Bimo Aria Fundrika | Yulius Reno Martin Siagian
Ilustrasi membaca. (Pexels/Min An)
Yulius Reno Martin Siagian

Awalnya, semua terasa sederhana bagi Dinda Ajeng Prastika, pendiri komunitas Puan dan Bukunya. Ia suka membaca, tapi sering kali melakukannya sendirian.

Ia merasa lebih seru jika bisa membaca bersama teman-teman perempuan. Dari situ muncul ide untuk membuat ruang baca yang santai dan terbuka.

Selain membaca, Dinda memang menyukai kegiatan bersama teman-teman perempuan, jadi ia memutuskan menggabungkan dua hal yang ia cintai: membaca dan kebersamaan perempuan. Dari situ akhirnya lahirlah Puan dan Bukunya.

Kisah awal komunitas literasi perempuan ini dimulai di Yogyakarta pada tahun 2023. Berawal dari keresahan sederhana, kini Puan dan Bukunya berkembang menjadi ruang aman bagi perempuan muda untuk membaca, menulis, dan merawat diri bersama.

Kegiatan mereka sering berlangsung di ruang terbuka seperti Balcos Compound atau Wisdom Park UGM, di mana suasana alam berpadu dengan percakapan lembut dan aroma teh melati yang menenangkan.

Di tengah dunia yang menuntut produktivitas tanpa henti, Puan dan Bukunya menghadirkan pengalaman literasi yang pelan, hangat, dan penuh kesadaran. Setiap kegiatan komunitas ini berporos pada tiga nilai utama: creativity, wellness, dan beauty.

Creativity: Membaca sebagai Ruang Cipta

Shareing buku yang sudah selesai dibaca

Bagi Dinda, membaca adalah aktivitas kreatif yang membuka ruang refleksi dan ekspresi. Setiap pertemuan diisi dengan book sharing, menggambar kutipan, atau merangkai bunga kecil sebagai simbol dari isi buku yang mereka baca. “Kami ingin perempuan berani berkreasi tanpa takut salah,” ujarnya.

Rida, salah satu anggota yang sudah mengikuti Puan dan Bukunya sejak awal, juga merasakan perubahan besar. “Aku dulu sempat kehilangan semangat baca,” katanya. “Tapi setelah ikut Puan, semangatku balik lagi. Kalau dulu resolusiku cuma 6 buku setahun, sekarang bisa sampai 25 buku.”

Penelitian Creative Economy Outlook (UNCTAD, 2023) menyebutkan bahwa 48% anak muda Asia Tenggara menggunakan kegiatan kreatif seperti menulis dan membaca bersama untuk menjaga keseimbangan mental. Di Puan dan Bukunya, kreativitas tumbuh tanpa kompetisi — cukup dengan keberanian untuk hadir dan berbagi.

Wellness: Menulis sebagai Proses Pulih

Pemberian reward kegiatan

Selain membaca, kegiatan journaling menjadi bagian penting dalam setiap pertemuan komunitas. “Menulis bukan untuk dibaca orang lain,” jelas Dinda, “tapi untuk berdamai dengan diri sendiri.”
Aktivitas ini memberi ruang bagi para perempuan untuk lebih sadar terhadap perasaan dan hal-hal kecil dalam hidupnya.

Laporan Kementerian Kesehatan RI (2023) mencatat 9,8% anak muda Indonesia mengalami stres berat karena tekanan pekerjaan dan sosial. Bagi banyak perempuan, Puan dan Bukunya menjadi ruang wellness alternatif — tempat untuk melambat, menulis, dan menemukan ketenangan tanpa harus menjauh dari dunia.

Rida merasakannya secara langsung. “Dulu aku bangun pagi cuma ya bangun aja,” ujarnya sambil tersenyum. “Tapi setelah belajar journaling di Puan, aku jadi lebih mindful. Sekarang aku lebih sering bersyukur — bahkan untuk hal kecil.”

