Film The Suicide Squad rilis di bioskop dan layanan streaming HBO, Agustus lalu. Tidak seperti film-film DC lainnya, James Gunn lebih memilih menggunakan tone warna yang terang di film ini.
Kendati demikian, hal tersebut tak menghilangkan unsur kesadisan dalam film. Bahkan banyak orang berpendapat bahwa cerita The Suicide Squad kali ini lebih dark daripada film Suicide Squad (2016) yang disutradari oleh David Ayer.
The Suicide Squad menampilkan lebih banyak karakter seperi Bloodsport, Polka-Dot Man, Harley Quinn, Rick Flag, Peacemaker, Ratcatcher 2, TDK, Weasel, Javelin, Mongal, Captain Boomerang, Blackguard, Savant, dan tentu saja King Shark, yang kini jadi favorit banyak orang. Sayangnya, banyak di antara karakter tersebut yang harus mati di babak awal film, sehingga penonton tak bisa menyaksikan aksi mereka.
Film ini bercerita tentang sekelompok tahanan yang direkrut oleh Amanda Waller untuk menjalankan sebuah misi berbahaya. Bila sukses menjalankan misi, mereka akan mendapat imbalan berupa pengurangan masa tahanan. Namun bila mereka gagal atau membelot saat menjalankan misi, alat peledak yang telah disuntikkan di kepala mereka akan dinyalakan.
Sudah misi yang dijalankan mengancam keselamatan nyawa, apabila berhasil imbalannya tak seberapa. Jika membelot dari misi maka akan berakhir mati tanpa kepala. Berat!
Ya, setidaknya melalui misi yang dijalankan itu, para anggota Task Force X (sebutan resmi dari Suicide Squad) bisa meluapkan hasrat membunuhnya dengan leluasa.
Pada babak awal film, Amanda Waller menjelaskan kepada anggota Task Force X bahwa misi yang akan mereka jalankan adalah menghancurkan fasilitas eksperimen ilmiah yang disebut Jotunheim.
Jotunheim tersebut berisi sesuatu yang dikenal dengan nama Project Starfish. Mengingat saat itu negara Corto Maltese tempat Jotunheim berada dipimpin oleh seseorang yang sangat anti-Amerika bernama Jenderal Silvio Luna.
Project Starfish tadi sangat berpotensi menjadi bencana besar bagi Amerika dan dunia. Oleh sebab itu, setiap jejak Project Starfish mesti dihilangkan supaya bencana besar bisa dicegah, begitu kiranya apa yang dipikirkan Amanda Waller.
Para anggota Task Force X tersebut mengira bahwa mereka tengah menjalankan misi dari pemerintah yang ‘baik’. Namun, ketika film hampir mendekati babak akhir, terjadi plot twist.
The Thinker orang yang dipekerjakan untuk eksperimen Project Starfish menjelaskan bahwa eksperimen tersebut ternyata adalah gagasan pemerintah Amerika sendiri. Pemerintah Amerika menyembunyikan hasrat terhadap eksperimen tersebut dengan cara membuat kesepakatan bersama pemerintah Corto Maltese.
Hasilnya, pemerintah Amerika tetap melanjutkan eksperimen ilegal tersebut, tapi mereka melakukannya di Corto Maltese. Hal tersebut membuat publik tidak mengetahui apa yang sebenarnya dilakukan pemerintah Amerika.
Ada satu sisi yang menarik dari alur film The Suicide Squad ini. Film tersebut dengan begitu gamblang menunjukkan bahwa penjahat sebenarnya adalah pemerintah. Hal ini sebenarnya sangat relevan dengan apa yang terjadi di negara Indonesia yang katanya negara demokrasi dan negara hukum itu.
Saking ‘baiknya’ pemerintah Indonesia, saya sampe’ bingung mau mulai nyebutin dari mana. Mungkin kita mulai dari sikap denial mereka dalam menanggulangi pandemi.
Dahulu, banyak pejabat yang terkesan meremehkan badai virus Covid-19 melalui jokes yang mereka lontarkan. Namun, ketika Covid-19 benar-benar menyerang Indonesia, faktanya pemerintah kewalahan menanggulanginya.
‘Bagusnya’ lagi, ketika grafik kasus pasien positif Covid-19 kembali naik. Luhut Binsar Panjaitan dengan gampangnya bilang bahwa itu karena salah kita semua. Lah, padahal sebelumnya beliau bilang kalau Covid-19 di Indonesia terkendali.
