M. Reza Sulaiman | Siti Nuraida
Patrick Kluivert (Instagram/@patrickkluivert9)
Siti Nuraida

Kekalahan Tim Nasional Indonesia dari Irak yang memupuskan harapan untuk melangkah lebih jauh dalam perburuan tiket menuju putaran final Piala Dunia 2026 telah menjadi subjek perbincangan hangat di kalangan penggemar dan pemerhati sepak bola Tanah Air. Menanggapi tersingkirnya skuad Garuda, pelatih kepala tim, Patrick Kluivert, memberikan perspektifnya yang tajam, dengan menyoroti secara khusus jurang pemisah yang signifikan dalam peringkat FIFA antara tim asuhannya dan lawan-lawan di Grup B.

Mimpi Indonesia untuk berpartisipasi dalam ajang sepak bola terbesar dunia tersebut terpaksa dikubur dalam-dalam setelah menelan kekalahan tipis 0-1 dari tim raksasa Timur Tengah, Irak, dalam duel putaran keempat Kualifikasi Piala Dunia 2026 yang digelar di King Abdullah Sports City Stadium, Jeddah. Hasil negatif ini melengkapi rekam jejak kurang memuaskan Indonesia yang sebelumnya juga takluk 2-3 dari Arab Saudi. Berdasarkan laporan dari Kompas.com (12/10/2025), kegagalan ini membuat Timnas Indonesia dipastikan tidak dapat melanjutkan perjuangan ke babak kualifikasi berikutnya.

Mempertimbangkan Kesenjangan Peringkat FIFA: Cerminan Level Sesungguhnya

Dalam sesi konferensi pers yang dilaksanakan pasca-laga penentu tersebut, Patrick Kluivert menawarkan sebuah sudut pandang yang realistis. Eks bintang Barcelona tersebut menepis anggapan mengenai kegagalan tim yang disebabkan oleh faktor usia atau minimnya pengalaman para pemain. Sebaliknya, ia memilih untuk menarik perhatian publik pada perbedaan mencolok dalam peringkat FIFA, sebuah indikator yang menurutnya paling mencerminkan level kekuatan dan persaingan sesungguhnya di kancah sepak bola internasional.

Sebagaimana disampaikan dalam pemberitaan CNN Indonesia (12/10/2025), Patrick Kluivert secara eksplisit menyebutkan disparitas peringkat antara Indonesia dan dua rivalnya di grup. Saat ini, Timnas Indonesia menduduki posisi 119 dalam pembaruan peringkat FIFA. Angka ini kontras jauh dengan kedudukan lawan-lawan mereka: Arab Saudi dan Irak, yang mana kedua tim tersebut berada di kisaran peringkat 58 dan 59 dunia, atau masuk dalam jajaran 60 besar.

"Ketika Anda melihat cara tim ini mampu bermain dan bersaing menghadapi tim seperti Arab Saudi dan Irak, yang mana mereka adalah tim-tim dengan peringkat 59 dan 58 dunia, sementara posisi kami saat ini berada di peringkat 119, maka itulah realitasnya," tegas Kluivert, yang kalimatnya diolah dari aslinya oleh Kompas.com.

Penekanan Kluivert pada angka-angka peringkat FIFA ini bukan dimaksudkan untuk mencari pembenaran atas kekalahan, melainkan untuk memberikan apresiasi yang lebih mendalam terhadap perjuangan para pemain. Bagi Kluivert, fakta bahwa Indonesia mampu memberikan perlawanan yang sengit, bahkan sempat mendominasi jalannya pertandingan dalam beberapa momen, melawan tim-tim dengan peringkat yang jauh lebih mapan merupakan sebuah pencapaian yang patut diacungi jempol. Hal ini menunjukkan bahwa skuad Garuda memiliki potensi dan kualitas yang seimbang, meskipun secara statistik peringkat mereka tertinggal jauh.

Bukan Soal Usia, Melainkan Kualitas Tanding

Aspek lain yang turut menjadi sorotan pasca-kegagalan adalah perihal usia dan kematangan skuad. Pertanyaan tentang apakah Timnas Indonesia dinilai terlalu muda untuk berkompetisi di level tinggi Asia sempat dilontarkan kepada Kluivert. Mengutip esensi dari apa yang diberitakan oleh Bolasport.com (12/10/2025), Kluivert dengan tegas membantah anggapan tersebut.

Pelatih asal Belanda itu meyakini bahwa label "terlalu muda" tidak tepat disematkan pada para pemainnya. Ia berargumen bahwa dengan performa yang ditunjukkan di lapangan, para pemain telah menunjukkan bahwa mereka memiliki kemampuan dan kedewasaan untuk bersaing di level tersebut.

