Scroll untuk membaca artikel
Suwarjono
Logo ASEAN

JAKARTA —Digitalisasi dan e-commerce menjadi keniscayaan bagi  UMKM untuk tetap bertahan, terlebih di era revolusi 4.0 yang terjadi sekarang. Upaya memampukan UMKM dan pemberian akses ekonomi digital ini didalami melalui diskusi  di sesi 2 peluncuran  “Go Digital ASEAN” yang diselenggarakan Asosiasi Pusat Pengembangan Sumberdaya Wanita (PPSW) yang didukung The Asia Foundation dan Google pada 27 Oktober 2020 secara on line.

Dalam sesi 2 ini hadir Destry Anna Sari Chairperson  ASEAN Coordinating Committee on Micro, Small, and Medium Enterprises (ACCMSME) untuk Indonesia,  Anwar Sanusi (Sekretaris Jendral Kementerian Tenaga Kerja), Samsul Widodo (Direktur Jenderal Pembangunan Daerah Tertinggal, Kementerian Desa,  dan Transmigrasi),  Bupati Alor NTT Amon Djobo, serta Astri Wahyuni dari Tokopedia.

Destry Anna Sari menngungkapkan bahwa Indonesia merupakan pasar potensial yang besar. Tidak heran jika banyak pemain besar memanfaatkan peluang tersebut melalui ekonomi digital. Untuk itu, UMKM kita harus masuk ke ekonomi digital. Sebenarnya, Go Digital ASEAN ini  dibahas pada 2019 bersama The Asia Foundation untuk mendorong UMKM kita memanfaatkan ekonomi digital.  Saat itu, belum terjadi pandemi  Covid-19. Begitu ada pandemi, e-commerce dan ekonomi digital mengalami lonjakan. Dari situasi itu,  UMKM Indonesia harus mampu menguasai pasar lokal dan nasional. Caranya, kita perbanyak reseller produk UMKM. Seba tidak mungkin semua orang membuat produk sendiri. Kalau, misalnya, membuat produk sendiri, kalau tidak sesuai kualitas yang diharapkan masyarakat, nanti malah tidak berkembang. “Saya berharap, dari program ini, nanti  ada aplikasi  yang mempermudah akses ke pasar maupun yang mempermudah pekerjaan  UMKM.”

Dari sisi ketenagakerjaan, Sekretaris Jendral Kementerian Tenaga Kerja Anwar Sanusi melihat “Go Digital ASEAN” adalah peluang yang dapat dimanfaatkan bagi para pencari kerja. Caranya, para pencari kerja meningkatkan kompetensi dirinya agar melek digital dan memanfaatkannya. Komitemen pemerintah untuk peningkatan kompetensi dan pemberian ketrampilan calon tenaga kerja  adalah menyediakan Balai Latihan Kerja (BLK), baik di tingkat pusat, provinsi, maupun kabupaten/kota. Masyarakat dan komunitas pun diberi kesempatan untuk mempunyai BLK sendiri sesuai kebutuhan atau ketrampilan yang diperlukan. 

Pasar digital dan e-commerce sudah menjadi keseharian kita, terutama di kota-kota besar dengan kota penyangganya, khususnya di Jawa, Jabodetabek, Bandung, Surabaya, dan lain-lain. Infrastruktur yang sudah memadai, mulai dari jaringan internet, transportasi, dan pendukung lainnya membuat ekosistem pasar digital berjalan sesuai dengan harapan. “Sekarang kita jika menyebut untuk perdesaan dan kawasan Indonesia Timur,  hal tersebut ternyata memerlukan penyelesaian masalah yang tidak mudah,” demikian sorotan Samsul Widodo (Direktur Jenderal Pembangunan Daerah Tertinggal, Kementerian Desa dan Transmigrasi  (Dirjen PDT Kemendestrans). 

Samsul mengingatkan, masyarakat kita pada umumnya tidak kesulitan untuk masuk pasar digital. Kendalanya  ketersediaan koneksi internet. Artinya, kita harus menyediakan koneksi internet. Masih banyak tempat yang blank spot karena di di sejumlah wilayah Indonesia, terutama Indonesia Timur.  Tidak kurang 176 site yang masih berproblem dengan hal tersebut. Oleh karenanya, pihaknya mendorong bagaimana mengatasi hal tersebut bersama Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kominfo) dan PT Telkom.

Di sisi lain, luasnya wilayah geografis kita, yang sebagian besar tersebar di lebih 17.000 pulau, merupakan persoalan tersendiri yang harus dicari jalan pemecahannya.  Sistem distribusi logistikk  kita, harus diakui, belum merata. “Contohkan tol laut. Kapal-kapal  dari pelabuhan di Jawa,saat menuju ke Indonesia Timur, penuh dengan barang yang diangkut, tapi kembali ke Jawa, belum tentu penuh dengan hasil bumi atau produksi lain yang bisa dipasarkan di Jawa.”

Bupati Alor NTT Amon Djobo berpendapat  digitalisasi ekonomi, termasuk Program Go Digital ASEAN,  memberi tiga aspek penting bagi masyarakat di wilayahnya. Di situ, ada peluang, ancaman, dan tantangan.  “Kami sampaikan bahwa Kabupaten Alor merupakan kabupaten yang siap untuk  digitalisasi. Masyarakat kami , meskipun daerah-daerah terpencil, sebenarnya sudah memandang ekonomi digital sebagai kebutuhan. Ini peluang bagi kami untuk memasarkan produk dan jasa (pariwisata) yang ada di wilayah kami.  Beberapa produk unggulan dari Alor, antara lain vanili, pinang iris, madu,  dan lain-lain yang selama ini dipasarkan secara tradisional dengan mengirim ke Surabaya atau ke Sulawesi Selatan, sekarang berkesempatan mendapat pasar lebih luas.”

Di pihak lain, tambah Amon Djobo, akan menjadi ancaman jika hasil industri kami harus berhadapan dengan marketplace yang dikuasai pemain besar. Tantangan lainnya,  Alor yang berupa kepulauan  membutuhkan sistem pengangkutan dan pendistribusian yang mampu mendukung ekonomi digital. ”Puji Tuhan,  dalam program ini ada 44 desa dari Alor yang diikutsertakan dalam Go Digital ASEAN, dimana masyarakat kami yang hidup dari laut maupun di gunung akan dapat memasarkan produknya dengan bantuan kemajuan teknologi komunikasi setelah mendapat pendampingan. Perhatian dari pemerintah pusat maupun pemangku lainnya untuk Kabupaten Alor untuk mengembangkan potensinya masih amat dibutuhkan.”

Astri Wahyuni dari Tokopedia menyatakan dukungan karena memang selama ini yang dilakukan pihaknya adalah memudahkan orang untuk berjual-beli tanpa ada hambatan. Penjualan melalui marketplace seperti di Tokopedia melalui teknologi dapat mengurangi urbanisasi. Orang tidak perlu ke kota untuk berjualan karena pembeli  dijual cukup melihat barang yang diinginkannya dari gadget-nya. “Oleh karena itu, literasi digital bagi UMKM akan sangat membantu mereka dalam memasarkan produknya dengan lebih baik dan lebih luas.”