Menyukai. Kata kerja itu mungkin terasa cukup berlebihan, sebab bagaimana bisa seorang amatir yang hampir tidak tahu apa-apa bisa menaruh hati pada hobi sejuta umat?
Dulu sekali, ketika masih duduk di bangku sekolah dasar, seorang teman baik sangat menggemari futsal. Dia biasa dikenal sebagai ace futsal perempuan karena lincah sekaligus perannya sebagai penyerang (striker) dalam posisi di futsal. Ya, perempuan. Ini juga menjadi kebanggaan seluruh warga sekolah, termasuk saya tentu saja.
Berbeda jauh dengan dia, tidak ada bakat ataupun semangat dalam diri ini. Cukup menontonnya berlarian di lapangan, menggiring bola ke gawang, ternyata sudah lebih dari cukup.
Pada waktu yang sama juga, futsal perempuan terkadang dianggap sepele. Lebih tepatnya, futsal perempuan anak sekolahan dari mata pelajaran Olahraga. Ungkapan-ungkapan negatif mulai dari "beban" sampai ke "kumpulan anak centil cari perhatian" tidak hanya satu-dua kali dilontarkan.
Mungkin saat itu sebatas candaan, tetapi sekarang rasanya begitu menyayat perasaan. Semua karena futsal perempuan bermain lebih ribut, berisik, heboh, dan sesuka hati dibanding futsal laki-laki.
Selain karena minat, mungkin itu juga alasan kenapa futsal begitu saya hindari. Niatnya untuk main-main dan hiburan bersama teman, tetapi dengan mudahnya orang-orang menghakimi, padahal kita tidak sedang dalam perlombaan.
Kemudian, ketika melompat ke masa sekarang, persis saat dituangkannya isi pikiran pada laman ini, saya juga teringat ambisi salah satu kerabat. Dia persis seperti teman baik saya ketika SD: sama-sama perempuan, sama-sama menggemari futsal.
Rasa bangga tentu saja ada, meskipun belum sempat disampaikan. Dia—dan juga teman baik saya saat itu—sama-sama punya ikatan yang kuat dengan futsal, bahkan tidak segan menggantung impian mereka pada olahraga itu. Padahal futsal perempuan mendapat perhatian lebih sedikit dari futsal laki-laki, atau setidaknya harus terkenal dahulu untuk mendapat atensi dari sekitar.
Futsal perempuan saat ini telah berjaya, bahkan kompetisinya pun diakui dunia dan diselenggarakan secara resmi. Hal ini mematahkan stereotipe budaya yang mengakar dalam sunyi, bahwa salah satu peraturan permainan futsal adalah terdiri atas anggota/pemain laki-laki saja.
Apakah fakta tersebut melembutkan perasaan? Sedikitnya, ya, tetapi saya tetap tidak bisa menaruh hati sebesar para penggemarnya. Meskipun demikian, tentu saja kebanggaan mekar dalam hati, bahwa futsal (lebih tepatnya futsal perempuan) kini tidak lagi dipandang sebelah mata.
Seperti saat ini contohnya.
AXIS Nation Cup 2025: Kompetisi Futsal yang Mematahkan Stereotipe Budaya
AXIS Nation Cup (ANC) adalah sebuah kompetisi yang diselenggarakan oleh AXIS. Turnamen futsal antarsekolah yang sangat eksis dan bergengsi ini kembali bersinar di tahun 2025. Dengan konsep sportstainment, ANC 2025 ingin persatuan yang selaras antara hiburan, sportivitas, dan semangat berkompetisi.
Melihat kabar ini, tentu hal pertama yang menarik perhatian adalah kualifikasi untuk mengikuti turnamen. Syukur terucap dalam hati, bahwa futsal perempuan tidak terlupakan. Meskipun tidak semua kota melibatkan futsal perempuan, hal ini dapat dimengerti karena eksistensi futsal perempuan di tiap sekolah berbeda-beda, tidak semasif futsal laki-laki.
