Scroll untuk membaca artikel
Munirah | Lintang
The Sin Nio. (Antara)

Menyamar sebagai laki-laki, wanita ini ikut berjuang agar Indonesia dapat merdeka.

Dilansir dari akun twitter @suarapernakan, berikut kisah pahlawan wanita Indonesia bak film Disney berjudul Mulan yang menyamar sebagai laki-laki demi memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.

The Sin Nio adalah seorang pejuang etnis Tionghoa pada masa revolusi 1945 yang berasal dari Wonosobo, Jawa Tengah. Beliau satu-satunya prajurit wanita yang ikut angkat senjata sebagai bagian dari Kompi 1 Batalyon 4 Resimen 18 di bawah komando Soekarno (terakhir berpangkat Brigjend dan pernah menjadi Dubes RI untuk Aljazair).

The Sin Nio hanya berbekal golok, tombak, dan bambu runcing hal tersebut tidak menyiutkan keberaniannya sedikitpun untuk melawan tentara Belanda, sampai akhirnya dia berhasil merampas senapan jenis LE dari pihak Belanda.

Selama masa perang, ia menyamar sebagai laki-laki dengan melilit dadanya, memakai celana longgar dan menggunakan nama samaran Mochamad Moeksin.

Awalnya, The Sin Nio ditempatkan di bagain logistik dan persenjataan dan bagian tempur Sin Nio dipindahkan ke bagian perawat atau palang merah.

Setelah perang fisik selesai, The Sin Nio mengalami kesulitan dalam memperjuangkan haknya sebagai veteran perang, upaya pengurusan status tersebut tak secepat dan semudah seperti ketika dia memutuskan bergabung di garda depan perjuangan.

Maka itu, ia memberanikan diri untuk pindah ke Jakarta pada tahun 1973. Ia terpaksa hidup menggelandang di ibu kota dan rela tinggal dalam rumah yang kumuh yang hanya memiliki 1 ruangan di samping rel kereta api stasiun Juanda yang berjarak hanya 5 meter, sehingga apabila kereta lewat rumahnya sampai ikut bergetar. Bahkan ia sempat menumpang di masjid daerah Petojo.

Ia tinggal di rumah itu seorang diri hingga meninggal dunia, dikutip dari detik.com — keponakan The Sin Nio, Christiani mengatakan sebelum meninggal The Sin Nio sering mengunjungi keponkannya, "Dia (The Sin Nio) tinggal di rumah itu hingga meninggal dunia. Dan sekitar satu bulan sebelum meninggal dia menhunjungi keponakannya di Jakarta. Memang sering berkunjung keponakannya ini di Jakarta. Tetapi tidak pernah mau menginap, hanya sekadar minum kopi dan cerita-cerita kemudian pulang," ujarnya.

The Sin Nio dikenal sebagai sosok yang pemberani dan penyanyang, ia tak segan memberikan nasihat-nasihat kepada sahabat dan kerabatnya.

Akibat usaha yang tidak kenal lelah, The Sin Nio berhasil mendapatkan status veteran, The Sin Nio akhirnya diakui oleh pemerintah pada 15 Agustus 1981, 3 tahun sebelum ia meninggal. Akan tetapi, pengakuan tersebut tidak beriringan dengan cairnya hak tunjuangan. Banyak yang menduga uang pensiunnya dipersulit karena ia berasal dari etnis Tionghoa.

Setelah meninggal dunia, The Sin Nio dimakamkan di pemakaman layur Rawamangun. Sebelum meninggal dunia, The Sin Nio ini juga menolak ajakan untuk hidup persama anak-anaknya. Dia memilih hidup seorang diri di Jakarta, sedangkan suaminya sudah meninggal lebih dahulu.

Dalam sebuah wawancara dengan majalah Kartini, The Sin Nio mengatakan, "Saya tidak mau merepotkan bangsa saya, biarlah saya hidup dan mati dalam kesendirian. Karena hanya Tuhan yang mampu memeluk dan menghargai gelandangan seperti saya!".

Lintang