Scroll untuk membaca artikel
Ayu Nabila | Tugas Suprianto
Ilustrasi Keceprek Pandeglang (DocPribadi/tugassuprianto)

Emping, keceprek, dan kulit tangkil merupakan usaha camilan yang digeluti sebagian warga Pandeglang, provinsi Banten. Keceprek merupakan camilan yang ukurannya lebih kecil dan lebih tebal dibanding emping, sedangkan kulit tangkil berasal dari kulit buah melinjo yang diolah sedimikian rupa hingga menjadi camilan yang disukai oleh warga. Bisnis makanan ringan produksi rumahan itu bisa mampu menjadi tumpuan pendapatan yang menjanjikan. Salah satunya Ani Murniati, asal Kampung Parigi, Desa Tegal, Pandeglang, Banten.  

“Saya tidak pernah membayangkan akan menjadi bagian penting dari usaha keceprek dan kulit tangkil di Desa Parigi dan mampu merambah tingkat nasional,” tutur perempuan yang akrab disapa Ani ini menceritakan pengalamannya di hadapan peserta Diskusi Multistakeholder Nasional Go Digital ASEAN” pada 14 Februari 2021. Diskusi yang berlangsung secara virtual melalui aplikasi zoom tersebut dihadiri dari berbagai kalangan. 

Perempuan muda kelahiran tahun 2000 ini sebelumnya dikenal sebagai pribadi yang pemalu dan tidak percaya diri. Kendati demikian, Ani mengenyam pendidikan relatif tinggi untuk ukuran perempuan di kampungnya. Ia lulus dari SMK dengan Jurusan (Konsentrasi) Tehnik Komputer Jaringan.

Ani familiar dengan urusan teknologi digital, tapi tidak tahu dan belum memanfaatkan pengetahuannya itu untuk mendapatkan penghasilan. Setelah lulus sekolah, harapannya, bisa bekerja di kantor. Begitu yang ada di benaknya. Namun lapangan kerja juga tak mudah didapat, apalagi dirinya baru lulus sekolah dan sama sekali tidak mempunyai pengalaman bekerja.

Latar belakang sekolah yang dimiliki Ani membuat seorang kerabatnya, Bu Kokom, mengajaknya untuk turut dalam usahanya. Kokom adalah seorang pengusaha keceprek Desa Tegal tempat mereka tinggal. Desa ini memang dikenal sebagai penghasil produk olahan melinjo di Pandeglang. Ani diminta mempromosikan produk keceprek mereka. Bu Kokom bersama beberapa perempuan Desa Tegal memang telah berhimpun dan membentuk usaha bersama emping dan keceprek dengan merk “Ratu.”

Para perempuan pelaku usaha ini merupakan bagian dari kelompok yang cukup lama didampingi Pusat Pengembangan Sumberdaya Wanita (PPSW) Pasoendan Digdaya. Lewat proses yang cukup lama akhirnya mereka bersepakat membentuk usaha bersama yang diperuntukkan untuk anak-anak muda, terutama para perempuan, Desa Tegal.  Selain itu, demi keberlanjutan usaha mereka yang memang sudah berjalan turun-temurun, sekaligus mencegah anak-anak muda menjadi tenaga kerja migran (TKW) atau dinikahkan muda.  

Saat itu, Bu Kokom meminta Ani bersama dua temannya yang lain, Enti Suryanti dan Verawati untuk mempromosikan produk mereka melalui media sosial. Ani memang memiliki kemampuan menggunakan media sosial, tapi tidak memiliki pengetahuan sama sekali bagaimana melakukan promosi produk. Kebingungan pun melanda dirinya. Bahkan, mulai ada keraguan dalam dirinya, apakah dapat ikut dalam usaha tersebut atau tidak.   

Di tengah kebingunganya itu, kebetulan tetangganya, Rini Chanifah, mengajaknya untuk ikut Program Go Digital ASEAN yang diperuntukkan UMKM, tapi juga menyasar para perempuan di Desa Tegal. Teteh Rini, demikian sapaannya, lebih dulu menjadi penerima manfaat program yang dikembangkan The Asia Foundation yang didukung oleh Google.org dan ASEAN Coordinating Committee on Micro, Small, and Medium Enterprises (ACCMSME) yang berlangsung dari 2019-2021.

