Scroll untuk membaca artikel
Tri Apriyani | Ersa Ardianti
Ilustrasi work from home (freepik)

Pada 11 Maret 2020 World Health Organization (WHO) menyatakan wabah Covid-19 sebagai pandemi global. Masyarakat dituntut melakukan social distancing dan physical distancing dengan menjaga jarak dan membatasi kerumunan. Hal tersebut dilakukan untuk menekan penyebaran virus Covid-19.

Pembatasan kegiatan sosial tersebut menyebabkan terjadinya perubahan di berbagai aspek kehidupan masyarakat global serta penurunan produktivitas di bidang ekonomi, sosial, maupun psikologis.

Sebagai respon akan hal tersebut beberapa negara memberlakukan kebijakan Work From Home (WFH) yang dinilai sebagai salah satu cara strategis untuk mengurangi penyebaran Covid-19, serta untuk menjaga produktivitas nasionalnya.

Hal ini sejalan dengan survei yang dilakukan oleh Gartner.Inc terhadap 800 eksekutif SDM global pada 17 Maret 2020, hasilnya sebanyak 88% organisasi di dunia telah mendorong atau mengharuskan pegawainya bekerja dari rumah.

Penerapan Work From Home di Tiongkok, Philipina, dan Singapura

Tiongkok menjadi negara pertama yang mengusung kebijakan ini. WFH di Tiongkok telah berlangsung sejak perayaan Tahun Baru Cina yang diterapkan pada 60% lebih perusahaan di beberapa kota besar di Tiongkok.

Pegawai sektor privat maupun publik di negara itu diharuskan untuk beradaptasi dengan cepat terhadap situasi kerja dari rumah dengan mengandalkan aplikasi WeChat Work, DingTalk, dan Lark.

Selain itu, pada akhir Januari 2020, Pemerintah Hong Kong juga telah memperbolehkan 176.000 pegawai sektor publik bekerja dari rumah, kecuali pegawai yang bertugas pada layanan publik darurat dan penting.

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Bloom, Liang, Roberts, dan Ying tentang penerapan WFH di China menunjukkan bahwa terjadi peningkatan kinerja pegawai yang signifikan (13%) – terjadi peningkatan 9% pegawai yang bekerja lebih lama dari waktu kerja normal dan 4% pegawai yang kinerjanya menunjukkan hasil yang lebih tinggi per menit.

Sementara di Philipina, penerapan WFH sudah dikenal sebelum pandemi Covid-19 melanda, tepatnya pada 2018. Pemerintah Philipina mengeluarkan regulasi terkait implementasi WFH yang dikenal dengan Telecommuting Act atau Republic Act No. 11165.

Regulasi ini menekankan pada kewajiban pemberi kerja agar berlaku adil dalam memperlakukan pegawai telecommuting dari segi gaji, beban kerja, dan jatah cuti.

Kemudian, pada 2020 ketika pandemi melanda melalui Department of Labor and Employment (DOLE), pemerintah setempat mengeluarkan pedoman tambahan bagi pekerja selama durasi lockdown di Manila.

Salah satu poin pentingnya adalah menganjurkan perusahaan di Philipina untuk menerapkan WFH, mengurangi jam kerja, melakukan rotasi pekerja dan pemindahan paksa.

Selanjutnya, di Singapura kebijakan WFH diselenggarakan dibawah Infectious Disease Act, yaitu badan yang memiliki kewenangan untuk memberlakukan sanksi penjara bagi perusahaan yang melanggar peraturan pemerintah terkait penanganan pandemi Covid-19, salah satunya kebijakan WFH.

Sektor publik di Singapura sendiri berperan sebagai sektor utama yang memimpin penerapan WFH selama pandemi Covid-19. Badan-badan pelayanan publik di Singapura melalui Public Service Division (PSD) bertugas untuk terus mengintensifkan implementasi WFH serta memastikan ketersediaan layanan publik agar tidak terputus saat pandemi Covid-19.

Dilansir dari laman psd.gov.sg, PSD juga bertugas menjabarkan implementasi kebijakan jaga jarak pada sektor publik, salah satunya pengenalan sistem telekomuting dan penggunaan video teleconference.

Penerapan Work From Home di Indonesia

Penerapan WFH di Indonesia sendiri sudah sempat dijadikan wacana pada akhir 2019. Saat itu mantan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB), Syafruddin, menyatakan bahwa Aparatur Sipil Negara (ASN) di masa depan bisa bekerja dari rumah dengan didukung oleh perkembangan informasi yang semakin maju sehingga akan berdampak positif bagi fleksibilitas kerja ASN.

