Scroll untuk membaca artikel
Tri Apriyani | Rendy Adrikni S
Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Makarim / [SuaraSulsel.id / Sekretariat Presiden]

Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Menbudristek) Nadiem Makarim belakangan menuai sorotan terkait wacana pembelajaran tatap muka, meski pandemi Covid-19 belum usai.

Menurut mantan bos raksasa teknologi Gojek tersebut, pembelajaran tatap muka sudah tidak efektif dan tidak berjalan optimal. Nggak cuma itu, Nadiem juga bilang pembelajaran daring ini berimbas pada kesehatan mental para murid selama ini.

"Sudah jelas bahwa sudah terlalu lama saat ini proses PJJ terjadi dan kita tidak bisa menunggu lagi dan mengorbankan pembelajaran dan kesehatan mental murid-murid kita," kata Nadiem dalam bincang-bincang daring bersama PDIP seperti dikutip dari CNN Indonesia.

Bukan hanya itu, Nadiem juga khawatir anak-anak tertinggal dalam hal pembelajaran. Menurut Nadiem, hal tersebut bisa memicu bahaya bagi perkembangan generasi masa depan.

Tentunya, dalam pembelajaran tatap muka ini, Nadiem memberikan jaminan protokol kesehatan ketat. Ruang kelas pun hanya diisi 50 persen kapasitas siswa. Nah, guru dan murid pun wajib mengenakan masker selama di sekolah.

Wacana memang mudah, namun eksekusinya yang terkadang tak sesuai harapan dan cenderung sulit. Nadiem seharusnya menyiapkan aturan ketat bagi para tenaga pendidik dan anak didik yang melanggar protokol kesehatan ini.

Kenyataan di lapangan, ketika uji coba pembelajaran tatap muka beberapa waktu silam, banyak terjadi pelanggaran protokol kesehatan oleh tenaga pendidik. Pelanggaran ini bahkan dipergoki sendiri oleh pejabat daerah setempat.

Di salah satu sekolah swasta SMK di Banyumanik, Kota Semarang, Jawa Tengah, misalnya. Pelanggaran protokol kesehatan oleh sejumlah guru cukup membuat gerah Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo ketika melakukan sidak di sana.

Ketika itu, seluruh sekolah di Jateng diizinkan menggelar uji coba pembelajaran tatap muka, tentunya dengan terlebih dahulu mengajukan izin ke Dinas Pendidikan dan Kebudayaan.

Ketika itu, Ganjar langsung masuk ke sekolah untuk mengecek pelaksanaan Uji Kompetensi Keahlian kepada siswa kelas 3. Saat masuk ruang guru, Ganjar memergoki guru yang berbincang berdekatan tanpa memakai masker. Ada pula yang memakai masker, tapi hanya digantungkan di dagu. Pun ada salah satu guru yang berseliweran tanpa masker sama sekali.

"Hayo pakai masker, jangan berkerumun. Guru harus memberikan contoh yang baik. Ini saya ingatkan. Ada tiga catatan saya pagi ini yang harus dievaluasi. Kalau tidak taat prokes, izinnya saya cabut," tegasnya seperti dikutip dari JPNN.com.

Ganjar bukan satu-satunya yang gerah dengan pelanggaran protokol kesehatan. Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka juga pernah menegur guru yang tidak disiplin mengenakan masker saat beraktivitas di sekolah. Teguran Gibran itu bahkan sempat viral di media sosial.

Peristiwa itu terjadi ketika Gibran meninjau persiapan pembelajaran tatap muka di sejumlah sekolah di Solo. Seorang guru ditegur gara-gara tidak mengenakan masker.

Saat itu, Gibran bahkan mengancam akan mencatat nama-nama guru yang tidak mengenakan masker. Mendengar hal itu, para guru sempat tertawa. Namun, Gibran tegas dan menyebut bahwa ancaman itu bukan candaan belaka.

“Tadi yang nggak pakai masker namanya saya catat satu-satu. Ini serius, jangan main-main demi keselamatan anak-anak kita,” kata Gibran dikutip dari Youtube Berita Surakarta.

Meski banyak orangtua yang mungkin setuju dan ada pula yang ragu, hal ini jangan sampai membuat pemerintah lengah dengan longgarnya dan pelanggaran protokol kesehatan, terlebih pembelajaran tatap muka ini akan digelar di tengah kurva pandemi yang belum melandai.

Jika pelanggaran dibiarkan, tentunya bisa menurunkan tingkat kepercayaan publik terhadap praktik pembelajaran tatap muka yang bakal digelar oleh Nadiem. Untuk itu, aturan ketat dan sosialisasi bertahap harus diterapkan agar orangtua bisa dengan tenang menitipkan anak-anaknya ke tenaga pendidik.

Terlebih saat ini, Indonesia tengah mendapatkan ancaman dari 3 varian baru virus Corona, yakni varian B.1.1.7, varian B.1.3.5.1 dan varian B.1.6.1.7. Ketiga varian baru tersebut telah ditemukan di Indonesia. Hal ini tentunya mesti menjadi salah satu pertimbangan Nadiem untuk kembali membuka sekolah Juli mendatang.

Nah, temuan varian baru virus Corona ini menjadi salah satu pertimbangan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) untuk tidak merekomendasikan rencana Nadiem membuka kembali pembelajaran tatap muka Juli mendatang.

"Melihat situasi dan penyebaran Covid-19 di Indonesia, saat ini sekolah tatap muka belum direkomendasikan," demikian bunyi surat rekomendasi dari Pengurus Pusat IDAI.

Menurut IDAI, jika sekolah tatap muka tetap ngotot untuk digelar, pihak penyelenggara mesti menyiapkan blended learning. Dalam hal ini, anak dan orangtua diberikan kebebasan dalam memilih metode pembelajaran luring ataupun daring.

IDAI juga meminta agar guru serta sekolah mencari inovasi baru dalam proses belajar mengajar, misalnya dengan memanfaatkan belajar di ruang terbuka seperti taman, lapangan, hingga sekolah di alam terbuka.

Pun demikian, Nadiem semestinya belajar dari sejumlah negara yang mengalami lonjakan kasus setelah sekolah dibuka kembali. Di Texas, Amerika Serikat, misalnya, pembukaan sekolah kembali memicu ledakan pandemi.

Studi yang dilakukan peneliti dari Universitas Kentucky menyebutkan ada tambahan 43 ribu kasus positif Covid dan 800 kasus kematian setelah sekolah-sekolah di Texas kembali dibuka pada musim panas lalu.

Jadi bagaimana mas menteri? Siapkan untuk membuka sekolah lagi Juli 2021 mendatang?

Rendy Adrikni S