Scroll untuk membaca artikel
Candra Kartiko | Afrizal Lazuardi
Ilustrasi kesetaraan gender. [Freepik]

Feminisme dan kesetaraan gender selalu menjadi perdebatan tak berujung di masyarakat, terutama di sosial media. Banyak pendapat yang diutarakan masyarakat tentang isu tersebut. Tetapi sebelum kita membahas isu tersebut, mari saya jelaskan dulu apa itu feminisme dan kesetaraan gender.

Feminisme adalah suatu paham dimana perempuan memiliki hak yang sama terhadap laki-laki dalam berbagai sisi atau situasi. Hal ini dilatarbelakangi oleh kesadaran para wanita yang merasa hak mereka dibatasi sedangkan laki-laki tidak, hal itu  yang menimbulkan keirian para wanita. Sedangkan kesetaraan gender adalah suatu pandangan bahwa semua orang harus diperlakukan sama tanpa memandang gendernya. Feminisme adalah suatu bentuk wujud dari kesetaraan gender.

Gerakan feminisme ini sudah bergerak sejak abad ke-19 hingga awal abad ke-20 di Eropa. Pada waktu itu hak wanita dibatasi di berbagai tempat, seperti dalam hal pendidikan, kesempatan kerja dan politik serta standar moral. Mereka menuntut untuk seharusnya para wanita menerima perlakuan yang sama dengan pria. Gerakan ini menyebar dengan cepat ke wilayah Eropa dan Amerika.

Gerakan feminisme untuk mewujudkan keseteraan gender ini awalnya berjalan sesuai dengan tujuan awal, yaitu menuntut wanita untuk mendapatkan pendidikan seperti halnya laki-laki, kesempatan kerja, dan dapat bersuara di bidang politik. Namun semakin lama paham kesetaraan gender ini makin mengada-ngada. Banyak wanita di era modern ini menjadikan paham kesetaraan gender sebagai senjata utama untuk menentang ketika mereka melihat adanya perbedaan peran antara kedua gender tersebut. Seperti contoh banyak kasus dimana beberapa kaum perempuan menolak untuk mngerjakan pekerjaan rumah tangga seperti mencuci baju atau piring, bersih-bersih rumah, memasak. Mereka merasa dijadikan budak rumah tangga, padahal pekerjaan rumah adalah hal yang wajar dan umum, bahkan para suami juga bisa mengerjakan pekerjaan rumah tanpa bergantung dengan istri.

Peran perempuan memang terlihat lebih dominan dibandingkan laki-laki dari sisi pekerjaan domestik. Dimana peran laki-laki dianggap hanya keluar mencari nafkah sedangkan perempuan mengurus pekerjaan rumah tangga. Hal tersebut memang terlihat adil dengan membagi tugas masing-masing. Namun, tidak sedikit pula perempuan yang dituntut untuk turut serta bekerja membantu perekonomian rumah tangga namun juga diharuskan mampu mengerjakan pekerjaan rumah. Kalau begitu situasinya, solusi hanya butuh saling menghormati saja sesama pasangan. Suami tahu istrinya lelah setelah bekerja seharian, disitulah diharuskan saling pengertian, bukannya menuntut istri tetap mengerjakan pekerjaan rumahnya. 

Ada juga kasus dimana wanita menolak untuk memberi asi ke bayi karena merasa adanya ketidakadilan terhadap kedua gender itu. Nyatanya adil itu tidk harus sama, setiap gender memiliki perannya masing-masing, perempuan mengandung, menyusui dan sebagainya yang tidak bisa dikerjakan oleh kaum laki-laki.

Jadi sekali lagi, memang terkadang ada perbedaan peran antara kedua gender tersebut, ada ability khusus di laki-laki yang jika di wanita bukan merupakan suatu kelebihan, begitu juga sebaliknya, ada ability khusus di wanita yang jika di laki-laki merupakan suatu kelemahan. Jadi yang dibutuhkan adalah saling menghormati antar gender, atau bahkan saling menghormati antar sesama manusia tanpa memandang gender.

Afrizal Lazuardi

Baca Juga