Scroll untuk membaca artikel
Hikmawan Firdaus | Desyta Rina Marta Guritno
Ilustrasi MotoGP (Instagram/@motogp)

Dalam dunia MotoGP, ada satu momen unik yang sering memicu drama di lintasan, yakni ketika para pembalap harus menukar motor di tengah balapan. Situasi ini dikenal dengan istilah prosedur flag-to-flag, sebuah kondisi yang memungkinkan pergantian motor di tengah jalannya lomba.

Meskipun diperbolehkan, pertukaran motor hanya bisa dilakukan dalam kondisi tertentu. Biasanya, prosedur ini terjadi ketika cuaca berubah secara tiba-tiba, seperti saat hujan mulai turun di tengah balapan yang awalnya berlangsung dalam kondisi kering.

Setiap pembalap MotoGP selalu memiliki dua motor yang siap digunakan, masing-masing sudah diatur untuk menghadapi kondisi lintasan yang berbeda. Jika cuaca cerah, mereka mengandalkan ban slick atau ban licin tanpa pola yang dirancang untuk memberikan cengkeraman maksimal di aspal kering.

Sebaliknya, ketika lintasan basah, ban wet menjadi pilihan untuk mengurangi risiko tergelincir. Itulah alasan utama pergantian motor dilakukan, keselamatan pembalap menjadi prioritas.

Namun, keputusan untuk mengganti motor tidak selalu mudah. Kadang hujan hanya turun rintik-rintik atau lintasan sudah basah namun mulai mengering.

Dalam situasi ini, pembalap harus menimbang matang-matang apakah perlu masuk pit untuk berganti motor atau tetap bertahan dengan setelan awal. Sedikit saja salah perhitungan, hasil akhir bisa berantakan.

"Para pembalap bisa memilih apa yang harus dilakukan dan menentukan strategi mereka. Jika mereka merasa nyaman dengan ban slick dan hujan tidak terlalu deras, mereka dapat melanjutkan balapan untuk beberapa putaran. Atau mereka mungkin berkata, 'Tidak, saya ingin keuntungan untuk masuk pit lane lebih awal, mengambil motor kedua lebih awal, dan mungkin mendapat sedikit keuntungan,'. Mereka bisa menyusun strategi," ujar Direktur Balap MotoGP, Mike Webb, dilansir dari situs resmi MotoGP, motogp.com.

Tanda dimulainya prosedur flag-to-flag adalah saat marshal mengibarkan bendera putih. Isyarat ini berarti para pembalap boleh masuk pit untuk menukar motor mereka.

Meski begitu, keputusan sepenuhnya ada di tangan masing-masing pembalap. Ada yang memilih masuk pit lebih awal demi memanfaatkan ban yang sesuai kondisi, ada juga yang menunggu sesuai dengan strategi yang dia buat.

Begitu memutuskan untuk masuk pit lane, pembalap wajib mematuhi batas kecepatan demi keamanan mekanik dan kru yang bekerja di area tersebut. Jika melanggar, hukumannya adalah dikenai double long lap penalty.

Sesampainya di depan garasi, motor kedua sudah menunggu dalam keadaan siap tempur. Pergantian harus dilakukan secepat mungkin, karena setiap detik yang terbuang bisa berarti kehilangan banyak posisi di lintasan.

Strategi dalam flag-to-flag menjadi kunci. Kesalahan dalam memilih waktu masuk pit bisa menghancurkan peluang meraih poin. Contohnya bisa dilihat pada balapan GP Misano 2024 yang melibatkan Jorge Martin.

Saat hujan gerimis mulai turun, Jorge Martin memutuskan masuk pit lebih cepat daripada pembalap lain untuk beralih ke motor dengan ban basah. Sayangnya, hujan cepat mereda dan lintasan kembali mengering.

Hal ini memaksanya masuk pit lagi untuk kembali ke motor setelan kering. Akibatnya, ia kehilangan banyak waktu dan hanya mampu finis di posisi ke-15, padahal awalnya berada di barisan depan.

Momen-momen seperti ini sering memunculkan drama tak terduga. Ada pembalap yang diuntungkan karena timing pergantian motor tepat sasaran, tapi tak jarang ada yang justru terjebak dalam keputusan yang salah.

Bahkan penonton pun kerap dibuat deg-degan melihat siapa yang akan masuk pit lebih dulu, siapa yang bertahan, dan bagaimana strategi itu berdampak di sisa balapan.

Flag-to-flag memang menjadi salah satu elemen unik MotoGP, karena tidak hanya menguji kemampuan membalap, tetapi juga kecerdasan dalam membaca situasi. Keberanian mengambil keputusan dalam hitungan detik bisa menjadi alasan pembalap meraih kemenangan atau kegagalan.

Desyta Rina Marta Guritno