Ruang Aman untuk Bertumbuh

Kumpul dan bercerita

Lebih dari sekadar komunitas baca, Puan dan Bukunya tumbuh sebagai ruang aman bagi perempuan muda untuk hadir apa adanya. Di sini, tidak ada tuntutan untuk tampil sempurna, tidak ada tekanan untuk harus tahu segalanya. Yang ada hanyalah lingkaran perempuan yang saling mendengarkan, menatap, dan mengerti.

“Ruang aman berarti bebas berekspresi tanpa takut dihakimi,” ujar Dinda Ajeng Prastika. “Kami berusaha menciptakan suasana di mana setiap perempuan bisa bercerita, tertawa, atau bahkan diam — tanpa ada yang menilai. Karena kadang, yang kita butuhkan hanya didengarkan.”

Nilai itu terasa nyata bagi Rida, anggota lama komunitas. “Sebagai perempuan, aku merasa lebih nyaman di ruang seperti ini,” katanya. “Kadang ada hal-hal yang cuma bisa dipahami oleh sesama perempuan. Di Puan, aku bisa cerita tentang hal pribadi tanpa takut salah bicara.”

Hal serupa dirasakan juga oleh Nia, anggota baru. “Yang aku suka, semuanya terasa ringan dan jujur,” ujarnya. “Tidak ada yang mengatur harus seperti apa. Kita bebas berekspresi, berdiskusi, bahkan bergaya tanpa takut salah.”

Dalam setiap pertemuan, para anggota tidak hanya berbagi tentang buku, tetapi juga tentang pengalaman hidup. Dari obrolan kecil hingga cerita personal, semuanya diterima dengan empati. Tidak ada tawa yang menertawakan, hanya tawa yang menyembuhkan.

Beauty: Keindahan sebagai Kesadaran

saat shareing dan menghargai

Keindahan menjadi napas yang mengalir dalam setiap kegiatan Puan dan Bukunya. Tikar pastel, bunga segar, aroma teh melati, dan tata ruang yang lembut bukan sekadar hiasan, tetapi bentuk kesadaran dan perhatian terhadap ketenangan.

“Keindahan itu kesadaran,” ujar Dinda Ajeng Prastika.

“Kami belajar menghargai hal-hal kecil dengan lembut—dari warna bunga, bebas berekspresi seperti fashion, sampai cara kami menata buku.”

Nilai estetika inilah yang juga membuat banyak perempuan tertarik bergabung. Salah satunya Nia, anggota baru komunitas ini.

“Awalnya aku tertarik karena dokumentasinya cantik banget,” ujarnya sambil tersenyum. “Foto-fotonya elegan, warnanya lembut, dan kelihatan penuh keceriaan. Tapi setelah datang, ternyata lebih dari sekadar visual — di sini aku bisa bebas berekspresi.”

Menurut Nia, suasana di Puan dan Bukunya memberi ruang bagi perempuan untuk tampil apa adanya tanpa harus sempurna.

“Kita bisa bergaya, tertawa, dan berdiskusi dengan santai,” katanya. “Rasanya menyenangkan, karena selain membaca, kita juga belajar menikmati keindahan lewat cara berpikir dan berinteraksi.”

Laporan Pinterest Predicts 2025 mencatat bahwa tren Mindful Aesthetic meningkat hingga 75 persendi kalangan Gen Z. Generasi muda kini mencari keindahan yang menenangkan, bukan hanya visual yang mencolok. Puan dan Bukunya menerapkan konsep itu secara alami — menghadirkan keindahan yang hidup dalam suasana, sikap, dan kesadaran.

Bagi para anggotanya, keindahan di sini bukan sekadar terlihat, tetapi dirasakan: dalam warna yang menenangkan, percakapan yang tulus, dan cara perempuan saling mendengarkan.

Keindahan, di tangan Puan dan Bukunya, menjadi bentuk kelembutan yang tumbuh dari kebersamaan.

Baca Juga