Hikmawan Firdaus | Athar Farha
Ilustrasi Futsal AXIS Nation Cup (Galery/anc.axis.co.id)
Athar Farha

Kalau kita ingat-ingat masa sekolah, futsal seringkali cuma jadi opsi ekskul buat isi waktu luang. Sekarang beda, tren itu berubah, apalagi dengan program dan turnamen yang ngasih panggung buat Gen Z. Salah satu contohnya adalah AXIS Nation Cup. 

Info, guideline, dan galeri kegiatannya bisa kamu cek di anc.axis.co.id, dan program pendukungnya ada di axis.co.id. Dengan ekosistem seperti ini, futsal mulai dilihat sebagai bagian sistem pendidikan yang bisa dibangun serius, nggak sebatas main-main doang. 

Di banyak sekolah dan kampus, pengurus ekstrakurikuler mulai menyusun program futsal lebih terstruktur. Mulai dari jadwal latihan rutin, pemantauan perkembangan teknik dasar futsal, sampai pemakaian rekaman pertandingan untuk evaluasi. Sekolah yang serius bahkan mengintegrasikan diskusi taktik dan analisis formasi futsal ke dalam sesi latihan. Jadi, siswa-siswi belajar bukan hanya fisik, tapi juga berpikir strategis. Pendek kata, lapangan jadi ruang belajar selain kelas.

Futsal cocok sekali dimasukkan ke kurikulum pendidikan karena mengajarkan banyak hal berguna lho. Mulai dari kerja tim, disiplin, kepemimpinan, dan kemampuan mengambil keputusan cepat. 

Ukuran lapangan futsal yang lebih kecil dari sepak bola membuat setiap pemain harus aktif, nggak ada yang bisa 'ngumpet'. Di situ, posisi di futsal seperti kiper, anchor, flank, dan pivot jadi sarana praktik buat memahami peran dan tanggung jawab. Anak-anak belajar bahwa tiap peran penting, kalau satu orang lengah, tim bisa kebobolan.

Selain aspek karakter, ada juga dimensi akademis. Beberapa program pendidikan jasmani dan ilmu olahraga kini memasukkan studi tentang taktik, fisiologi latihan, dan peraturan permainan futsal. Mahasiswa olahraga kadang dianjurkan membuat tugas berupa analisis video pertandingan untuk mengidentifikasi kelemahan teknik dasar futsal, atau merancang modul latihan yang memperbaiki passing, dribbling, dan shooting. Ini bikin futsal bukan sekadar praktik, tapi juga objek studi yang bisa memperkaya kurikulum.

Futsal di sekolah juga membuka jalan karir. Banyak atlet yang dulu mulai dari ekskul sekolah atau klub kampung. Talent scout sering datang ke turnamen pelajar; dari sana muncul undangan seleksi hingga kesempatan bergabung di akademi atau klub. Jadi bila sekolah punya program yang terstruktur, pelatih kompeten, fasilitas memadai, jadwal latihan profesional, peluang siswa-siswi dilirik level lebih tinggi makin besar. Bahkan bukan hanya pemain: pelatih muda, analis video, atau manajer tim juga bisa lahir dari lingkungan pendidikan.

Ada sisi inklusif yang perlu diperhatikan sih. Iya, futsal dapat diakses berbagai kalangan, cewek dan cowok, siswa urban maupun pinggiran. Sekolah yang menyediakan tim futsal putri memberi ruang bagi perempuan memperlihatkan kapasitas atletik dan membangun kepercayaan diri. Hal ini selaras dengan nilai pendidikan modern yang mendorong kesetaraan akses kegiatan ekstrakurikuler.

Teknologi juga berperan besar dalam mengangkat kualitas futsal di pendidikan. Sekarang sekolah bisa merekam pertandingan pakai smartphone atau action cam, lalu pakai rekaman itu untuk evaluasi teknik dasar futsal. Aplikasi sederhana bisa menghitung waktu bermain futsal, jarak lari, atau frekuensi sprint. Itu data yang berguna buat merancang latihan yang lebih tepat sasaran. Dengan demikian, siswa bukan cuma latihan 'asal main', melainkan dilatih berbasis data dan evaluasi.

Tentu tantangan ada. Fasilitas lapangan yang belum merata, biaya sewa yang tinggi, hingga ketersediaan pelatih berkompeten. Sekolah sering perlu kerja sama dengan pemerintah daerah, sponsor lokal, atau komunitas. Bentuk kolaborasi ini melatih siswa melihat solusi nyata untuk masalah riil. Beberapa sekolah memanfaatkan pola gotong royong, patungan antar orang tua, atau kerjasama dengan penyedia lapangan untuk mengurangi beban biaya.

Selain itu, integrasi futsal dalam pendidikan harus hati-hati agar nggak menomorduakan aspek akademik. Kuncinya keseimbangan. Yakni jadwal latihan terstruktur tapi nggak mengganggu jam belajar; fokus pengembangan keterampilan tanpa mengorbankan nilai akademis. Program mentoring dan manajemen waktu bisa jadi solusi agar siswa tetap unggul di kelas sekaligus di lapangan.

Jadi, kalau Sobat Yoursay masih mikir futsal cuma buat main-main, coba deh lihat dari sudut pendidikan. Dari lapangan sekolah kecil, bisa lahir atlet, pelatih, analis taktik, pengusaha merchandise, atau sekadar pribadi yang matang dan siap menghadapi tantangan. Dan kalau pengin lihat gimana panggung itu bisa disiapkan secara lebih profesional, intip program seperti AXIS Nation Cup di anc.axis.co.id dan axis.co.id buat inspirasi.