Salah satu bentuk pemanfaatan teknologi yang telah diterapkan oleh pemerintah, yaitu e-government yang mengadaptasi pemanfaatan teknologi pada berbagai sistem pemerintahan, seperti perencanaan, penganggaran, penyusunan organisasi hingga sasaran kinerja pegawai (SKP) yang dilakukan secara fleksibel tanpa dipengaruhi oleh waktu dan tempat.

Selanjutnya pada tahun yang sama Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Laksana Tri Handoko menyatakan bahwa jam kerja yang fleksibel akan membuat para pegawai lebih leluasa menyeimbangkan kehidupan pribadi dan pekerjaannya.

Ketika kasus Covid-19 pertama kali ditemukan di Indonesia, pertambahan kasus positif Covid-19 terus mengalami peningkatan yang signifikan. Sebagai respons atas hal tersebut, Presiden Joko Widodo mengimbau masyarakat Indonesia khususnya ASN dan perusahaan-perusahaan swasta untuk memberlakukan kebijakan bekerja dari rumah (WFH) bagi pegawainya.

Selanjutnya, kebijakan WFH juga telah ditindaklanjuti oleh Menteri PAN-RB melalui Surat Edaran Nomor 19 Tahun 2020 tentang Penyesuaian Sistem Kerja Aparatur Sipil Negara dalam Upaya Pencegahan Covid-19 di Lingkungan Instansi Pemerintah.

SE tersebut kemudian dijadikan pedoman bagi ASN untuk bekerja secara WFH dalam melaksanakan tugas kedinasan.

Hambatan Pelaksanaan Work From Home di Indonesia

Dalam proses implementasi kebijakan WFH bagi para ASN di Indonesia ditemukan sejumlah hambatan, diantaranya terkait pelaksanaan kerja para ASN, seperti pengawasan kerja dan pengaturan kerja. Dalam aspek pengawasan, WFH bagi para ASN dinilai akan membuat ASN menjadi malas bekerja karena merasa tidak diawasi jika bekerja dari rumah.

Pengawasan kinerja ASN yang dilakukan secara jarak jauh selama masa WFH juga dapat menimbulkan permasalahan baru karena tidak semua unsur ASN mampu melaksanakan pengawasan kinerja secara jarak jauh.

Selain itu, tidak semua pekerjaan bisa dilakukan dari rumah. Sebagai contoh, pekerjaan terkait layanan publik yang harus dilakukan dengan bertatap muka dengan masyarakat, maka harus tetap dilakukan di kantor atau instansi terkait.

Selanjutnya, kebijakan pelaksanaan WFH bagi ASN akan berdampak pada perubahan pengaturan kerja. Kebijakan WFH juga akan mengubah deskripsi pekerjaan untuk menyesuaikan dengan kebutuhan, kelangsungan, dan kelancaran WFH bagi ASN.

Sebagai contoh, berdasarkan SE 19/2020 Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) akan mengalami perubahan untuk melaksanakan tugas, yaitu dengan melakukan pengawasan dalam pembagian kerja pada ASN secara jarak jauh selama masa WFH.

Kebijakan WFH juga dapat mengubah cara kerja ASN. Perubahan cara kerja ASN yang menggunakan sistem telecommuting akan menuntut ASN untuk melek dan menguasai teknologi demi untuk menunjang kinerjanya. Namun, di Indonesia sendiri masih banyak daerah yang tidak melek teknologi sehingga akan mengalami kesulitan dalam penerapan kebijakan WFH ini.

Hal tersebut didukung dengan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2018, tercatat indeks pembangunan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) di Indonesia belum mumpuni karena indikator penggunaan internet di Indonesia baru mencapai angka 4,44 dari skala 1-10.

Berdasarkan hal tersebut, kebijakan WFH berpotensi pada penurunan kinerja pegawai, karena pegawai tidak dapat saling mempengaruhi dan saling bertukar keterampilan satu sama lain.

Manajer dan atasan juga mengalami kesulitan untuk melakukan pengawasan dan memantau kinerja para pegawainya ketika melakukan pekerjaan dari rumah.

Lebih lanjut, bekerja dari rumah akan menimbulkan kekhawatiran pegawai akan kehilangan peluang untuk promosi, penghargaan, serta ulasan kerja positif dari atasan yang tentunya akan berdampak pada penurunan kinerjanya.