Untuk informasi lebih lanjut, kamu bisa mengunjungi laman resmi ANC di anc.axis.co.id, sekadar bukti bahwa futsal perempuan benar-benar dilibatkan.
ANC 2025 adalah langkah kecil yang pasti, bahwa dukungan terhadap futsal perempuan belum mati, mereka masih ada di sini. Jika ANC 2025 bisa hadir lagi dan lagi, bahkan pada bertahun-tahun berikutnya, saya yakin banyak anak perempuan yang gemar bermain futsal akan turut mendaftarkan diri, seperti kerabat saya itu. Sayangnya, untuk saat ini dia masih terbatas usia. Namun, saya percaya mimpi dan harapannya akan terus gemilang.
Jadi, Bagaimana dengan "Menyukai" Futsal?
Melihat perkembangan futsal perempuan saat ini, sulit rasanya untuk tidak kagum atau terpana. Akan tetapi, satu hal yang pasti, kata "suka" itu tampaknya mustahil untuk hadir sepenuhnya. Rasanya memang akan sangat sulit jika memang tidak ada minat dan ambisi sedari awal.
Meskipun demikian, rasa bangga menyeruak dalam diri bahwa saat ini futsal perempuan mulai dipandang setara dengan futsal laki-laki, baik itu formal (turnamen) ataupun nonformal (sekadar main saja). Ini adalah alasan kuat untuk mulai menerima kembali meskipun berkali-kali mendapat tudingan negatif.
Kalau kamu bagaimana? Adakah alasan personal untuk menyukai futsal?
Baca Juga
-
Satire Komikal yang Menyakitkan dalam Buku Lebih Senyap dari Bisikan
-
Ternyata, Feminitas Toksik Masih Membelenggu Kebaya hingga Saat Ini
-
Review Toko Jajanan Ajaib Zenitendo: Atasi Reading Slump dalam Sekali Duduk
-
Ketika Em Dash dalam Tulisan Menimbulkan Anggapan Hasil AI Generated
-
Review Novel Malice dan Yellowface: Kebenaran di Balik Dunia Penerbitan
Artikel Terkait
-
Futsal, Olahraga Seru yang Tetap Bisa Dimainkan Walau Hujan Deras
-
Futsal dan Gen Z: Lebih dari Sekadar Adu Lari, Tapi Adu Emosi dan Kreativitas
-
Futsal di Era Digital: Bukan Cuma Main, tapi Juga Branding
-
Antara Insting dan Strategi: Ilmu di Balik Keputusan Cepat Pemain Futsal
-
Kohesi Tim dan Solidaritas: Apa Kata Psikologi soal Tim Futsal yang Kompak?
Hobi
-
Thom Haye, Persib Bandung dan Teka-teki Keputusan Karir Sepakbolanya!
-
Imbas Ricuh Dalam Negeri, Para Penggemar Timnas Indonesia Siap-Siap Gigit Jari
-
Kembali Dipanggil Timnas U-23, Peluang Bagi Jens Raven Buktikan Kualitasnya
-
Banyak Pengalaman, Fabio Quartararo Senang Pramac Pertahankan Jack Miller
-
Tidak Matre, Pedro Acosta Pilih Motor Kompetitif daripada Gaji Selangit
Terkini
-
4 Toner Sugarcane dengan AHA Alami untuk Kulit Lembap dan Bebas Kusam
-
Dear Para Demonstran, Aksi yang Kalian Lakukan Sudah Melenceng dari Tujuan Awal Turun ke Jalan
-
9 HP Kamera 0,5 Harga 1-2 Jutaan Terbaik 2025, Foto Ramean Jadi Full Team!
-
Penjarahan yang Membunuh Pesan: Apa Kabar Demokrasi Jalanan?
-
Memahami Kredit Film yang Terlalu Basi Ditunggu Sampai Kelar