Hari sudah sore, tapi istri saya belum juga ke dapur untuk masak. Padahal perut saya terus berbunyi, sedangkan di dapur tidak ada kopi dan nasi. Anehnya, istri saya tidak peduli. Dia sibuk di depan laptop, mengadakan pertemuan online dengan wali murid, membahas acara sekolah untuk memperingati hari kemerdekaan Republik Indonesia (RI).
Seru juga pertemuan itu. Beberapa orang setuju dengan kegiatan yang diadakan sekolah. Sebagian lagi menolak. Banyak juga yang abu-abu. Artinya setuju tapi dengan beberapa syarat. Intinya, setiap orang berkicau dengan berbagai komentar dan alasan.
Kelompok wali murid yang setuju bilang kalau kemerdekaan RI perlu diadakan, karena akan memperkuat rasa cinta tanah air. Kelompok wali murid yang menolak mengingatkan kalau sedang masa pandemi Covid. Jadi, peringatan kemerdekaan RI sebaiknya ditunda dulu untuk saat ini. Solusi lainnya bisa diadakan tapi secara online.
Cara online itu disetujui golongan abu-abu. Dikatakan abu-abu karena dalam waktu bersamaan, mereka juga setuju kalau peringatan kemerdekaan RI diadakan langsung, asal sesuai peraturan yang berlaku dengan menjaga protokol kesehatan.
Protokol kesehatan yang dimaksud adalah jaga jarak, selalu cuci tangan dengan sabun, dan juga memakai masker.
Harus saya akui, pertemuan online ini patut diacungi jempol. Ini bukti nyata keluarga atau orang tua berpartisipasi dalam pendidikan anak terkait kegiatan sekolah.
Masalahnya pada golongan wali murid keempat. Golongan ini paling keras menyuarakan aspirasi. Sebut saja mereka golongan wali murid oposisi.
Saya namakan golongan oposisi karena berada di luar ketiga golongan wali murid yang dijelaskan tadi. Mereka selalu mengkritik keputusan, tapi kalau ditanya solusi bungkam. Kalaupun bersuara, kadang suaranya tidak sesuai subtansi. Bahkan dalam berpendapat bukan mengutamakan argumen, tapi sentimen.
Golongan inilah yang membuat rapat online molor. Sedangkan perut saya terus berbunyi dan di dapur tidak ada nasi. Sementara itu, istri saya sepertinya tidak peduli.
Dia terus memoderatori para wali murid itu dalam menyampaikan pendapat. Bahkan selalu mengembangkan pertanyaan baru, sehingga pertemuan online itu makin panjang.
Akhirnya saya tidak betah. Rasa lapar itu seperti rumput kering di tengah kemarau panjang. Disulut api kecil pasti akan terbakar.
Tanpa pikir panjang, saya rebut headset yang dipakai istri saya. Saya pasang benda elektronik itu ke telinga lalu dengan suara lantang saya berkata kepada mereka.
"Bapak dan Ibu sekalian yang terhormat, mohon maaf saya menyela. Sepenuhnya saya tahu dan sadar negara kita adalah negara demokrasi. Dalam negara ini semua orang berhak berpendapat atau memilih bungkam diri.
Hal lain yang paling penting perbebatan rapat online ini tidak perlu terjadi. Apalagi jika kita memahami tugas dan tanggung jawab kita sebagai orang tua, terutama dalam hal berpartisipasi dalam kegiatan sekolah.
Partisipasi orang tua dalam kegiatan sekolah ini diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) RI Nomor 30 Tahun 2017 tentang Pelibatan Keluarga pada Penyelenggaraan Pendidikan.
Menurut Permendikbud tersebut bentuk partisipasi orang tua di sekolah antara lain.
- Menghadiri pertemuan yang diselenggarakan satuan pendidikan.
- Mengikuti kelas orang tua.
- Menjadi narasumber kegiatan di satuan pendidikan.
- Berperan aktif dalam kegiatan pentas kelas akhir tahun pembelajaran.
- Berpartisipasi dalam kegiatan kokurikuler, ekstrakurikuler, dan kegiatan lain untuk pengembangan diri anak.
- Bersedia menjadi anggota Komite Sekolah.
- Berperan aktif dalam kegiatan Komite Sekolah.
- Menjadi anggota tim pencegahan kekerasan di satuan pendidikan.
- Berperan aktif dalam pencegahan pornografi, pornoaksi, dan penyalahgunaan narkoba, psikotropika, dan zat adiktif lainnya (NAPZA).
- Memfasilitasi dan berperan dalam kegiatan penguatan pendidikan karakter anak di satuan pendidikan.
Demikian Bapak dan Ibu sekalian semoga yang saya sampaikan dapat dijadikan referensi sehingga perdebatan ini bisa diakhiri".
Istri saya yang sejak tadi berada di sebelah saya senyam-senyum sendiri. Saya jadi heran. Lalu saya lihat layar laptop. Ternyata selama saya ngomong panjang lebar tadi dia klik tombol mute di pojok kiri.
Penulis : Ilham Wahyu Hidayat, Pendidik
Tag
Baca Juga
Artikel Terkait
-
Pentingnya Fasilitas Pendidikan Terintegrasi dengan Perumahan: Investasi Terbaik untuk Masa Depan
-
Lucky Hakim Lulusan Mana? Namanya Terseret Drama Nina Agustina Labrak Warga
-
Pendidikan Melly Goeslaw, Sentil Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Pakai Lagu saat Rapat DPR
-
Guru dan Masa Depan yang Dikorbankan: Refleksi Profesi yang Terabaikan
-
Pandji Pragiwaksono Sarjana Apa? Tertawakan Momen Denny Sumargo Ucap 'Siri Na Pacce'
Kolom
-
Guru dan Masa Depan yang Dikorbankan: Refleksi Profesi yang Terabaikan
-
Soroti Pernyataan Mendikti, Alumni LPDP Tidak Harus Pulang, Setuju Tidak?
-
Menghargai Pekerjaannya, Menghargai Kebutuhannya: Realitas Gaji Guru
-
Indonesia dan Lunturnya Budaya Malu, dari "Jam Karet" hingga Korupsi
-
Simak! Ini Pentingnya Penguasaan Calistung dalam Pendidikan Dini
Terkini
-
Sinopsis Citadel: Honey Bunny, Series Terbaru Varun Dhawan di Prime Video
-
4 Rekomendasi Film yang Dibintangi Dakota Fanning, Terbaru Ada The Watchers
-
Sukses! Mahasiswa Amikom Yogyakarta Adakan Sosialisasi Pelatihan Desain Grafis
-
EXO 'Monster': Pemberontakan dari Psikis Babak Belur yang Diselamatkan Cinta
-
Tayang 22 November, Ini 4 Pemain Utama Drama Korea When The Phone Rings