Solusi Alternatif Menjaga Kinerja ASN pada Implementasi Kebijakan Work From Home

Dalam upaya mencegah terjadinya penurunan kinerja ASN selama implementasi kebijakan WFH, pemerintahan di tingkat pusat maupun daerah perlu meningkatkan kualitas kerja, produktivitas, ketepatan waktu, pengetahuan kerja, dan kemampuan ASN untuk bekerja dengan orang lain di lingkungan instansinya melalui beberapa cara.

Salah satunya, perlu diterapkan peraturan yang mengikat mengenai perubahan Standar Operasional Prosedur (SOP) yang jelas, penyesuaian beban kerja, serta penetapan target kerja lebih detail yang disesuaikan dengan kebutuhan WFH di masing-masing instansi pemerintah demi menaungi dan menjamin pelaksanaan kerja ASN di lingkungan instansinya.

Kementerian/Lembaga juga didorong untuk menyelenggarakan pelatihan-pelatihan tertentu yang disesuaikan dengan kebutuhan ASN dalam melaksanakan pekerjaan selama pelaksanaan WFH.

Salah satu contoh pelatihan tersebut dapat berupa pelatihan penggunaan aplikasi Kementerian/Lembaga yang dapat menunjang efektivitas pelaksanaan pekerjaan selama implementasi WFH di instansi terkait.

Pelatihan tersebut juga dapat difokuskan untuk peningkatan kemampuan ASN di bidang IT demi untuk menjaga produktivitas ASN tetap optimal selama implementasi WFH.

Pemimpin pada masing-masing instansi pemerintah juga perlu untuk memberikan dukungan kepada pegawainya berupa motivasi sebagai penunjang untuk memaksimalkan implementasi dari perubahan sistem kerja selama penerapan kebijakan WFH.

Peningkatan sistem pengawasan daring terhadap kinerja ASN melalui Kementerian/Lembaga terkait juga perlu diperhatikan selama pelaksanaan WFH.

Instansi terkait juga perlu memastikan sarana dan prasarana yang dibutuhkan oleh ASN dapat disediakan dengan merata pada setiap unit demi untuk menunjang kegiatan kerja agar dapat bekerja dengan nyaman.

Instansi pemerintah juga perlu mengembangkan sistem informasi berbasis elektronik yang terlegitimasi dan terintegrasi sehingga dapat memudahkan proses koordinasi dan pelaporan hasil kerja.

Lebih lanjut, instansi pemerintah perlu mengalokasikan dana sebagai bentuk dukungan berupa subsidi kuota internet, laptop kepada ASN dan infrastruktur penunjang WFH lainnya.


Referensi:

  • Dai, S. (2020). Workers at more than 60 per cent of Chinese companies still telecommuting amid coronavirus lockdown, says Baidu. Retrieved Juni 11, 2021.
  • Horwitz, Yang & Tham. (2020). China virus white collar class to work from home. Retrieved Juni 11, 2021.
  • Yeung, J. (2020). The World's Biggest Work-from-home Experiment has been Triggered by Coronavirus. Retrieved Juni 11, 2021.
  • Bloom, N., Liang, J., Roberts, J., & Ying, Z. J. (2014). Does Working From Home Work? Evidence From A Chinese Experiment.
  • Buan, L. (2020). LIST: Guidelines For Workers, Employed or Self-employed, in The Metro Lockdown. Retrieved Juni 11, 2021.
  • Yong, M. (2020). COVID-19: Jail, Fines for Employers Who do not Allow Employees to Work From Home Where Possible. Retrieved Juni 11, 2021.
  • Channel News Asia. (2020). Public Sector Adopts Telecommuting, Split Shifts as Part of COVID-19 Safe Distancing Measures. Retrieved Juni 11, 2021
  • Prasojo, E. (2020). Tatanan Baru Birokrasi Pasca Covid-19 Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (p. 18). Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi.
  • Egeham, L. (2019). Wacana PNS Kerja Fleksibel, LIPI Ternyata Sudah Lama Menerapkannya. Retrieved Juni 11, 2021.
  • Yuniartha, L. (2020). PNS Diizinkan Kerja dari Rumah, Kemenpan RB: Ini Bukan Libur. Retrieved Juni 11, 2021, from Kontan.co.id: 

Ersa Ardianti