Scroll untuk membaca artikel
Hernawan | Muhammad Idris
Pemadaman karhutla di Ogan Ilir [ANTARA]

Kebakaran hutan dan lahan yang dikenal dengan karhutla masih sering terjadi di sejumlah wilayah di Indonesia, pada masa pandemi virus corona (Covid-19) saat ini. Asap yang dihasilkan tidak hanya berdampak pada kerusakan lingkungan saja, tetapi juga membawa risiko gangguan pernapasan. Asap yang ditimbulkan dari karhutla tersebut dapat menyebabkan sebagian orang mengalami gangguan infeksi saluran pernapasan atas (ISPA). Karhutla dapat menimbulkan dampak kesehatan yang cukup signifikan, terutama bagi anak-anak, ibu hamil, dan lansia sebagai kelompok rentan terhadap asap kebakaran hutan serta lahan.

Karhutla memperburuk kondisi kesehatan seseorang selama pandemi corona. Asap kebakaran hutan dan lahan dapat menyebabkan daya tahan tubuh seseorang menurun, sehingga mudah terinfeksi virus. Seperti yang diketahui, virus corona merupakan virus yang dapat menyerang sistem kekebalan tubuh yang lemah, terutama sistem pernapasan.

Oleh karena itu, menjaga sistem kekebalan tubuh selama masa pandemi sangat penting. Seperti kata pepatah “Sekali mendayung dua-tiga pulau terlampaui”, yang artinya upaya pencegahan kebakaran hutan dan lahan berperan penting dalam upaya bersama pencegahan penularan virus corona (Covid-19).

Memasuki musim kemarau, titik api kebakaran hutan dan lahan ditemukan di sejumlah wilayah. Berdasarkan pantauan di situs sistem pemantauan SiPongi Karhutla milik Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), hingga Januari 2022 terdapat 202 titik api di seluruh wilayah Indonesia mulai dari sedang hingga tinggi.

Sementara itu, beberapa titik panas belakangan ini tersebar di tujuh provinsi, yakni Jambi, Lampung, NTB, NTT, Papua, Sulawesi Selatan, dan Sulawesi Tenggara. Ancaman kebakaran hutan dan lahan perlu disikapi dengan hati-hati, seperti yang terjadi di masa pandemi corona. Perlu ada upaya yang lebih serius dan optimal untuk menyampaikan ke seluruh lapisan masyarakat, sehingga dapat dilakukan upaya pencegahan yang merupakan salah satu langkah terbaik mengatasi bencana kebakaran hutan dan lahan di masa pandemi.

Pencegahan yang dapat dilakukan antara lain perbaikan tata kelola air khususnya untuk lahan gambut, baik di permukaannya maupun kubah. Dengan begitu, konservasi air bisa menjadi salah satu cara untuk mencegah kebakaran hutan dan lahan di wilayah terkait. Upaya pencegahan harus dilakukan karena sulitnya proses pemadaman, bahkan water bomb pun belum tentu dapat memadamkan api secara efektif jika kebakaran terjadi di atas lahan seluas lebih dari 5 hektar, karena volume air yang dibutuhkan sangat besar.

Selanjutnya, beberapa hal perlu dilakukan untuk melakukan upaya pencegahan kebakaran hutan dan lahan yang permanen, efektif, serta efisien, yaitu terus-menerus melakukan analisis iklim, memantau pergerakan cuaca, kemudian dikembangkan dalam analisis kawasan di tempat rawan kebakaran hutan dan lahan. Tujuannya untuk menentukan lokasi kegiatan modifikasi cuaca atau yang disebut dengan hujan buatan.

Langkah berikutnya, melakukan pengendalian operasional melalui satgas terpadu yang melibatkan KLHK, BNPB, BPPT, BMKG, TNI, Polri, Kementerian Dalam Negeri, Pemda dan masyarakat setempat. Tugas satgas ini untuk deteksi dini dan kesiapan pemadaman kebakaran di darat dan di udara, termasuk sosialisasi dan penegakan hukum.

Kemudian, tentang pengelolaan lahan, cara yang bisa ditempuh yakni memberikan pembinaan kepada pemilik lahan dan pemilik usaha kehutanan, termasuk juga para petani tradisional yang sering membakar ketika membuka lahan atau pasca panen. Hal lain yang tak kalah penting adalah penguasaan lahan hutan gambut di kawasan Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri (HTI) dan perkebunan kelapa sawit, yang kerap menjadi lokasi kebakaran hutan dan lahan terbesar, terutama di pulau Sumatera dan Kalimantan.

Selama ini, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) juga telah menjalin kerja sama dengan Badan Restorasi Lahan untuk kawasan non-konsesi. Terkait ancaman pandemi corona, penanganan kebakaran hutan dan lahan dilakukan dengan menerapkan standar kesehatan bagi petugas dan juga memberikan informasi kepada masyarakat tentang pentingnya pencegahan virus corona. KLHK berharap operasi pengintaian dengan armada 32 pesawat bisa menjadi opsi permanen pengendalian kebakaran hutan dan lahan di masa depan.

Dalam menangani kebakaran hutan dan lahan di tengah pandemi corona, ini menjadi prioritas semua pihak. Menurut Presiden Joko Widodo, empat arahan agar kebakaran hutan dan lahan dapat dicegah, yaitu:

  • Bagaimana semua pihak di lapangan mengkoordinasikan, mengkonsolidasikan dan menggunakan teknologi untuk bekerja sama mencegah kebakaran.
  • Lakukan pencegahan sedini mungkin agar api tidak membesar.
  • Menegakkan hukum bagi mereka yang dengan sengaja membakar hutan dan lahan.
  • Penataan ekosistem gambut secara konsisten melalui kerjasama dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan Badan Perbaikan Lahan (BRG) untuk mencegah kebakaran di lahan gambut.

Mencegah karhutla di masa pandemi virus corona ini bukanlah hal yang mudah. Kebiasaan sebagian masyarakat yang menggunakan api untuk menyiapkan lahan pertaniannya menjadi tantangan bagi semua pihak, terutama pemerintah daerah dan pelaku ekonomi lokal. Apalagi di beberapa daerah seperti Kalimantan, membakar lahan sudah menjadi tradisi turun temurun yang digunakan masyarakat sebagai bagian dari ritual pembukaan lahan sebelum kegiatan pertanian dimulai. Mencegah kebakaran hutan dan lahan di tengah pandemi corona dengan melibatkan masyarakat sekitar merupakan solusi bersama, yang dapat memahami kebutuhan semua pihak.

Muhammad Idris

Baca Juga