Lalu, ada Menko Polhukam Mahfud MD yang menjadikan proses hukum di sinetron sebagai cuitan. Namun ketika ada orang yang diinjak kepalanya oleh aparat, dia malah bungkam. Masih ada lagi, di tengah keadaan rakyat yang begitu sengsara, orang-orang berdasi itu malah mau bikin tempat isolasi mandiri khusus anggota dewan.
Terus, kasus penertiban PPKM darurat kemarin di mana para pedagang disemprot dengan semena-mena. Ini benar-benar kelewatan. Kalau nggak mampu memberi mereka makan, setidaknya jangan rusak sesuatu yang mereka jadikan untuk mencari penghidupan. Toh, cara yang mereka tempuh juga halal.
Kemudian, kasus mural yang bertebaran di mana-mana. Muralnya dihapus, pelaku (pembuatnya) dicari. Pembuat mural dicari-cari, tapi koruptor malah dibiarkan lolos bahkan bisa liburan ke luar negeri.
Kasus ‘kebaikan’ pejabat yang saat masih berada di puncak tertinggi adalah kasus korupsi bansos yang dilakukan oleh Juliari Batubara. Ketika hendak diadili, dia mengaku sebagai orang paling menderita. Lha emang rakyat yang kelaparan gara-gara bansos pandemi nggak tersalurkan itu tidak menderita? Mungkin nuraninya sudah hilang. Hal yang paling mengejutkan lagi adalah dia bisa lolos dari vonis hukuman mati, dan masa hukumannya dapat diskon pula.
Film The Suicide Squad benar-benar mengubah sudut pandang kita. Selama ini kita beranggapan bahwa para tahanan adalah penjahat. Ternyata dalam film The Suicide Squad mereka bisa menjadi hero, dan sebaliknya, pemerintah yang jadi penjahatnya.
Tampaknya kita saat ini sedang butuh orang-orang seperti anggota Task Force X, bukan semata slogan “Kerja-kerja-kerja!”. Sayangnya cerita kepahlawanan para tahanan di film The Suicide Squad itu cuma fiksi. Realitanya, para pejabatlah yang seolah memang menjadi pahlawan di Indonesia.
Tag
Baca Juga
-
Menggugat Sekolah yang 'Tak' Bersalah
-
Film Encanto: Tak Ada Keluarga yang Benar-benar Sempurna
-
Doctor Strange MoM: Menyelamatkan Dunia Bukan Perkara yang Membahagiakan
-
Privilese Spider-Man dan Batman serta Korelasinya dengan Konsep Berbuat Baik
-
Imam Al Ghazali dan Tuduhan Soal Penyebab Kejumudan Berpikir
Artikel Terkait
-
Pasangan Ernest Prakasa dan Meira Anastasia Garap Film "Cinta Tak Seindah Drama Korea", Siap Tayang Desember 2024
-
Kuasa Hukum Firli Bahuri Minta Kasus Kliennya Dihentikan, Klaim Telah Surati Kapolri
-
Sebut Jateng Bukan Lagi Kandang Banteng, PDIP: Sekarang Jadi Kandang Bansos dan Partai Cokelat
-
Review Gunpowder Milkshake: Ketika Aksi Bertemu dengan Seni Visual
-
Kabar Gembira, Kenaikan PPN 12 Persen Berpotensi Diundur Pelaksanaannya
Kolom
-
Menggali Xenoglosofilia: Apa yang Membuat Kita Tertarik pada Bahasa Asing?
-
Apatis atau Aktif? Menguak Peran Pemilih Muda dalam Pilkada
-
Mengupas Tantangan dan Indikator Awal Kredibilitas Pemimpin di Hari Pertama
-
Mempelajari Efektivitas Template Braille pada Pesta Demokrasi
-
Transparansi Menjaga Demokrasi di Balik Layar Pemilu, Wacana atau Nyata?
Terkini
-
PSSI Targetkan Timnas Indonesia Diperingkat ke-50 Dunia pada Tahun 2045 Mandatang
-
Review Gunpowder Milkshake: Ketika Aksi Bertemu dengan Seni Visual
-
Memerankan Ibu Egois di Family by Choice, Kim Hye Eun: Saya Siap Dihujat
-
3 Serum yang Mengandung Tranexamic Acid, Ampuh Pudarkan Bekas Jerawat Membandel
-
3 Varian Cleansing Balm Dear Me Beauty untuk Kulit Kering hingga Berjerawat