Sudah tidak asing lagi bagi kita untuk mendegar kata konsumtif. Konsumtif sendiri bisa dilakukan dengan alasan untuk mencapai kesenangan pada individu. Semakin berkembangnya jaman, semakin banyak pula penyedia kebutuhan untuk para konsumen baik online atau offline store. Barang yang di jual-pun bersifat eye-catching dimana dapat membuat hasrat pembelian meningkat dikarenakan design dan warna yang lucu. Lalu dari mana datangnya perilaku konsumtif pada konsumen?
1. Barang Limited Edition
Limited Edition sendiri merupakan trik marketing yang bisa diimplementasikan dan terbukti efektif untuk menggaet hasrat pembelian pada konsumen. Siapa yang tidak tertarik dengan barang limited? Barang limited memang ditargetkan untuk konsumen dimana mereka tidak ingin barangnya pasaran (mudah ditemui). Selain itu, bahan, warna, serta design uniklah yang membuat bergejolaknya hasrat pembelian konsumen dan merasa bahwa mereka harus mendapatkannya saat itu juga. Tidak heran jika barang ini membuat antrian Panjang dan habis dalam waktu sekejap.
2. Quality Time Bersama Keluarga atau Teman
Pernakah merasa jika kalian sedang berada di pusat perbelanjaan dan seketika rasa ingin membeli barang tersebut meningkat? Hal itu wajar dirasakan terlebih dihadapkan pada barang yang bervariasi dan sesuai dengan selera kita. Semakin lama kita menghabiskan waktu bersama orang terdekat, semakin besar pula peluang untuk berbelanja. Anggap saja kita di mall selama satu jam, pasti kita bisa membeli makanan atau minuman. Jika lebih dari satu jam, kemungkinan untuk membeli barang yang konsumtif semakin besar, seperti untuk hobby atau pakaian. Sifat konsumtif pada kategori ini juga akan kemungkinan besar terjadi setiap bulannya apabila kita tergabung pada group sosialita dimana mereka memiliki hobi untuk berbelanja barang branded.
3. Keperluan Self-Reward
Kondisi ini terjadi ketika konsumen berjanji pada dirinya sendiri bahwa ia akan membelanjakan dirinya sesuatu ketika berhasil melewati masa sulit atau berhasil menyelesaikan pekerjaan yang berat. Pasti kalian pernah melakukannya, entah itu hanya membeli makanan seharga lima ribu atau bahkan bisa sampai jutaan. Kisaran harga ini juga tergantung pada besaran pendapatan setiap orang. Semakin tinggi penghasilan seseorang, maka semakin besar pula barang “self-reward” yang akan mereka beli.
4. Up to Date pada Trend Tertentu
Masih banyak kita temukan konsumen yang memiliki sifat tidak mau tertinggal oleh yang lain. Meskipun barang yang ia gunakan masih layak, namun karena rasa gengsi dan selalu ingin tampil trendy-lah yang membuat konsumen membeli barang terbaru. Kita ambil contoh seperti fashion dan barang elektronik terutama pada HP. Pada kategori ini, bisa juga mereka memang memiliki hobi untuk memiliki produk terbaru entah itu pada bidang fashion, teknologi, atau kuliner.
5. Keperluan Hadiah
Untuk hal ini, konsumen akan berbelanja untuk orang lain entah itu hadiah pada hari pernikahan teman, kado ulang tahun, hadiah lulus kuliah, perpisahan dengan seseorang dan lain-lain. Ketika seorang konsumen membeli hadiah, ia akan merasa bahwa dirinya harus memberikan yang terbaik dengan catatan sesuai dengan budget pada individu dan jika konsumen tidak memberikan hadiah, maka ia akan merasa tidak enak hati serta merasa bersalah karena tidak bisa memberikan kesan yang baik pada hari spesial orang yang bersangkutan.
6. Adiktif pada Penawaran
Biasanya hal ini sangat ahli dilakukan oleh ibu-ibu. Entah mengapa sifat tawar menawar memang tidak bisa terlepas pada jiwa mereka. Namun, tidak menutup kemungkinan bagi yang lainnya dalam memiliki skill tawar menawar tersebut. Ketika konsumen berhasil melakukan penawaran maka mereka merasa bahwa trik mereka sukses untuk mendapatkan barang yang murah dan akan berakibat pada pembelian lebih dari satu barang. Penawaran lainnya bisa didapatkan dari diskon, bundle, buy 1 get 1 yang disediakan oleh pihak pertokoan.
Dari keenam pemicu hasrat konsumtif diatas, bisa kita simpulkan bahwa memang kebanyakan konsumen tidak bisa menghindari hal ini. Sekalipun bisa pasti akan terasa sulit. Konsumen merasa bahwa setelah berbelanja, mereka akan mendapatkan kepuasan tersendiri karena bisa memenuhi kebutuhannya serta bisa membuat orang lain bahagia terutama pada faktor “Keperluan Hadiah”. Maka dari itu, disarankan bahwa kita harus membuat “budget” per-bulan sebagai batas untuk berbelanja konsumtif agar kita tidak menyesal di kemudian hari.
Penulis: Raden Roro Ailsa Shafira Maheswari, Mahasiswi Universitas Jenderal Soedirman Jurusan Manajemen
Baca Juga
Artikel Terkait
-
Perilaku Konsumtif, Fenomena Latte Factor dan Efek terhadap Keuangan Gen Z
-
Mengatasi Gaya Hidup Konsumtif dari Tren FOMO dalam Kacamata Ekonomi Islam
-
5 Dampak Negatif Sikap Konsumtif pada Barang Mewah, Picu Tekanan Psikologis
-
Stop Berperilaku Konsumtif! Manfaatkan Uang dengan 4 Cara ini
-
Kecanduan Belanja atau Shopaholic: Tanda, Penyebab, dan Cara Mengatasinya
Kolom
-
Menggali Xenoglosofilia: Apa yang Membuat Kita Tertarik pada Bahasa Asing?
-
Apatis atau Aktif? Menguak Peran Pemilih Muda dalam Pilkada
-
Mengupas Tantangan dan Indikator Awal Kredibilitas Pemimpin di Hari Pertama
-
Mempelajari Efektivitas Template Braille pada Pesta Demokrasi
-
Transparansi Menjaga Demokrasi di Balik Layar Pemilu, Wacana atau Nyata?
Terkini
-
PSSI Targetkan Timnas Indonesia Diperingkat ke-50 Dunia pada Tahun 2045 Mandatang
-
Review Gunpowder Milkshake: Ketika Aksi Bertemu dengan Seni Visual
-
Memerankan Ibu Egois di Family by Choice, Kim Hye Eun: Saya Siap Dihujat
-
3 Serum yang Mengandung Tranexamic Acid, Ampuh Pudarkan Bekas Jerawat Membandel
-
3 Varian Cleansing Balm Dear Me Beauty untuk Kulit Kering hingga Berjerawat