"Mereka sama sekali tidak terlalu muda. Mereka telah membuktikan melalui kualitas permainan mereka bahwa mereka adalah tim yang luar biasa," tutur Kluivert, menegaskan bahwa skuadnya telah menunjukkan semangat dan kemampuan bermain yang fantastis.

Lebih lanjut, Kluivert menyoroti bagaimana dalam dua laga krusial tersebut, khususnya saat melawan Irak, Indonesia sejatinya mampu menciptakan sejumlah peluang emas. Menurut Kluivert, yang menjadi pembeda utama antara hasil akhir dan usaha keras tim adalah kegagalan para penyerang untuk mengonversi peluang-peluang tersebut menjadi gol. Ketiadaan penyelesaian akhir yang mematikan menjadi penghalang utama yang membuat Indonesia harus mengakui keunggulan lawan.

Kebanggaan di Tengah Keterpurukan dan Masa Depan yang Belum Pasti

Meskipun harus menelan pil pahit dan mengakhiri mimpi Piala Dunia 2026, Patrick Kluivert tetap memberikan sanjungan tertinggi kepada para pemainnya. Menyadur dari laporan Kompas.com, ia mengungkapkan rasa bangganya terhadap dedikasi dan semangat juang yang ditunjukkan oleh anak-anak asuhnya.

"Sebagai pelatih kepala, saya sangat bangga dengan mereka. Jika Anda bisa menunjukkan hati dan perjuangan seperti ini... Sayangnya, gol tidak kunjung datang," ucap Kluivert, yang sebelumnya dikenal sebagai penyerang legendaris.

Perjuangan maksimal yang telah ditunjukkan oleh skuad Garuda, meski harus berakhir tanpa hasil yang diharapkan, dinilai sebagai sebuah kemajuan. Semangat pantang menyerah dan cara bermain tim menunjukkan adanya perkembangan yang positif, terlepas dari kekalahan yang dialami.

Di tengah situasi yang emosional ini, perhatian publik juga beralih pada masa depan Patrick Kluivert sebagai pelatih Timnas Indonesia. Dengan kegagalan mencapai target, posisi seorang pelatih kerap menjadi sorotan utama.

Melansir pernyataan Kluivert yang dimuat oleh CNN Indonesia, ia mengakui bahwa saat ini dirinya belum memiliki rencana spesifik terkait langkah selanjutnya. "Belum ada rencana apa-apa. Saya masih harus melakukan refleksi mendalam atas apa yang sudah kami kerjakan. Saya benar-benar belum punya jawaban pasti tentang apa yang akan terjadi di kemudian hari," ungkapnya.

Ketidakpastian ini membuka peluang bagi adanya evaluasi menyeluruh dari pihak federasi, yang mungkin akan meninjau ulang posisi Kluivert serta tim kepelatihan. Namun, terlepas dari spekulasi tersebut, fokus utama Kluivert tetap pada apresiasi terhadap perjuangan para pemain yang telah berjuang maksimal melawan realitas peringkat dunia.

Upaya Mendongkrak Peringkat dan Langkah Selanjutnya

Kegagalan di Kualifikasi Piala Dunia 2026 ini secara tidak terhindarkan akan memengaruhi posisi Indonesia di tabel ranking FIFA, dan diperkirakan akan mengalami penurunan. Lebih jauh, CNN Indonesia juga mencermati potensi Indonesia untuk disalip oleh negara tetangga, Malaysia, yang berhasil mendulang poin dalam Kualifikasi Piala Asia 2027.

Oleh karena itu, Patrick Kluivert dan PSSI di masa depan akan memiliki pekerjaan rumah besar untuk memastikan Timnas Indonesia dapat memanfaatkan setiap peluang, seperti pertandingan persahabatan (FIFA Matchday), guna mendongkrak posisi mereka di peringkat dunia. Peningkatan ranking FIFA menjadi penting tidak hanya untuk kebanggaan, tetapi juga untuk mendapatkan drawing yang lebih menguntungkan di turnamen-turnamen mendatang, termasuk Piala AFF 2026 dan Kualifikasi Piala Asia 2027.

Kesimpulan dari pernyataan Patrick Kluivert ini adalah bahwa meskipun kecewa, performa Indonesia di lapangan telah melampaui ekspektasi yang seharusnya dibebankan pada tim dengan peringkat 119 dunia. Peringkat FIFA adalah realitas yang harus diterima, namun semangat dan kualitas tanding yang ditunjukkan menjadi modal berharga untuk menatap masa depan. Pengakuan atas kesenjangan level ini justru menjadi pijakan untuk perbaikan di masa yang akan datang.