Scroll untuk membaca artikel
Munirah | Armand IS
Ilustrasi Galaksi Bima Sakti. (Unsplash/Josh Gordon)

Pencarian kehidupan di luar Bumi merupakan salah satu bahasan yang kerap didiskusikan oleh para ilmuwan, terutama mereka yang bergerak dalam ilmu fisika. Secara teori, adanya keberadaan kehidupan di luar Bumi dengan adanya dugaan planet atau benda langit lainnya seperti planetoid, meteoroid, hingga satelit yang mendukung adanya kehidupan.

Teori astrobiologi setidaknya merumuskan dua syarat adanya kehidupan di suatu planet atau benda langit lainnya, yakni kandungan air atau unsur penyusun air (Hidrogen) yang cukup serta adanya kandungan Karbon untuk mendukung pembentukan organisme kehidupan.

Dugaan tersebut kuat adanya, lantaran ilmuwan telah menemukan banyak bukti-bukti keberadaan planet yang memungkinkan untuk mendukung kehidupan. Jutaan bintang di galaksi Bima Sakti menandakan bahwa jutaan kemungkinan pula adanya planet yang menyerupai Bumi, karena semua penyusun kehidupan didukung oleh bintang, sedangkan bintang yang kita miliki tidak lain adalah matahari (Sol).

Munculnya Paradoks Fermi

Dugaan mengenai kehidupan di luar Bumi memang sangat kuat, namun hingga detik ini kita belum mendapatkan jawaban mengenai keberadaan kehidupan di luar sana. Hingga pada akhirnya, seorang fisikawan bernama Enrico Fermi memunculkan sebuah paradoks yang mempertimbangkan secara matematis dua variabel yang saling berlawanan.

Bukti keberadaan kehidupan di luar Bumi secara nyata (sampel organisme, jejak biologis, hingga kontak langsung manusia dengan makhluk asing) ukurannya adalah nol, namun angka probabilitas adanya kehidupan di luar sana sangatlah besar. 

Paradoks ini berangkat dari kemungkinan adanya bintang lain di galaksi Bima Sakti seperti yang dijelaskan sebelumnya. Bintang tersebut mendukung adanya kehidupan, karena memberikan energi kalor serta munculnya unsur-unsur pendukung kehidupan seperti Hidrogen dan Karbon.

Matahari termasuk salah satu bintang dengan usia relatif muda, sehingga memungkinkan adanya bintang yang usianya lebih tua. Dengan demikian, di sistem tata surya bintang lain, sangat besar kemungkinannya adanya peradaban makhluk yang lebih lama ada dan lebih maju. Namun kembali ke pertanyaan : “kenapa hingga sekarang kita belum menemukannya?

Peradaban luar Bumi menurut Skala Kardashev

Pertanyaan tersebut oleh Kardashev dijawab dengan merumuskan skala peradaban makhluk di alam semesta. Skala tersebut mencakup angka 1 - 3. Peradaban yang masuk ke dalam tingkat 1 adalah mereka yang mampu memanfaatkan energi di planet mereka untuk mendukung kehidupan.

Tingkat 2 merujuk pada peradaban yang mampu memanfaatkan energi dari bintang (matahari) planet mereka, sedangkan tingkat 3 merujuk pada peradaban yang mampu menyerap energi dari galaksi mereka.

Menurut skala Kardashev, kita berada di skala 0.8. Dengan demikian ada dua kemungkinan kenapa kita belum menemukan keberadaan kehidupan di luar Bumi. Yakni antara kita terlalu terbelakang, atau kita terlalu maju ketimbang peradaban lainnya. Mungkin kita terlalu kecil dan tidak signifikan dengan kehidupan di luar sana, atau kita beruntung dan di luar sana belum ada peradaban yang semaju kita.

Upaya pencarian kehidupan di luar Bumi

Teori-teori tersebut berusaha dijawab oleh berbagai ilmuwan. Banyak organisasi yang berdedikasi untuk mencari bukti dan keberadaan kehidupan di luar sana. Salah satunya adalah SETI (Search for Extraterrestrial Intelligence) yang berpusat di Amerika Serikat. Mereka memiliki berbagai teknologi yang berusaha mendeteksi aktivitas kehidupan di luar Bumi. Seperti pemancar yang mengirimkan sinyal dengan harapan sinyal tersebut akan diterima oleh entah siapapun di sana.

Upaya pencarian kehidupan di luar Bumi belum berhenti hingga sekarang. Keingintahuan manusia membuatnya terus mencari jawaban. Pertanyaannya hanya perkara kapan kita akan menemukan jawabannya.

Referensi

  • Kardashev, Nikolai  1964. "Transmission of Information by Extraterrestrial Civilizations"
  • Urban, Tim. 2014. "The Fermi Paradox"

Armand IS