Selama masa pandemi dua tahun ini, kami sekeluarga sebenarnya sudah beberapa kali mudik di momen penting keluarga. Sebagai pemudik sejati, kami biasa melakukan perjalanan lintas provinsi menuju kampung halaman. Adanya Tol Trans Jawa dan segala fasilitasnya, sangat membantu perjalanan kami menjadi lebih cepat dan nyaman. Mudik yang dulu menjadi tantangan berat, kini terasa lebih menyenangkan.
Antusiasme Masyarakat yang Membuat Khawatir
Tapi entah mengapa fenomena mudik lebaran tahun ini membuat saya merasa khawatir. Kebijakan pemerintah yang mengijinkan masyarakat untuk mudik lebaran dan cuti bersama disambut dengan suka cita oleh masyarakat. Euforia lebaran yang nyaris tidak terdengar selama dua tahun, kembali bergaung. Masyarakat terlihat begitu antusias untuk mudik ke kampung halaman masing-masing, dengan segala persiapannya.
Antusiasme itu sangat jelas terlihat, sejak ijin mudik lebaran diumumkan pemerintah. Tepat di hari pengumuman cuti bersama, teman saya tiba-tiba sudah kehabisan tiket kereta. Minggu kedua dan ketiga bulan puasa saya sempat mampir ke mall, yang ternyata sudah penuh dengan masyarakat yang membeli baju dan perlengkapan lebaran lainnya. Antrian mobil di bengkel dan toko asesoris mobil juga terlihat penuh, untuk keperluan service atau sekedar melengkapi mobil dengan berbagai asesoris tambahan. Pesanan kue-kue lebaran pun kembali ramai, seperti tahun-tahun sebelum pandemi.
Euforia inilah yang membuat saya merasa khawatir. Terbayang lagi kemacetan lebaran yang sangat parah bertahun-tahun yang lalu. Bagaimana kami pernah terjebak selama tujuh jam di kemacetan horor Brebes exit. Kami pernah mengalami rekor kemacetan terparah selama 39 jam, dari perjalanan normal selama 12-16 jam. Kami juga sering kesulitan sanitasi dan air bersih, tidur di SPBU karena kehabisan hotel, hingga kelaparan karena panjangnya antrian di tempat makan. Walaupun fasilitas Tol Trans Jawa saat ini sudah jauh lebih memadai, tapi entah bagaimana jadinya, bila masyarakat tumpah ruah di waktu yang bersamaan.
Persiapan Mudik yang Lebih Banyak
Kekhawatiran ini memicu saya membuat persiapan yang lebih banyak. Fokus utamanya adalah bagaimana agar kami aman dan nyaman di perjalanan. Situasi pandemi pastinya masih tetap harus menerapkan protokol kesehatan. Masker, hand sanitizer, desinfektan, tisue basah kering dan sabun cuci tangan menjadi perlengkapan wajib di tas masing-masing anggota keluarga.
Perbekalan air minum dan makanan diperbanyak, paling tidak cukup untuk menunda lapar hingga menemukan tempat makan yang enak dan nyaman. Obat-obatan ringan, vitamin dan suplemen penambah daya tahan tubuh sangat penting disiapkan dalam situasi pandemi ini. Mobil juga sudah di cek service rutin, dengan kondisi bensin full tank. Tak lupa e-toll diisi dengan saldo yang cukup, sesuai tarif pulang pergi sampai kampung halaman.
Seorang teman memberikan ide melengkapi perjalanan kali ini dengan kantong urine gel, yang praktis, tidak berbau dan hygiene. Bahkan ada yang menyarankan membeli diapers khusus dewasa. Waduuuh...terkesan berlebihan ya, tapi tidak aneh juga mengingat jadwal mudik kami H-3 lebaran. Yang membuat ketir-ketir, rata-rata teman saya ternyata mudik di H-3 lebaran juga. Akhirnya ide menyiapkan kantong urine gel itupun saya lakukan, walaupun tidak tahu bagaimana nanti penggunaannya di mobil, mengingat kami semua penumpangnya orang dewasa. Paling tidak, dalam kondisi darurat alat sanitasi itu bisa digunakan.
Manusia yang Penuh Persiapan
Teman saya dalam tulisannya pernah mengkritisi masalah persiapan ini. Dia mengatakan bahwa manusia adalah makhluk yang penuh persiapan. Saking banyaknya persiapan, hingga banyak hal yang mubazir terbuang percuma. Saya pikir konteks persiapan harus dibedakan pada kondisi kedaruratannya. Bila dalam kondisi normal untuk kebutuhan sehari-hari, memang sebaiknya kita penuhi secukupnya. Walau itupun masih saja ada yang berlebih, yang sebenarnya bisa kita sumbangkan pada orang-orang yang membutuhkan di sekitar kita.
