Scroll untuk membaca artikel
Tri Apriyani | Dewangga Putra
Ilustrasi politik (pixabay)

Memasuki tahun 2021, Situasi politik, ekonomi, dan keamanan dunia masih belum stabil karena pandemi Covid-19. Pandemi ini mengakibatkan perlambatan ekonomi dunia dan ketidakpastian hubungan internasional. Untuk menghadapi situasi ini, pendekatan multilateral yang ditekankan oleh Presiden Amerika Serikat, Joe Biden, diharapkan mampu menurunkan tensi konflik di Kawasan, terlebih di Laut Cina Selatan. Kawasan tersebut turut menentukan perdamaian dan stabilitas keamanan negara anggota PBB, termasuk Indonesia.

Saat ini, Indonesia menghadapi sejumlah tantangan dalam rangka menciptakan perdamaian dunia dan mendorong pertumbuhan ekonomi di Kawasan Asia. Berbagai macam tantangan tersebut antara lain:

1. Ketegangan di Laut Cina Selatan Kembali Memanas

Bentuk ketegangan ini misalnya pemerintah China secara sepihak menerbitkan UU (Undang-Undang) baru berkaitan dengan kewenangan penjaga pantainya. Ketegangan ini mencerminkan bahwa rasa saling percaya antar negara yang terlibat dalam konflik Laut China Selatan masih tergolong rendah. Di sisi lain, dilema keamanan bisa mendorong kembali China agar menggelar latihan militer.

2. Ketegangan di Semenanjung Korea

Sampai saat ini, Korut (Korea Utara) masih memutus jalur komunikasinya dengan Korsel (Korea Selatan). Sebelumnya, Korut mengancam akan membatalkan militer dengan Korsel. Hal ini karena Korsel dinilai tidak tegas terhadap pembelot Korut yang menyuarakan narasi anti-pemerintahan Korut.

3. Kekerasan dan Terorisme di ASEAN

Indonesia perlu mewaspadai sikap kelompok teroris Abu Sayyaf. Kasus yang terjadi pada September 2020 telah menewaskan nelayan berkebangsaan Indonesia yang disandera kelompok teroris Abu Sayyaf. Selain itu, pada November 2020, empat warga Sulawesi dibunuh dari rumah ibadah dan tujuh rumah warga dibakar oleh kelompok teroris Mujahidin Indonesia Timur.

4. Kesepakatan Ekonomi Komprehensif Regional (RCEP)

Perdagangan ini memang bisa menjanjikan pemulihan ekonomi di wilayahnya pasca pandemi. Hanya saja, Indonesia akan menghadapi persaingan ketat. Kondisi ini tak terlepas karena China, Jepang, dan Korsel turut berpatisipasi dalam kemitraan ini. Jika memang terjadi, negara tersebut akan diuntungkan karena mereka bisa memengaruhi regulasi perdagangan regional. Hal ini karena mereka memiliki kekuatan ekonomi dan geoplitik lebih besar.

Berkaca pada kasus di atas, politik luar negeri bebas aktif merupakan kunci untuk menghadapi tantangan tersebut agar Indonesia mampu meraih kepentingan, ideologi, kepentingan pertahanan dan ekonomi. Adapun politik luar negeri yang bisa dilakukan Indonesia sebagai berikut:

1. Indonesia Harus Bersikap Tegas Dengan Cara Menolak Memihak Pada Aktor Besar Manapun.

Langkah ini bertujuan untuk menciptakan keseimbangan kekuatan di Kawasan ASEAN dan mempertahankan sentralitas ASEAN. Indonesia harus terus mendesak seluruh pihak yang terlibat agar mematuhi hukum Laut Internasional. Selain itu, Indonesia juga perlu menolak secara tegas sembilan garis putus (nine-dash line) yang sejauh ini dijadikan patokan dasar klaim historis China di Laut China Selatan.

2. Pemerintah Indonesia Bisa Membangun Kembali Kepercayaan di Antara Korut dan Korsel

Langkah ini bisa dilakukan dengan cara menawarkan diri sebagai mediator yang mungkin bisa diterima keduanya. Selain itu, Indonesia bisa memanfaatkan legitimasi kepemimpinan dalam KAA (Konferensi Asia Afrika)  untuk berdiplomasi demi tercapainya perdamaian di semenanjung Korea. Kontribusi ini bisa meningkatkan peranan politik bebas aktif Indonesia sebagai negara menengah.

3. Pemerintah Bisa Meningkatkan Kerja Sama Antar Negara di Kawasan

Peningkatan kerja sama ini agar dapat mengoptimalkan deradikalisasi, melawan radikalisme, serta memberantas terorisme. Pemerintah perlu meningkatkan kerja sama dengan seluruh stakeholder, termasuk akademisi. Selain itu, aktor non-negara lain juga perlu dilibatkan, seperti LSM Wahid Foundation di Jakarta dan Tanoker Ledokombo di Jawa Timur.

4. Pemerintah Perlu Meningkatkan Kualitas SDM Serta Memperkuat Sektor Pariwisata, Otomotif, Tekstil, dan Telekomunikasi.

Kondisi ini terjadi karena persaingan antar negara lebih kuat setelah tercapainya RCEP. RCEP adalah blok dagang terbesar di dunia yang memiliki populasi 30% (2,2 miliar penduduk) dari total penduduk dunia dan diikuti oleh 15 negara. Oleh karena itu, pemerintah harus bisa memaksimalkan diplomasi ekonomi agar mampu memperluas kemitraan pelaku industri lokal dan pangsa pasar. Dengan berbagai langkah ini, Indonesia mampu mencapai kepentingan nasionalnya.

Berbagai macam isu politik yang terjadi di Kawasan Asia, memberikan tantangan yang luar biasa bagi Indonesia. Tantangan ini memberikan kesempatan bagi Indonesia untuk menjalankan politik luar negeri agar Indonesia tetpa eksis dan memiliki peran signifikan, baik  dalam kancah regional ASEAN maupun Asia.

Di sisi lain, politik luar negeri juga merupakan sebuah instumen untuk mencapai kepentingan domestik Indonesia. Oleh karena itu, Indonesia perlu memfokuskan pendekatan multilateral dalam menjalankan politik luar negeri. Dengan begitu, politik luar negeri yang dilakukan Indonesia tidak menimbulkan masalah baru. Melainkan, sebagai penyeimbang langkah diplomasi melalui orientasi politik yang bebas aktif.

Oleh: Dewangga Putra Mikola / Mahasiswa Jurusan Administrasi Publik, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Yogyakarta

Dewangga Putra