Scroll untuk membaca artikel
Tri Apriyani | Pekik
Ilustrasi Al-Quran (Unsplash//GR Stocks)

"Manusia diciptakan oleh Yang Maha Kuasa (Tuhan) adalah untuk beribadah", demikian bunyi salah satu ayat dalam Kitab Suci Al-Quran, Surat Adz-Dzariat ayat 56. Ayat yang menjelaskan salah satu makna dibalik makhluk ciptaanNya bernama manusia.

Umat muslim memiliki rangkaian ibadah yang terangkum dalam lima rukun Islam. Mereka adalah Syahadat, Salat, Zakat, Puasa dan Haji bagi yang mampu.

Lima rukun islam adalah karakteristik yang khas dari kesalehannya orang-orang yang beriman. Di mana jika melihat dari sisi dampaknya, kelima rukun islam tersebut terbagi menjadi dua golongan. Golongan pertama bersifat individual dan kedua bersifat sosial.

Ibadah berupa syahadat, salat, puasa dan haji masuk dalam kategori ibadah individual. Sedangkan zakat yang memerintahkan umat islam untuk menyisihkan hartanya yang diperuntukan bagi orang-orang yang berhak seperti anak yatim, fakir miskin, termasuk dalam kategori ibadah sosial.

Kelima rukun tersebut merupakan pondasi-pondasi yang menopang berdirinya suatu bangunan bernama Ibadah. Kuat tidaknya sebuah bangunan itu, tergantung seberapa kuat pondasinya dan sejauh mana keseimbangan dari kelima pondasi tersebut. Sehingga seorang muslim tidak bisa memisahkan kelima rukun tersebut di antara satu dengan lainnya.

Tidak bisa dikatakan saleh, bila seorang muslim hanya fokus pada ibadah individual saja. Mempersungguh salat, tapi melupakan tetangganya yang membutuhkan pertolongan, karena tidak punya beras untuk dimakan.

Tidak juga dengan melakukan ibadah puasa, hanya karena berniat menghargai orang miskin yang jarang makan. Ibadah puasa seharusnya bisa membuat pelakunya menjadi empati kepada para fakir miskin yang hidup serba susah. Sehingga hatinya menjadi tergerak untuk membantu mengurangi beban kesulitan mereka.

Meskipun perbandingan antara ibadah yang bersifat individual dengan ibadah sosial berdasarkan lima rukun islam itu terlihat timpang. Akan tetapi pada praktiknya, mengabaikan salah satu dari kedua kategori ibadah itu justru merusak kesempurnaan ibadah seseorang kepada Tuhan, Sang Maha Pencipta.

Bahkan, banyak di antara ayat-ayat dalam Kitab Suci milik umat muslim itu yang menegaskan untuk saling bantu. Apalagi membicarakan orang-orang yang lemah seperti fakir miskin dan anak yatim, Al-Quran menyebutkan nama-nama tersebut begitu intens.

Mengutip republika, Mantan rektor Institut Ilmu Alquran (IIQ) Jakarta, KH Dr Ahsin Sakho Muhammad, mengatakan kata yatim disebutkan sebanyak 23 kali dalam Alquran. Sedangkan kalimat fakir miskin, disebutkan sebanyak 25 kali.

Oleh sebab itu, muslim yang beriman adalah dia yang bisa memadukan dan menyelaraskan antara kesalehan individual dengan kesalehan sosial.

Pekik