Program yang didesain untuk memberi keterampilan dan pemanfaatan teknologi digital bagi pelaku UMKM, terutama di wilayah pedesaan dan tertinggal, dan secara khusus kelompok yang disasar adalah perempuan dan penyandang disabilitas. Di Indonesia, UMKM Go Digital ASEAN dilaksanakan Asosiasi Pusat Pengembangan Sumberdaya Wanita (PPSW) yang berpengalaman dalam mendampingi kelompok-kelompok perempuan di wilayah-wilayah desa dan tertinggal.

Gayung bersambut. Ani dan kedua temannya bersedia untuk mengikuti program. Dari sinilah, Ani belajar membuat perencanaan usaha, mempromosikan produk melalui media sosial, serta mendaftarkannya di marketplace. Latar belakang pendidikannya yang berkaitan dengan komputer membuat Ani tidak kesulitan menerima materi yang diberikan.

Setiap hal yang di ajarkan dia praktikkan langsung. Ani pun membuat akun usaha yang dikelola bersama Keceprek Ratu di Istagram, Facebook, tak lupa mendaftarkan ke market place lokal di Banten, Si Jelita, serta marketplace nasional seperti  Tokopedia dan Shopee.  Untuk memudahkan pelanggan dan konsumennya yang ingin datang langsung untuk menjadi reseller, Ani mendaftarkan Keceprek Ratu di Google Maps.  

Seiring waktu, Ani mengikutkan usahanya ke berbagai macam pameran yang diselenggarakan baik pemerintah maupun swasta di tempatnya. Meski pandemi covid-19 membuat mobilitas terbatas, usaha yang digelutinya makin meningkat. “Penjualannya tidak hanya sekitar Pandeglang tapi juga ke luar kota seperti Jakarta, Riau, Yogjakarta, dan kota-kota lainnya,” jelas Ani.   

Peningkatan penjualan dari brand Ratu pun secara otomatis turut meningkatkan produksi para perempuan yang bergabung dalam usaha keceprek tersebut. Bahkan muncul dukungan dari  kelompok perempuan di desa tersebut yang membuka usaha jasa ekspedisi yang menjadikan pengiriman pesanan ke berbagai tempat menjadi lebih cepat dan relatif lebih murah karena tidak perlu ke luar desa lagi.   

Kemajuan usaha dan dukungan dari lingkungannya, kepercayaan diri Ani pun makin meningkat. Bukan hanya dalam penggunaan smartphone namun dalam menjalin komunikasi dengan orang lain baik online maupun offline. Ani yang dulu berbicara ketika ditanya, sekarang tidak punya kecanggungan untuk memulai pembicaraan. Ia kini berani melakukan presentasi, bahkan lobby kepada pemerintah. Atas semua yang dicapainya itu, Kepala Desa Tegal meminta Ani dan teman-temannya untuk menjadi trainer dan mengajari pemuda-pemudi lain di desa agar usahanya dapat sebagus brand Ratu.  

“Bagi saya, ikut Program Go Digital ini kayak mendapat runtuhan durian,” kata Ani dengan mata berbinar. “Waktu itu saya nggak tahu sama sekali cara mempromosikan produk. Saya hanya tahu media sosial itu hanya untuk update status dan posting foto-foto keseharian. Maka, saat diminta promosi, jujur saya bingung. Alhamdullilah saya diajak Teteh Rini, saya jadi bisa belajar banyak aplikasi yang ada di smartphone untuk pemasaran online.” 

Sekarang Keceprek Ratu sudah ada di Shopee dan Tokopedia, dan dapat dilihat orang se-Indonesia. Bagi Ani semua itu  sungguh tidak terbayang sebelumnya. “Ibaratnya, produk BJKJD (budak jero ka jero, anak dari pelosoknya kampung, Red. ) kini dapat  dipasarkan secara nasional. Bangga rasanya. Saya nyaman dengan usaha ini. Saya akan menekuninya, sekaligus akan mendorong dan membantu teman-teman yang lain demi kemajuan desa saya,” imbuhnya.

Tugas Suprianto