Sekar Anindyah Lamase | M. Fuad S. T.
Pertandingan antara Timnas Indonesia melawan Arab Saudi di ronde keempat babak kualifikasi Piala Dunia 2026 (dok. AFC)
M. Fuad S. T.

Timnas Indonesia kembali mendapatkan hasil negatif dalam pertarungan pertama babak kualifikasi Piala Dunia 2026 ronde keempat.

Melawan The Green Falcons Arab Saudi, Pasukan Garuda harus bertekuk lutut dengan skor tipis 2-3 meskipun sempat unggul terlebih dahulu di awal-awal laga berjalan.

Sejatinya, jika melihat skor di akhir pertandingan, hasil tersebut merupakan sebuah hal yang wajar. Bukan hanya banyak pemain yang tampil di bawah form terbaiknya, pada pertandingan tersebut, Jay Idzes dan kolega juga terlihat tampil tanpa identitas permainan yang jelas.

Sejak awal pertandingan dimainkan, dapat kita lihat bersama permainan yang ditunjukkan oleh para penggawa Garuda tak memiliki konsep yang matang.

Alih-alih bervariatif, mereka bahkan tak memeragakan permainan terstruktur atau bahkan textbook yang seharusnya bisa dengan mudah diterapkan oleh para pemain berkelas Eropa seperti para penggawa Timnas Indonesia saat ini.

Apa yang selama ini digembar-gemborkan oleh Patrick Kluivert dan pihak-pihak yang melabeli diri mereka sebagai pengamat atau bahkan pundit sepak bola Indonesia, sama sekali tak terlihat pada pertarungan melawan Arab Saudi tersebut.

Sekadar mengingatkan, setelah berakhirnya era Shin Tae-yong yang kerap dituding sebagai pelatih dengan gaya bermain parkir bus dan pragmatis, kedatangan Patrick Kluivert "diiklankan" oleh berbagai pihak bakal merubah konsep dan filosofi permainan di Timnas Indonesia menjadi jauh lebih terbuka. 

Secara garis besar, pelatih berkebangsaan Belanda tersebut mengusung dan menerapkan permainan total football di Timnas Indonesia, dengan kekuatan utama permainannya dalam hal ball possession.

Namun, yang terjadi di dalam lapangan justru sangat memprihatinkan. Alih-alih menguasai jalannya pertandingan, laman statistik AFC mencatat Timnas Indonesia tak sampai 45 persen menguasai permainan.

Dan hal ini juga diperparah dengan inferiornya catatan lain seperti duel sukses, duel udara, tendangan sudut, distribusi umpan, akurasi umpan, hingga tembakan total dan tembakan ke gawang imbas tak adanya skema dan alur pergerakan bola serta pemain yang jelas.

Catatan-catatan minor tersebut tentu saja sama sekali tak menggambarkan identitas permainan yang kerap dilontarkan oleh Kluivert dan para "pengamat" yang mendukung kedatangannya dulu.

Parahnya lagi adalah, konsep dan identitas permainan yang diproyeksikan menjadi "wajah" baru Timnas Indonesia di era kepelatihan Patrick Kluivert, juga seringkali tak terlihat di laga-laga lain yang telah dijalani.

Setidaknya, laga melawan Jepang, Australia bahkan China dan Bahrain, Anak-Anak Garuda ini masih belum mampu menampilkan permainan yang meyakinkan, terpola, terstruktur dengan rapi seperti yang telah diframing oleh berbagai pihak dulu.

Meskipun meraih kemenangan di laga melawan China dan Bahrain, namun secara gameplay, alur permainan yang coba diterapkan oleh eks Barcelona tersebut sangatlah tidak stabil dan cenderung insidental tergantung keinginan para pemain yang mendapatkan bola di lapangan. 

Dengan berat hati, sampai saat ini harus kita akui, keberadaan Kluivert di Timnas Indonesia masih belum bisa memberikan rasa nyaman bagi para penonton dan pendukung Skuat Garuda, sepertimana yang telah dilakukan oleh Shin Tae-yong yang sukses memberikan identitas permainan bagi Jay Idzes dan kolega. 

CEK BERITA DAN ARTIKEL LAINNYA DI GOOGLE NEWS