Chelsea sukses meraih gelar juara Piala Dunia Antarklub 2025 usai menaklukkan Paris Saint-Germain (PSG) dengan skor telak 3-0 dalam laga final yang digelar di MetLife Stadium, New Jersey. Pertandingan yang digelar pada Senin (14/7/2025) dini hari WIB ini dipenuhi atmosfer intens dan menyisakan drama di dalam maupun luar lapangan.
The Blues tampil superior sejak awal laga. Tim asal Inggris itu mencetak seluruh golnya di babak pertama, lewat dua gol Cole Palmer (menit ke-22 dan 30) serta satu gol dari Joao Pedro (menit ke-43) yang menutup keunggulan meyakinkan sebelum jeda.
Di babak kedua, PSG sempat mencoba bangkit dengan beberapa tekanan, tetapi serangan mereka gagal menembus pertahanan Chelsea yang tampil solid. Situasi semakin memburuk bagi PSG setelah gelandang Joao Neves diganjar kartu merah pada menit ke-85 usai melakukan pelanggaran terhadap Marc Cucurella.
Meski harus bermain dengan 10 pemain, PSG tak menyerah. Namun upaya mereka tetap tak membuahkan hasil. Skor 3-0 bertahan hingga akhir, menandai kemenangan kedua Chelsea di ajang Piala Dunia Antarklub setelah sukses serupa di tahun 2021.
Kekalahan ini cukup mengejutkan, mengingat PSG datang ke final dengan status sebagai juara Liga Champions Eropa. Namun dalam laga penting tersebut, mereka tampak kesulitan menemukan ritme dan gagal memanfaatkan kualitas skuad mereka secara maksimal.
Pasca pertandingan, suasana memanas. Saat para pemain Chelsea merayakan kemenangan, konfrontasi terjadi antara beberapa pemain PSG, termasuk Achraf Hakimi dan Gianluigi Donnarumma dengan pencetak gol Chelsea, Joao Pedro.
Insiden usai Laga Nodai Kemenangan Chelsea, Luis Enrique Ungkap Situasi Sebenarnya
Dalam momen yang terekam kamera, pelatih PSG Luis Enrique terlihat mendorong Joao Pedro hingga pemain asal Brasil itu terjatuh. Insiden ini memicu keributan di tengah lapangan, sebelum akhirnya pelatih Chelsea Enzo Maresca turun tangan melerai rekan senegaranya, Donnarumma.
Akibat insiden tersebut, pemberian trofi dan penghargaan harus ditunda hingga 30 menit setelah peluit akhir. Meski tidak sampai menimbulkan kerusakan lebih parah, ketegangan di lapangan jelas mencoreng atmosfer penutupan turnamen.
Luis Enrique pun buka suara soal insiden ini. Ia menegaskan bahwa tindakannya bukanlah bentuk agresi, melainkan upaya untuk meredakan konflik di tengah situasi yang sangat panas.
“Saya tidak ragu mengungkapkan perasaan saya di akhir pertandingan dalam tekanan yang tinggi. Ini sangat menegangkan bagi kami semua. Mustahil untuk menghindarinya," ujarnya seperti dikutip dari konferensi pers usai laga, merujuk laporan ESPN.
Mantan pelatih Barcelona itu menambahkan, “Saya pernah melihat (pelatih Chelsea Enzo) Maresca. Saya melihat dia mendorong pemain lain dan kami harus memisahkan semua pemain, dan saya tidak tahu dari mana tekanan itu berasal. Tapi ini situasi yang harus kita semua hindari. Tentu saja. Tujuan saya adalah memisahkan para pesepakbola, agar situasinya tidak semakin buruk."
Mengenai kekalahan PSG, Enrique menolak menyebut timnya sebagai pecundang. Meski gagal meraih trofi dunia pertama mereka, pelatih asal Spanyol ini tetap membela perjuangan para pemainnya.
“Kami bukan pecundang, tidak ada pecundang. Kami adalah runner-up. Pecundang adalah seseorang yang menyerah. Dalam olahraga tingkat tinggi ini, tidak ada pecundang sama sekali," tegas juru taktik berusia 55 tahun tersebut.
Pernyataan ini menjadi bentuk pembelaan moral dari Enrique yang tampaknya ingin menanamkan semangat pantang menyerah kepada timnya, di tengah sorotan media dan publik pasca kegagalan di final.
Setelah turnamen ini, PSG dijadwalkan kembali berlaga di Ligue 1 pada 17 Agustus 2025. Waktu istirahat selama sebulan akan digunakan untuk memulihkan kondisi fisik dan mental para pemain, sekaligus mengevaluasi performa menyeluruh tim.
Sementara Chelsea kini berhak menyandang gelar juara dunia antarklub, sekaligus memulihkan kejayaan mereka di kancah global. Kemenangan telak atas PSG tentu akan meningkatkan moral tim asuhan Enzo Maresca untuk menatap musim baru dengan penuh kepercayaan diri.
Di sisi lain, PSG harus menerima kenyataan bahwa mereka masih belum cukup tajam di panggung dunia, meski sudah menaklukkan Eropa. Insiden pascalaga menjadi pengingat bahwa tekanan dan emosi tinggi bisa mengaburkan sportivitas.
Baca Juga
-
AFF U-23: Timnas Indonesia Diprediksi Menang Mudah Atas Brunei, Kok Bisa?
-
Gabung Bali United, Jens Raven Dipastikan Hadapi Dua Tantangan Sekaligus
-
Dramatis! Port FC Juarai Piala Presiden 2025 usai Bungkam Oxford United 2-1
-
Betah di Persija Jakarta, Van Basty Sousa Soroti Kualitas Mauricio Souza
-
BRI Super League: Wiliam Marcilio Harap Persib Awali Kompetisi dengan Baik
Artikel Terkait
Hobi
-
AFF U-23: Timnas Indonesia Diprediksi Menang Mudah Atas Brunei, Kok Bisa?
-
Futsal di Era Digital: Bukan Cuma Main, tapi Juga Branding
-
MotoGP Jerman 2025: Menang Lagi, Marc Marquez Selebrasi Pacu Jalur
-
Antara Insting dan Strategi: Ilmu di Balik Keputusan Cepat Pemain Futsal
-
Gabung Bali United, Jens Raven Dipastikan Hadapi Dua Tantangan Sekaligus
Terkini
-
Review Film Harka: Hidup Memang Nggak Seadil Itu
-
Realita Jobseeker, Saat Interview Malah Menguras Isi Kantong
-
Mengenang Jejak Emas BJ Habibie di Buku Rudy: Kisah Masa Muda Sang Visioner
-
Season 7 Belum Rilis, Serial Virgin River Dikonfirmasi Lanjut ke Season 8
-
Adipura Berubah Haluan: Dari Simbol Prestise Jadi Senjata Anggaran