Drama series Korea bergenre thriller horor-misteri ini mendulang kesuksesan pada peluncuran awalnya di Netflix pada bulan lalu. Plotnya yang membuat penasaran dan menegangkan membuat banyak orang yang menonton akan menerka-nerka dan mengoyak mental.
Namun, di balik kesuksesan series ini, banyak juga kontroversi bermunculan seperti plagiat, dan hal-hal lainnya yang dibahas dalam artikel lain terkait nomor atau rekening asli yang ditunjukkan dalam drama ini dan sebagainya.
Nah, dari penjelasan sekilas tadi, saya akan menymbungkannya dengan beberapa literatur yang ada, sedikit terkait perfilman Korea dengan isi dan plot dalam drama ini dan permainan tentunya. Sudah tentu, penggarapan dari drama ini membutuhkan waktu yang lama, bahkan disebutkan dari beberapa sumber drama ini mengalami penundaan penayangan.
Bisa dibilang bahkan penamaan judul dalam drama ini pun terbilang menarik. Meskipun beberapa artikel juga menyebuktan bahwasanya Squid Game sendiri merupakan nama salah satu permainan yang disukai oleh sang penulis naskah sekaligus yang menyutradai sendiri drama tersebut yaitu Hwang Dong Hyuk.
Kejeliannya patut diacungi jempol, meskipun secara sekilas yang ditampakkan nama Squid Game itu sekedar game kesukaan, namun ada unsur promosi dan pemilihan penamaan yang menarik perhatian dalam hal ini, sehingga saya meyakini justru ada proses mendalam dalam penamaan judul ini, karena dalam salah satu jurnal pemasaaran internasional disebutkan juga salah satu terkait application movie sebagai alat komunikasi untuk strategi penamaan (Jaihak Chung & Jiyeon Eoh : 2019) dalam hal ini judul film.
Sudah barang tentu judul dari sebuah drama atau film menjadi hal yang sangat riskan, dan patut dipertimbangan. Nama Squid Game sebenarnya sudah menarik, yang berarti permainan cumi-cumi, dalam hal ini sudah membuat penasaran bagi orang yang tidak tahu, karena memang permainan ini juga khas anak-anak Korea.
Selain itu, sebenarnya terselip peran informasi dan ekspresi dari nama ini, yang mana selain promosi drama, mereka juga ingin menunjukan sebagai ekspresi budaya mereka untuk memperkenalkan permainan lampau di masa anak-anak. Seperti menunjukkan pemikiran ulang terhadap permainan-permainan warisan untuk menuju reflektivitas pelestarian permainan tersebut (Niklas Nylund, Patrick Prax & Olli Sotamaa : 2021).
Meskipun dalam penarapannya drama ini kurang sesuai, karena genrenya yang kurang cocok dengan anak-anak, namun tetap saja implikasi orang-orang yang menonton selain dapat men-viralkan drama ini tentu mengenalkan permainan ini kepada anak-anak mereka.
Selain memang game bisa disebut sebagai warisan tak benda seperti disebutkan oleh UNESCO (2003, 3) yang mendefinisikan warisan tak benda sebagai praktik, representasi, ekspresi, pengetahuan, keterampilan yang diakui masyarakat sebagai bagian dari warisan budaya mereka.
Game juga bisa menjadi alat pemersatu bangsa-bangsa, misalnya saja Asian Game, dalam hal ini rumpun budaya sangat mempengaruhi. Kesamaan beberapa game yang ada dalam drama ini dengan beberapa negara juga tentunya membuat daya tarik tersendiri dari drama ini, khususnya di Asia, salah satunya game awal yang dimunculkan, di Indonesia sendiri seperti permainan petak umpat atau seek and hide, kemudian tarik tambang juga yang biasanya ramai untuk perlombaan 17-an, dan ingkling atau lompat dalam kotak-kotak yang dibuat di tanah itu juga ada di Indonesia.
Diberbagai negara lain tentunya ada beberapa kesamaan hanya penamaannya saja yang berbeda. Dari kesamaan game di beberapa negara ini, mungkin bisa kita kaitkan dengan kontroversi yang ada di antaranya terkait plagiat dengan movie Jepang As The Gods Will yang tayang di tahun 2014 , kemungkinan besar hal tersebut tidak seutuhnya plagiat, hanya saja memang ada beberapa unsur yang sama di antara dua movie tersebut, toh kemudian perbedaan juga banyak dalam kedua movie tersebut. Kekhasan tentu dapat dilihat dari masing-masing movie.
Mungkin itu sedikit penjabaran di balik kesuksesan dan kontroversi drama Squid Game ini, kita dapat melihat ini dari berbagai perspetif, dan mau memilih perspetif mana tentunya menjadi pilihan kalian, jadilah pembaca dan penonton yang bijak, sekian dan terima kasih.
Referensi
Niklas Nylund, Patrick Prax & Olli Sotamaa (2021) Rethinking game heritage – towards reflexivity in game preservation, International Journal of Heritage Studies, 27:3, 268-280, DOI: 10.1080/13527258.2020.1752772
Jaihak Chung & Jiyeon Eoh (2019) Naming strategies as a tool for communication: application to movie titles, International Journal of Advertising, 38:8, 1139-1152, DOI: 10.1080/02650487.2019.1593719
UNESCO, ICH. 2003. Text of the Convention for the Safeguarding of the Intangible Cultural Heritage. Paris: UNESCO, October 17. [Google Scholar]
Baca Juga
Artikel Terkait
-
Kejutkan Penggemar, Lee Dong Hwi dan Jung Ho Yeon Konfirmasi Putus Usai 9 Tahun Pacaran
-
Light Shop Jadi Karya Ambisius Kang Full, Siap Bersaing dengan Squid Game!
-
Tayang Desember, Netflix Rilis Peserta Baru 'Squid Game 2' Ada Kang Ha Neul
-
Resmi Dirilis, Teaser Squid Game 2 Tampilkan Motif Seong Gi-hun Kembali
-
Rilis Teaser Squid Game 2, Seong Gi-hun Kembali Bermain Jadi Pemain 456
Kolom
-
Gadget di Tangan, Keluarga di Angan: Paradoks Kemajuan Teknologi
-
Tradisi Rewang: Tumbuhkan Sikap Gotong Royong di Era Gempuran Egosentris
-
Tersesat di Dunia Maya: Literasi Digital yang Masih Jadi PR Besar
-
Tolak PPN 12% Viral di X, Apakah Seruan Praktik Frugal Living Efektif?
-
Refleksi kasus 'Sadbor': Mengapa Influencer Rentan Promosikan Judi Online?
Terkini
-
Review Film Heretic, Hugh Grant Jadi Penguji Keyakinan dan Agama
-
3 Rekomendasi Two Way Cake Lokal dengan Banyak Pilihan Shade, Anti-Bingung!
-
4 Daily OOTD Simpel nan Modis ala Chae Soo-bin untuk Inspirasi Harianmu!
-
Inspiratif! Ulasan Buku Antologi Puisi 'Kita Hanya Sesingkat Kata Rindu'
-
3 Peel Off Mask yang Mengandung Collagen, Bikin Wajah Glowing dan Awet Muda