Tapi untuk kondisi darurat dan tidak normal seperti mudik lebaran ini, rasanya tidak tepat juga kalau kita tidak membuat persiapan lebih, apalagi bila tidak persiapan sama sekali. Contohnya dapat kita simak di media, terjadinya kemacetan panjang di beberapa pintu tol (padahal baru H-9/H-10) hanya karena banyak pemudik yang saldo e-tollnya kurang.
Saya sungguh tidak habis pikir, apa mereka tidak pernah mudik atau tidak membaca info, hingga tidak tahu besaran tarif toll. Atau memang mereka tidak peduli dampak kemacetan panjang yang ditimbulkannya. Jangan-jangan mereka berharap tol digratiskan jika gerbang tol macet satu kilometer seperti yang disampaikan Menhub. Tidak terbayang dampaknya bila hal itu terjadi di H-3. Semoga pemerintah sudah mengantisipasi hal ini sebelum terjadi kemacetan yang lebih parah lagi.
Persiapan Sesuai Kebutuhan
Sebenarnya sah-sah saja mengantisipasi kondisi darurat dengan persiapan berlebih. Karena kita sulit memprediksi berapa lama kita akan berjibaku di perjalanan. Kecuali dalam kondisi normal, dimana persiapan bisa diperkirakan sesuai kebutuhan. Paling tidak, dengan persiapan-persaiapan tersebut membuat kita merasa aman dan nyaman di perjalanan.
Apalagi bila membawa bocil, persiapan yang dilakukan lebih ribet lagi. Saat anak-anak masih kecil, kami bahkan harus menyiapkan beberapa mainan baru, yang dibuka secara bertahap satu persatu saat mereka mulai rewel. Mainan baru membantu mengalihkan perhatian mereka, dari rasa jenuh dan lelah dalam kondisi kemacetan. Selain mainan, makanan-makanan kecil yang mereka sukai juga harus selalu disiapkan. Dan tak lupa membawa pispot, yang sekarang bisa digantikan kantong urine gel yang jauh lebih praktis.
Semoga mudik lebaran tahun ini dapat berjalan dengan lancar. Dengan berbagai strategi pemerintah seperti pengaturan one way dan ganjil genap. Dan yang paling penting, kita sama-sama berharap agar mudik lebaran ini tidak berdampak pada gelombang Covid berikutnya. Tetap waspada dengan menerapkan protokol kesehatan dalam setiap momen lebaran yang kita ikuti, agar suasana mudik lebaran tetap aman dan terkendali. (IkS)
Tag
Baca Juga
Artikel Terkait
-
Asuransi Perjalanan Komprehensif Buat Traveller, Apa yang Harus Dipertimbangkan?
-
Banjir Rob Rendam Pemukiman di Muara Angke
-
Sebut WHO Siapkan Pandemi Baru Pakai Senjata Biologis, Epidemiolog UI Skakmat Dharma Pongrekun: Gak Pantas jadi Cagub!
-
Sebut WHO Rancang Pandemi Baru, Epidemiolog UI Tepis Ucapan Dharma Pongrekun: Itu Omong Kosong
-
Fenomena Lampu Kuning: Ritual Keberanian atau Kebodohan?
Kolom
-
Polemik Bansos dan Kepentingan Politik: Ketika Bantuan Jadi Alat Kampanye
-
Regenerasi Terhambat: Dinasti Politik di Balik Layar Demokrasi
-
Tren Childfree di Indonesia Melonjak, Sejauh Mana Negara Hadir?
-
Trend Lagu Viral, Bagaimana Gen Z Memengaruhi Industri Musik Kian Populer?
-
Usai Kemenangan Telak di Pilpres AS, Apa yang Diharapkan Pendukung Donald Trump?
Terkini
-
Ditanya soal Peluang Bela Timnas Indonesia, Ini Kata Miliano Jonathans
-
3 Rekomendasi Oil Serum Lokal Ampuh Meredakan Jerawat, Tertarik Mencoba?
-
Mama yang Berubah Jadi Peri di Mummy Fairy and Me 4: Keajaiban Putri Duyung
-
Jambi Paradise, Destinasi Wisata Pilihan Keluarga
-
Melancong ke Jembatan Terindah di Jambi, Gentala Arasy