Indonesia genap berumur 76 tahun pada tanggal 17 Agustus 2021 kemarin. Hari yang paling tepat untuk mengenang jasa para pahlawan yang sudah rela berkorban, berjuang, dan siap mati di medan perang demi mencapai titik kemerdekaan.
Pada momentum bersejarah ini diharapkan nilai-nilai kepahlawanan dapat tumbuh di setiap insan, seraya mengumandangkan maraknya perayaan kemerdekaan. Namun, sayangnya perayaan kemerdekaan 2 tahun belakangan ini seolah asing, menjadi bisu dan diam sejak pandemi Covid-19 datang.
Virus yang diduga berasal dari Wuhan pada tanggal 1 Desember 2019 ini telah menelan lebih dari 27 juta korban. Saat ini, pahlawan bukan lagi mereka yang membawa tombak atau senjata tajam. Namun, mereka yang rela berkorban menjadi garda terdepan. Lantas, siapakah mereka? mereka adalah tenaga medis atau biasa disebut “PAHLAWAN KEMANUSIAAN".
Sampai tulisan ini dibuat, tercatat sudah lebih dari 1.000 tenaga medis di Indonesia yang meninggal karena terpapar Covid-19 ketika bertugas. Dulunya, pahlawan ialah mereka yang menggunakan berbagai jenis seragam. Namun, pahlawan kami yang sekarang ialah mereka yang berjuang dalam satu balutan seragam kebanggaan.
Para tenaga medis dalam balutan Alat Pelindung Diri (APD) tak pernah berhenti berjuang untuk bisa menekan jumlah kasus kematian. Namun, tidak sedikit dari mereka yang terinfeksi, meskipun sudah dibaluti alat pelindung diri.
Asosiasi Organisasi Profesi Tenaga Kesehatan di Indonesia mencatat lebih dari 6.000 tenaga medis terinfeksi Covid-19, sejak kasus pertama diumumkan pada bulan Maret 2020.
Hal itu memperpanjang deretan bukti betapa besarnya pengorbanan tenaga medis untuk Indonesia. Mulai dari pengorbanan yang paling kecil seperti waktu, tenaga, keluarga, sampai dengan terbesar yang mempertaruhkan nyawa pun rela mereka berikan.
Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Tim Mitigasi Ikatan Dokter Indonesia (IDI) pada bulan Maret-Juni 2021, jumlah dokter yang gugur akibat terpapar Covid-19 di Indonesia sebanyak 401 orang.
Dari angka itu, mayoritas di antaranya ialah dokter umum sebanyak 226 orang. Maka dari itu, hal yang wajar jika predikat pahlawan masa kini jatuh kepada tenaga medis yang tak enggan mempertaruhkan nyawanya demi raga yang lain.
Pada dasarnya, tenaga medis sudah berjuang sekuat tenaga dalam menangani pasien positif Covid-19 sepanjang tahun 2020 sampai sekarang. Namun, segala bentuk pengorbanan yang dilakukan rasanya tidak berarti jika tidak diimbangi dengan solidaritas yang tinggi.
Maka dari itu, waktunya untuk memastikan semua orang punya kontribusi. Kecil atau besar sumbangsih bukan menjadi suatu persoalan. Dari garis depan maupun belakang, rantai perjuangan ini harus terus diperpanjang. Menggiatkan segala upaya sambil mengekalkan doa. Marilah bertahan dan bergerak maju bersama, ayo bangkit Indonesiaku!
Tag
Baca Juga
Artikel Terkait
-
Muzani Ungkap Cara Prabowo Persiapkan Kemerdekaan Palestina: Evakuasi Tenaga Medis-Pendidik ke RI
-
Menelisik Jejak Ki Hadjar Dewantara di Era Kontroversial Bidang Pendidikan
-
Menyelami Filosofi Ki Hadjar Dewantara di Era Pendidikan Deep Learning
-
Potongan Obrolan Titiek Puspa dan Deddy Corbuzier, Sempat Dilarang Tayang
-
Aksi Kamisan ke-857, Tolak Soeharto Diberikan Gelar Pahlawan Nasional
Kolom
-
Manusia Is Value Ekonomi, Bukan Sekadar Objek Suruhan Kapitalisme
-
Peran Transformatif Ki Hadjar Dewantara dalam Pendidikan dan Nasionalisme
-
Ki Hadjar Dewantara: Pilar Pendidikan dan Politik Bangsa melalui Tamansiswa
-
Taman Siswa: Mimpi dan Perjuangan Ki Hadjar Dewantara
-
Belajar Pendidikan dan Pembangunan Jati Diri Masyarakat dari Taman Siswa
Terkini
-
Asnawi Mangkualam Perkuat ASEAN All Stars, Erick Thohir Singgung Kluivert
-
Cinta dalam Balutan Hanbok, 4 Upcoming Drama Historical-Romance Tahun 2025
-
Emansipasi Tanpa Harus Menyerupai Laki-Laki
-
Stray Kids Raih Sertifikasi Gold Keempat di Prancis Lewat Album HOP
-
Ulasan Novel 1984: Distopia yang Semakin Relevan di Dunia Modern