Dalam mengatasi permasalahan emisi karbon yang berdampak pada lingkungan, hidrogen mendapatkan banyak perhatian dan disebut-sebut sebagai bahan bakar masa depan. Hal ini dikarenakan bahan bakar hidrogen dapat digunakan untuk transportasi, memanaskan rumah, dan menghasilkan daya untuk proses produksi industri seperti pembuatan baja.
Sejumlah negara juga sudah mulai berinvestasi pada bahan bakar hidrogen, seperti Jepang, Australia, Uni Eropa, Arab Saudi dan Portugal. Awal juli 2021 lalu, Estonia bahkan memperkenalkan bus otonom antar jemput bertenaga hidrogen yang pertama di dunia menurut pengembangnya.
Bus ini berbentuk mungil yang terdiri dari 6 kursi saja. Pengisian bahan bakarnya hanya membutuhkan dua menit. Setelah itu, bus dapat menempuh perjalanan selama hingga 7 jam. Teknologi self-driving pada bus ini juga bisa dikoreksi dengan remote control jika diperlukan. Katanya sih, ada beberapa keuntungan dari penggunaan bahan bakar hidrogen ketimbang bahan bakar fosil.
Lantaran dianggap sebagai pembawa energi, bahan bakar hidrogen harus diubah menjadi tenaga listrik dengan menggunakan sel bahan bakar (full cell). Nah, sel bahan bakar hidrogen inilah yang disebut-sebut tidak menghasilkan polusi atau emisi gas berbahaya. Ketika hidrogen bereaksi secara elektrokimia dengan oksigen dalam sel bahan bakar, produk yang dihasilkan hanya berupa listrik, panas, dan air saja.
Sel bahan bakar hidrogen juga lebih hemat energi. Kendaraan yang ditenagai sel bahan bakar hidrogen menggunakan motor listrik, konsumsi bahan bakarnya disebut 50% lebih sedikit.
Pengisian sel bahan bakar hidrogen pun hanya membutuhkan waktu kurang dari lima menit. Kualitas dari sel bahan bakar hidrogen yang ramah lingkungan dan efisien inilah yang katanya bisa jadi solusi transportasi jarak jauh.
Tapi, apakah bahan bakar hidrogen ini benar-benar menjanjikan di masa depan? Permasalahannya ada pada produksi untuk menghasilkan hidrogen yang berkelanjutan. Sebenarnya, hidrogen tidak berwarna, tapi hidrogen dilambangkan dengan warna berdasarkan proses produksinya agar dapat dibedakan.
Nah, saat sebagian besar adalah hidrogen abu-abu yang diproduksi dari bahan bakar fosil seperti gas alam dan batu bara dengan proses produksi yang ‘kotor’. Dilansir dari laman resmi PBB, 30 Mei 2021. Lebih dari 95% hidrogen diproduksi melalui steam methane reforming dari bahan bakar fosil dengan menggunakan katalis untuk mereaksikan metana dan uap air sehingga menghasilkan hidrogen.
Produksi dengan metode tersebut tetap melepaskan jumlah emisi karbon yang sangat banyak. Satu-satunya cara agar lebih ramah lingkungan dan tidak menghasilkan emisi karbon adalah memproduksi hidrogen hijau, yaitu melalui proses elektrolisis dengan sumber terbarukan seperti matahari dan angin.
Tapi, saat ini kurang dari 0,1% hidrogen diproduksi dengan cara seperti itu. Soalnya biaya untuk memproduksi hidrogen hijau lebih mahal daripada memproduksi hidrogen abu-abu.
Dilansir dari The Conversation, 31 Maret 2021, Tom Baxter, Dosen Senior Kehormatan Teknik Kimia dari Universitas Aberdeen, Skotlandia mengatakan ada bias dalam mempromosikan hidrogen ini sehingga tidak ada ruang untuk memberikan bukti atas kekurangan dari bahan bakar hidrogen tersebut.
Baca Juga
-
3 Film dan Drama Korea yang Diperankan Jeon Do-Yeon, Ada Kill Boksoon
-
3 Rekomendasi Anime yang Berlatar pada Abad ke-20, Kisahkan tentang Sejarah
-
3 Rekomendasi Anime Bertema Mafia, Salah Satunya Spy x Family
-
3 Rekomendasi Anime Gore Tayang di Netflix, Mana yang Paling Sadis?
-
3 Rekomendasi Film Bertema Bom Atom, Gambarkan Dampak Buruk Perang Nuklir
Artikel Terkait
-
Intip Spesifikasi Hyundai Initium, Konsep Mobil Hidrogen yang Menjanjikan Mobilitas Ramah Lingkungan
-
Minimalisir Pencurian Bahan Bakar di Kendaraan Operasional, Fox Logger Luncurkan Fuel Sensor Pintar
-
Ingin Hemat Bahan Bakar? Ikuti Langkah Berikut Ini
-
Fokus Pengurangan Emisi Karbon, Grha Unilever Raih Sertifikat GREENSHIP Net Zero
-
Tekan Emisi Karbon, Solar Radiance Pasang PLTS Atap di Mall Panakukang
Kolom
-
Mengemis Digital di TikTok: Ketika Harga Diri Menjadi Komoditas
-
Guru dan Masa Depan yang Dikorbankan: Refleksi Profesi yang Terabaikan
-
Soroti Pernyataan Mendikti, Alumni LPDP Tidak Harus Pulang, Setuju Tidak?
-
Menghargai Pekerjaannya, Menghargai Kebutuhannya: Realitas Gaji Guru
-
Indonesia dan Lunturnya Budaya Malu, dari "Jam Karet" hingga Korupsi
Terkini
-
Memasuki Final Season, Anime Beastars Luncurkan Trailer Terbaru
-
Pedri Beberkan Beda Barcelona Era Hansi Flick dan Xavi Hernandez soal Sanksi Pemain Telat
-
Masuk Grup Neraka Piala Asia U-20 2025, Indonesia Perlu Tambah Pemain Naturalisasi?
-
Sinopsis Citadel: Honey Bunny, Series Terbaru Varun Dhawan di Prime Video
-
4 Rekomendasi Film yang Dibintangi Dakota Fanning, Terbaru Ada The Watchers