Hernawan | Azzahra Kusumasari
Ilustrasi pemain futsal (anc.axis.co.id/galeri/2025)
Azzahra Kusumasari

Generasi Z menjadi digital natives yang tumbuh di dunia serba digital. Di mana, seluruh aktivitas bisa direkam, dibagikan, dan jadi bahkan menjadi viral hanya dalam hitungan detik.

Futsal pun tidak luput dari hal ini. Olahraga yang dulunya hanya identik dengan keringat di lapangan dan sorakan penonton tribun, sekarang sudah menjelma menjadi konten yang wara-wiri di layar ponsel. Kompetisi seperti AXIS Nation Cup, yang digagas oleh AXIS, memperlihatkan bagaimana futsal bukan lagi sekadar permainan lima lawan lima.

Namun, ia sudah menjadi medium baru untuk menyalurkan gaya, kreativitas, dan mimpi generasi muda. Bahkan, informasi lengkap tentang keseruan turnamen ini bisa langsung dicek di anc.axis.co.id.

Jika dipikirkan, ukuran lapangan futsal yang hanya 25–42 meter itu seakan menjadi panggung yang jauh lebih luas. Kamera smartphone menangkap momen dramatis, di mana gol terakhir menjelang peluit, selebrasi, sampai strategi yang jitu sesuai peraturan permainan futsal.

Begitu diunggah, ribuan orang bisa ikut merasakan hype yang sama. Bagi banyak anak muda, momen viral itu terasa seperti pencapaian tersendiri yang menjadi tanda bahwa eksistensinya diakui.

Ajang Eksistensi yang Menggoda

Membuka sosial media seperti TikTok atau Instagram mudah sekali unutk menemukan potongan video futsal. Ada yang fokus tekait skill individu, ada yang mengulas formasi tim, ada pula yang sekadar menunjukkan kebersamaan usai pertandingan. Semua punya tempat, semua pun bisa jadi identitas.

Eksistensi pada dunia maya tentu menggoda. Anak-anak muda berlomba-lomba mengabadikan aksinya. Bahkan penonton pun sering ikut jadi “broadcaster” dadakan dengan menyiarkan langsung lewat story. Tidak salah, memang begitu dunia digital bekerja, di mana siapa cepat, siapa kreatif, dia yang dilihat dan akan terlihat.

Ketika Eksistensi Berubah Jadi Alienasi

Sayangnya, tetap ada sisi lain yang sering terlewat. Di balik sorotan kamera dan likes yang bertambah, ada pemain yang mulai merasa tertekan. Di mana Harus tampil keren. Harus menang. Harus viral. Jika gagal, komentar bisa lebih menyakitkan daripada kekalahan di lapangan.

Alienasi ini terasa begitu nyata. Kadang ada yang bermain bukan lagi karena cinta olahraga, tetapi justru semata-mata karena takut ketinggalan momen. Lapangan yang seharusnya jadi ruang aman justru berubah jadi panggung penuh tuntutan. Bahkan ada yang lebih sibuk menyesuaikan angle kamera ketimbang menikmati jalannya pertandingan. Ironis, bukan?

Mengembalikan Esensi Futsal

Padahal, futsal mmempunyai cara sederhana untuk mengingatkan kita. Aturannya jelas yaitu lima lawan lima, waktu 2x20 menit, lapangan kecil dengan ruang gerak terbatas. Semua itu bukan hanya peraturan permainan futsal, tetapi juga sebagai pengingat bahwa ada batas yang perlu dihargai. Bahwa olahraga ini mestinya dijalani dengan sportivitas, bukan sekadar adu citra.

Mungkin justru di situlah letak keindahannya. Eksistensi dapat dicapai, tetapi jangan sampai kehilangan makna. Alienasi bisa dihindari kalau kita kembali menempatkan futsal sebagai ruang berbagi. Percaya lah bahwa konten yang lahir dari kesenangan tulus biasanya jauh lebih hidup daripada yang dibuat penuh tekanan.

Antara Layar dan Lapangan

Futsal hari ini seperti refleksi dari kehidupan Gen Z. Ada kebanggaan ketika dilihat banyak orang, ada tekanan ketika gagal memenuhi ekspektasi, tetapi tetap juga ada peluang besar untuk membangun solidaritas. Di lapangan kecil itu, kita bisa belajar kerja sama, menelan pahitnya kegagalan, hingga merayakan kemenangan kecil bersama teman-teman.

Akhirnya, pilihan ada di tangan kita, menjadikan futsal sekadar ajang eksis  atau menjadikannya ruang menemukan kebersamaan. Bagaimanapun juga, lapangan akan tetap ada, begitu pula layar digital, hal yang dapat menentukan adalah bagaimana kita menyeimbangkan keduanya.

Futsal bukan hanya tentang perebutan gol, bukan juga tentang menang kalah. Namun, Ia juga tentang perebutan makna akan eksistensi, solidaritas, bahkan ruang aman untuk jadi diri sendiri.