Scroll untuk membaca artikel
Hernawan | Ilham Wahyu Hid
Ilustrasi guru mengajar. (Shutterstock)

Saya benar-benar jengkel. Bagaimana tidak? Dalam satu minggu, empat guru mata pelajaran (mapel) menghubungi saya. Semuanya mengeluh soal kelas yang saya bina. Rata-rata keluhan mereka subtansinya mirip, walau tidak senada.

Yang pertama menghubungi guru mapel Matematika. Beliau bilang, siswa di kelas yang saya bina jarang hadir dalam kelas online-nya. Satu lagi guru mapel IPA. Beliau ini menyampaikan kalau anak-anak tidak pernah mau mengumpulkan tugas.

Ketiga guru mapel olahraga. Keluhan guru ini sama dengan guru Matematika. Sedangkan yang terakhir guru Seni Budaya. Katanya anak-anak di kelas yang saya bina itu tidak mau join ke grup kelas mapel itu meski link sudah dibagikan.

Saya tidak dapat membantah semua keluhan itu karena disertai data. Ada yang memberikan screenshoot saat pembelajaran. Lainnya memberikan daftar absensi siswa yang semuanya memang menunjukkan ketidakaktifan siswa. Ini artinya, kelas yang saya bina memang bermasalah.

Masalahnya, kenapa semua guru itu harus mengeluh pada saya? Apakah karena saya wali kelas, maka harus jadi kotak saran penampung keluhan? Kalau yang dipermasalahkan masalah rendahnya motivasi belajar siswa dalam belajar online selama masa pandemi Covid-19, bukankah akan sangat bijak kalau semua guru harusnya bisa introspeksi diri?

Guru harus sadar pandemi Covid-19 ini memang terlalu panjang. Selama satu tahun lebih siswa harus belajar di rumah. Sedangkan di rumah, siswa sendiri bisa jadi juga bosan dengan pola belajar mengajar yang diterapkan guru dalam keseharian.

Sekedar saran saja, dan bukannya saya ini sok pintar. Ada kalanya siswa perlu dibebaskan sesekali dari tugas selama belajar di rumah. Tujuannya agar mereka tidak stres. Artinya guru tetap memberi materi pelajaran tapi tanpa disertai penugasan.

Kalau pun penugasan itu sifatnya memang perlu, ada baiknya juga tidak memberatkan siswa. Tidak perlu saya sebutkan detail contoh tugas yang berat ini. Para guru sudah pasti tahu sendirilah.

Hal lain yang perlu diperhatikan guru selama melaksanakan proses belajar mengajar dari rumah tentu adalah metode yang digunakan Terkait hal ini, ada baiknya kalau guru lebih kreatif dalam mencari cara-cara baru yang sekiranya menarik bagi siswa.

Sekedar masukan saja. Mengajar online itu tidak harus menggunakan aplikasi semacam Zoom, Google Meet, dan aplikasi meeting lainnya. Selain aplikasi itu, guru dapat memanfaatkan aplikasi media sosial yang lebih familiar dan tentu juga menarik bagi siswa.

Sebagai contoh, guru matematika dapat mengupdate status di sebuah media sosial dengan pertanyaan terkait materi pelajaran. Siswa dapat diminta mengomentari status tersebut dengan disertai menuliskan nama lengkap siswa, kelas, dan juga nomor absennya. Tentu saja komentar siswa harus berupa jawaban atas pertanyaan guru, bukan sekedar komentar.

Semua ini hanya salah satu alternatif saja. Artinya, masih banyak pilihan lain dapat dilakukan guru dalam belajar mengajar online. Intinya semua tergantung dari kreatifitas guru sendiri dalam mengolah kelasnya.

Satu hal yang perlu dipahami, wali kelas itu guru juga. Sementara definisi guru dalam Pasal 1 UU RI Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen juga telah jelaskan secara detail dan gamblang.

Dalam pasal tersebut, dinyatakan guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.

Dari definisi tersebut, sudah jelas bahwa kedudukan guru dan wali kelas di sekolah itu adalah sama, yaitu sebagai pendidik profesional. Artinya, yang paling bertanggung jawab terhadap proses belajar mengajar bukan wali kelas, tapi guru mapel yang bersangkutan.

Satu hal yang harus dipahami, wali kelas bukan kotak saran. Jadi jika para guru mapel mau mengeluh soal kelasnya yang tidak kondusif, sebaiknya bukan mengeluh ke wali kelas, tapi update status saja di media sosial tentang apa yang dipikir dan dirasakan.

Penulis : Ilham Wahyu Hidayat, Pendidik

Ilham Wahyu Hid