuhan, jauh lebih efektif bagi para pemain Indonesia.
BACA BERITA ATAU ARTIKEL LAINNYA DI GOOGLE
Baca Juga
-
Sama-Sama dari Asia Timur, Pemecatan Masatada Ishii dan STY Ternyata Identik dalam 2 Hal Ini!
-
Turunkan Timnas U-23 di FIFA Matchday November, PSSI Bikin Keputusan yang Gegabah!
-
Malang Benar! Gegara Malaysia, Facundo Garces Harus Dapatkan Kerugian 4 Kali Lipat!
-
Piala Dunia U-17: Statistik Pembuka Grup H, Timnas Indonesia Berpotensi Jadi Tim Kuda Hitam
-
Dari Lapangan ke Komentar: Bukti Nyata Perbedaan Level Shin Tae-yong dan Alex Pastoor
Artikel Terkait
Hobi
-
Psywar Berujung Petaka: Lamine Yamal Gigit Jari di El Clasico, Real Madrid Tertawa!
-
Serie A: Jay Idzes Optimis pada Masa Depan Lini Pertahanan Sassuolo
-
Indonesia Masters II 2025: Indonesia Juara Umum, Sabet 4 Gelar 1 Runner Up
-
Mesin Gol Belum Mati! Cristiano Ronaldo Cetak Gol ke-950, Kini Bidik Target 'Gila' 1000 Gol
-
Indra Sjafri Ungkap Tujuan Utama Timnas U-23 di FIFA Match Day November
Terkini
-
Setelah Dievakuasi, Ancaman Belum Usai: Risiko Kesehatan Kontaminasi Cs-137
-
40 Hari Bolos Sekolah, Ferry Irwandi Tersentuh oleh Kesabaran Sang Guru!
-
Bingung Cara 'Styling' Biar Gak Gitu-gitu Aja? Ini 9 Aturan Main Buat Pemula
-
Sunscreen saat Hujan, Pentingkah? Jangan Sampai Salah Langkah!
-
Raisa & Hamish Daud Umumkan Perpisahan, Fans Teringat Lirik 'Usai di Sini'