Manusia pada dasarnya sebagai pembelajar, setiap perkembangan manusia selalu mengalami perkembangan pengetahuan. Dulunya yang hanya tahu satu cara mendapatkan sesuatu, tetapi seiring perjalanannya selalu mencari jalan mudah untuk mewujudkan sesuatu tersebut.
Lantas muncul pertanyaan, kalau manusia pada dasarnya sebagai pembelajar kenapa ada orang yang justru malas bahkan tidak mau untuk belajar? Hal ini mungkin disebabkan karena pandangan yang belum objektif.
Di lingkungan sekolah misalnya, kerap kali dijumpai anak dipaksa memahami pelajaran tertentu yang disampaikan oleh guru. Memukul habis kepada semua siswa agar bisa memahami semua pelajaran.
Pasti akan terjadi ada siswa yang suka pelajaran tertentu dan ada juga yang malah membencinya. Misalnya ada yang suka pelajaran Matematika, ada yang suka IPS, atau bahkan ada siswa yang tidak suka dari dua pelajaran tersebut dan lebih memilih keluyuran saat pelajaran itu masuk di kelasnya.
Mengapa ini terjadi? Hal itu disebabkan karena tujuan setiap siswa berbeda-beda. Jika siswa punya tujuan menjadi matematikawan, maka tentu ia akan lebih semangat untuk mengikuti pelajaran matematika demi bisa mewujudkan tujuan itu, begitupun siswa yang mempunyai tujuan dari mata pelajaran IPS.
Hal yang mesti disadari seorang guru, agar bagaimana siswa bisa memiliki tujuan. Kita tidak akan bisa memaksakan siswa harus bisa mengetahui pelajaran Matematika, tetapi ia punya tujuan menjadi pesepakbola yang andal.
Seorang guru harus bisa bertindak sebagai penuntun dan pengarah, bukan malah menjadi penentu keputusan siswa. Guru harus bisa menjadi pembimbing dalam mewujudkan tujuan siswa, begitupun peran orang tua.
Lantas bagaimana kalau siswa belum memiliki tujuan? Nah, itulah tugas seorang guru. Guru harus mampu membuka pintu-pintu tujuan yang harus dilalui oleh siswa, nanti tinggal siswa itulah yang akan memilih jalan yang mana.
Guru maupun orang tua, tidak boleh mengorbankan seribu pintu kesuksesan, hanya karena memaksakan mengetahui satu jalan saja. Jangan sampai keinginan guru atau orang tua tak sejalan dengan siswa, ujungnya bisa saja jadi malapetaka.
Jadi, pada dasarnya siswa adalah pembelajar sesuai dengan tujuan yang ingin dicapainya. Ia akan lebih semangat dan mencintai pelajaran, jika mampu merasakan bahwa di situlah jalan tujuannya. Hingga dengan begitu, belajar berangkat dari kemauan, bukan karena paksaan.
Baca Juga
-
Gagasan Pendidikan Ki Hajar Dewantara, Perlunya Akses Pendidikan Merata
-
Hari Raya Idul Fitri, Memaknai Lebaran dalam Kebersamaan dan Keberagaman
-
Lebaran dan Media Sosial, Medium Silaturahmi di Era Digital
-
Ketupat Lebaran: Ikon Kuliner yang Tak Lekang oleh Waktu
-
Dari Ruang Kelas ke Panggung Politik: Peran Taman Siswa dalam Membentuk Identitas Bangsa
Artikel Terkait
-
Batas Waktu Pencairan TPG Berapa Hari, Cek Fakta Benarkah Hanya 14 Hari
-
Pemerintah Lebih Pilih Guru ASN dan PPPK untuk Sekolah Rakyat, Ini Kata Mensos
-
Menteri Arifah Minta Kampus Lain Contoh UGM, Pecat Langsung Guru Besar Pelaku Pelecehan
-
Cabuli Mahasiswi, Mendiktisaintek Ungkap soal Status ASN Eks Guru Besar UGM Edy Meiyanto
-
Langkah Cepat Cek NISN untuk PIP: Panduan Anti Gagal Terbaru April 2025
Kolom
-
Ngopi Sekarang Bukan Lagi Soal Rasa, Tapi Gaya?
-
Penurunan Fungsi Kognitif Akibat Kebiasaan Pakai AI: Kemajuan atau Ancaman?
-
Komitmen Relawan Mahasiswa, Sekadar Formalitas atau Pilihan Hati?
-
Menelisik Jejak Ki Hadjar Dewantara di Era Kontroversial Bidang Pendidikan
-
Nilai Tukar Rupiah Loyo, Semangat Pengusaha Jangan Ikut-ikutan!
Terkini
-
Lagu Kick Start Karya Ampers&One: Lawan Pikiran Takut dan Tak Gentar Hadapi Tantangan
-
5 Tips Membaca Buku ala Raim Laode agar Lebih Mudah Paham
-
Review The Bondsman: Dibangkitkan dari Kematian Oleh Iblis
-
Gili Trawangan, Wisata Incaran Turis Lokal Maupun Mancanegara di Lombok
-
Rilis Juni Ini, Stray Kids Siap Comeback Lewat Album Jepang Hollow