Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) telah lama diterapkan di masyarakat, mulai dari PPKM Mikro hingga PPKM Darurat yang baru-baru ini ditetapkan.
Kebijakan pemberlakuan ini diupayakan sebagai langkah pemerintah dalam menekan laju persebaran Covid-19 di masyarakat. Tentunya, kebijakan tersebut direalisasikan dalam berbagai bentuk aturan yang mengikat kegiatan dalam kehidupan bermasyarakat.
Aturan-aturan yang ditetapkan tersebut diiringi dengan diberlakukannya sanksi sebagai responsif atas penegakan aturan kebijakan pembatasan. Telah banyak pemberitaan miring yang tersebar di masyarakat atas pemberian sanksi terhadap pihak-pihak yang ketahuan melanggar aturan kebijakan pembatasan yang berlaku. Misalnya seperti menimbulkan kerumunan, melanggar aturan kapasitas, jam operasional hingga pada teknis pembukaan bidang usaha.
Isu miring mengenai sanksi tersebut didasari pada ketidaksamarataan atas penjatuhan sanksi terhadap pelanggar aturan kebijakan pembatasan. Banyak yang menilai, sanksi bersifat karet. Ketika ketat bagi rakyat kaum bawah dan longgar bagi masyarakat elite. Tentunya, beredarnya isu miring itu dipicu oleh fenomena yang secara nyata hadir ditengah masyarakat.
Mungkin masih segar di ingatan masyarakat kita, dimana beberapa waktu yang lalu McDonald’s telah menimbulkan banyak kerumunan akibat rilisnya BTS Meal. Dengan beberapa pelanggaran yang dilakukan oleh pihak tersebut, beberapa gerai dijatuhi sanksi berupa denda sebesar lima ratus ribu rupiah.
Nominal yang sangat tidak sesuai dengan kondisi yang terhampar didepan mata. Sangat berbeda jauh, dengan kejadian dimana terdapat seorang penjual bubur yang didenda lima juta rupiah atas pelanggarannya dalam melayani dine in untuk empat orang pelanggan.
Karetnya sanksi tersebut tentunya menyebarkan banyak kemarahan di masyarakat. Penertiban dinilai tajam kebawah dan tumpul keatas. Roda ekonomi para pedagang kaki lima seolah ditekan lebih dalam dibandingkan para pelaku usaha elite.
Tentunya masyarakat berharap, aparat ataupun pemerintah dapat lebih adil lagi dalam melakukan penertiban atas aturan-aturan dari kebijakan pembatasan yang berlaku. Lebihnya, masyarakat kaum bawah juga berharap pemerintah dapat lebih memikirkan nasib mereka yang bergantung pada penghasilan setiap harinya.
Baca Juga
-
Hari Ketiga Arctic Open 2024, Tujuh Wakil Indonesia Siap Bertanding!
-
Siap Bertanding di Arctic Open 2024, Jonatan Christie Hadapi Andalan Taipei
-
Babak Awal Arctic Open 2024, Rehan/Lisa Siap Melawan Juara Canada Open
-
Kembali Hadapi Wakil Denmark, Gregoria Mariska Siap untuk Arctic Open 2024
-
Arctic Open 2024, Fajar/Rian Hadapi Unggulan Taipei di Babak Awal
Artikel Terkait
-
Gangguan Mental Memperburuk Kondisi Diabetes? Ini Penjelasan Dokter
-
Viral! Shinta Arsinta Menyanyikan Gus Dur Pendekar Rakyat, Simak Liriknya
-
Lagu Gusdur Pendekar Rakyat Populer di Youtube, Berisi Pesan Korban Ambisi Politik
-
Mahfud MD Unggah Tulisan Sukidi, Sindir Oknum Aparat Lindungi Judi
-
BRI Perkuat Sinergi Perbankan Nasional lewat Treasury Banking Summit
Kolom
-
Anak Muda dan Traveling: Melarikan Diri atau Mencari Jati Diri?
-
Menggali Tradisi Sosial dengan Dinamika Tak Terduga Melalui Arisan
-
Fenomena Lampu Kuning: Ritual Keberanian atau Kebodohan?
-
Melawan Sunyi, Membangun Diri: Inklusivitas Tuna Rungu dan Wicara ADECO DIY
-
Ujian Nasional dan Tantangan Integritas Pendidikan Indonesia
Terkini
-
Marselino Ferdinan Dipanggil Timnas Indonesia untuk AFF Cup 2024, Akankan Klub Beri Izin?
-
3 Film Sydney Sweeney yang Tak Boleh Kamu Lewatkan, Terbaru Ada Eden!
-
Sinopsis Drama Korea The Tale of Lady Ok, Dibintangi Lim Ji Yeon dan Choo Young Woo
-
Review Film Hotel Pula, Ketika Trauma Perang Memengaruhi Kehidupan Seseorang
-
3 Red Peeling Serum yang Bikin Wajah Mulus dan Cerah, Harga Rp50 Ribuan