Hikmawan Firdaus | Melynda Dwi Puspita
Turnamen AXIS Nation Cup (anc.axis.co.id)
Melynda Dwi Puspita

Bagi sejumlah orang, sore hari tidak selalu berakhir di meja kerja atau kursi ruang keluarga. Namun, lantai semen yang terkikis dengan batas jaring-jaring tipis yang terkoyak menjadi tempat untuk membebaskan jiwa dan raga. Hentakan sepatu yang beradu cepat, bola yang memantul hebat, keringat yang mengucur deras, dan teriakan-teriakan menggema yang mengiringi gol dianggap lebih indah daripada separuh dunia.

Futsal telah menjadi bagian dari kehidupan sebagian masyarakat Indonesia. Olahraga yang sering kali disetarakan dengan kulit bundar di tengah megahnya stadion rumput hijau ini bak virus yang menjangkit Tanah Air sejak akhir 1990-an. Permainan ini pun terus berkembang hingga bermunculan berbagai turnamen, seperti AXIS Nation Cup yang diselenggarakan oleh AXIS.

Ancaman dan Tren Kilat Pesaing Futsal

Sayang, popularitas futsal yang mengakar ini bukan berarti terbebas dari ancaman. Di tengah mobilitas yang cepat, bermunculan berbagai olahraga anyar yang semakin masif, seperti bersepeda saat pandemi Covid-19 hingga half marathon. Ketergantungan terhadap media sosial yang merajalela turut menghadirkan olahraga berbasis hiburan di dunia digital, seperti mobile gaming hingga e-sports.

Futsal mungkin mempunyai fondasi yang kuat, tetapi tentu tidak kebal terhadap gejolak perubahan hobi dan jenis olahraga. Salah satu tantangannya adalah tren singkat, di mana aktivitas fisik yang tiba-tiba menarik perhatian, energi, waktu, hingga alokasi dana hiburan masyarakat, sebelum pada akhirnya meredup digantikan oleh tren baru lainnya.

Di luar persaingan langsung dari tren olahraga singkat, futsal juga menghadapi beragam tantangan lainnya. Misalnya, ketersediaan lapangan yang semakin terbatas, sedangkan harga sewanya cenderung terus meningkat. Permasalahan infrastruktur ini memungkinkan sebagian orang untuk mencari alternatif hobi yang lebih murah, lebih mudah diakses, dan secara efektif mampu mencuri alokasi waktu masyarakat modern yang semakin terbatas.

Tak hanya itu, hadirnya tren olahraga kilat juga dinilai menawarkan citra yang lebih kuat dibandingkan futsal. Sebagai contoh, olahraga lari yang dibarengi dengan peralatan berharga fantastis hingga memimbulkan fenomena ‘kalcer’. Semua faktor ini, mulai dari daya tarik visual olahraga baru hingga masalah biaya sewa lapangan, menuntut futsal untuk membuktikan bahwa ia tidak dapat dengan mudah digantikan.

Lantas, bagaimana futsal berhasil mempertahankan pamornya?

Strategi dan Kunci Futsal Dapat Bertahan

Futsal Selalu Memiliki Tempat di Hati Penggemarnya

Di tengah serbuan tren kilat dan tantangan infrastruktur, futsal masih dapat bertahan karena mempunyai nilai budaya yang sudah mengakar. Bagi beberapa orang, futsal bukan hanya kegiatan coba-coba, melainkan sebuat ritual yang mungkin sulit digantikan. Ikatan yang terjalin di lapangan lebih kuat daripada euforia sesaat media sosial yang ditawarkan oleh tren olahraga baru.

Futsal dianggap sebagai oasis komunitas, yakni media untuk melepas penat setelah seharian beraktivitas, membangun keterhubungan dengan sesama, hingga menjalin persahabatan lintas batas profesi dan usia. Format turnamen kecil antarkelas, antarkantor, atau antarkampus terus hidup subur sebagai penyalur energi kompetitif masyarakat.

Kunci dari bertahannya futsal juga terletak pada kebutuhan akan interaksi tatap muka dan kompetisi. Kala perkembangan dunia digital yang semakin hebat, futsal menjadi alasan mendasar bagi sebagian orang untuk berjumpa dan bersenda gurau. Selain itu, futsal juga menawarkan ledakan adrenalin yang cepat, di mana para pemainnya tidak memerlukan waktu berjam-jam seperti sepak bola untuk mendapatkan kepuasan berkompetisi.

Sejarah futsal yang berkembang di Indonesia selama beberapa dekade telah menjadi cerminan semangat masyarakat. Bukan hanya sekadar mencetak gol sebanyak-banyaknya ke gawang lawang, permainan ini juga menjadi akar budaya olahraga rakyat yang mampu beradaptasi dan tak lekang ditelan oleh waktu.

Futsal bukan hanya media untuk membuat tubuh menjadi bugar, tetapi mampu melatih kemampuan-kemampuan lain. Mulai dari mengorganisir jadwal secara efisien, mencari lawan main yang tepat, hingga mengatur keuangan bersama guna membayar sewa lapangan secara patungan dengan adil. Hal ini menunjukkan bahwa futsal bermanfaat dari sisi kesehatan, emosional, hingga kemampuan berpikir.

Pada akhirnya, balada futsal merupakan kisah sukses tentang ketahanan olahraga dan budaya di era mobilitas tinggi. Walaupun terus-menerus dibombardir oleh tren-tren baru yang serba cepat dan jauh lebih menawan, futsal tidak pernah kehilangan daya tariknya. Mengutip repository.upi.edu, futsal dapat memfasilitasi terjadinya kompetisi, kerja sama, kompromi, dan konflik.

Futsal mungkin bukanlah topik utama atau simbol ‘kalcer’ yang viral, tetapi akan selalu menjadi salah satu jantung olahraga yang berdetak stabil. Futsal menjadi tempat di mana sebagian orang Indonesia dapat melepaskan diri dari tuntutan hidup dan menemukan identitas asli dirinya dalam komunitas kecil.