Adanya kripto menurut beberapa pihak sebagai dampak buruk akibat kerusakan lingkungan pada beberapa tahun belakangan. Hal tersebut terjadi karena konsumsi energi listrik yang terpakai meningkat secara signifikan. Namun, semakin waktu berjalan membuat proses perkembangan teknologi berbasis kripto mematahkan stigma tersebut.
Setelah mengalami perkembangan yang pesat mampu menjelaskan kerusakan lingkungan yang terjadi saat ini bukan karena kripto. Melainkan, beberapa teknologi tradisional tradisional seperti batu bara yang masih berjalan hingga sekarang.
Berikut 3 alasan bahwa kripto bukan faktor utama kerusakan lingkungan:
Baca Juga: Mengenal Mata Uang Kripto: Keamanan, Mekanisme, dan Insentif yang Didapatkan
1. Penggunaan Konsumsi Energi Kripto yang Rendah.
Menurut data statistik, kripto penggunaan konsumsu energi hanya sebagian kecil dalam kerusakan bagi lingkungan.
Pada laporan kuartal kedua dari dewan penambangan kripto menunjukkan bahwa penambangan kripto telah mengkonsumsi sebesar 189 TWh listrik dalam satu tahun.
Angka tersebut sangat kecil jika melihat penggunaan energi untuk segala kegiatan yang sebesar 162.194 TWh.
Konsumsi energi negara China mencapai 39.361 TWh dan AS sebesar 29.291 TWh sangat berbanding terbalik dengan penambangan kripto yang mencapai 189 TWh.
2. Penelitian Tentang Kripto dan Dampak Bagi Lingkungan.
Mengutip pada laman whitehouse.gov, menjelaskan bahwa pada tahun 2022 penambang kripto secara tradisional mencari sumber daya yang lebih murah termasuk energi baru terbarukan.
Hal tersebut yang mengakibatkan bahwa kripto saat ini memberikan sebagian kecil dari kerusakan lingkungan.
Dewan penambang kripto telah mengumpulkan data dari hashrate dan memperkirakan bahwa 59% energi berasal dari sumber terbarukan.
Energi baru terbarukan menjadi media dalam memanfaatkan sebagai bahan bakar karena mampu meminimalisir terjadinya kerusakan lingkungan.
Selain itu, penggunaan energi terbarukan mampu meningkat 6% pada tahun 2022. Kemudian, karena kemudahan mesin penambang kripto saat ini terbukti efisien untuk mengurangi kerusakan lingkungan.
Dengan kombinasi konsumsi energi rendah serta mesin efisien membuat penggunaan kripto semakin masif pada masa sekarang.
Baca Juga: Mengenal Mata Uang Kripto dan Legalitasnya di Indonesia
3. Selalu Konsisten dalam Menolak Isu Miring dari Organisasi Lingkungan.
Sebelum kripto menjadi seperti yang sekarang pada jaman dahulu sering mendapat isu miring terkait kerusakan lingkungan.
Secara konsisten juga para pengguna kripto menolak isu miring dari beberapa organisasi seperti Greenpeace untuk mempengaruhi keberadaan kampanye yang cenderung meresahkan.
Para pengguna memiliki sejarah dalam mengabaikan tekanan dari kepentingan golongan tertentu yang tidak ingin kripto berkembang.
Selain itu, mereka terkenal karena selalu menolak inisiatif dari golongan tersebut sehingga lahir perjanjian New York untuk meningkatkan efektifitas blockchain.
Baca Juga: Jangan Cepat Tergiur, Perhatikan 3 Hal Penting Ini Sebelum Investasi Kripto
4. Sektor Perbankan Masih Menghabiskan Banyak Energi
Pada bulan Mei 2021, Galaxy Digital Mining telah membandingkan konsumsi energi kripto dengan sektor perbankan dan.
Pada laporan tersebut mencatat bahwa aktifitas kripto menggunakan 113,89 TWh hal tersebut berbanding terbalik dengan sektor perbankan sekitar 263,72 TWh selama setahun.
Sektor perbankan memiliki dua kali lipat dampak negatif terhadap lingkungan. Dengan adanya kripto yang merupakan sistem perbankan baru dapat meniadakan kebutuhan dan sebagai perantara terpercaya untuk memproses transaksi selama ini. Sehingga tidak mungkin bahwa beberapa tahun kedepan kripto mampu menggantikan perbankan saat ini.
Baca Juga
-
3 Kelemahan dan Potensi Menjadikan Bitcoin Masih Layak Pada Tahun 2023
-
3 Perusahaan Terknologi Dunia dalam Memanfaatkan Dunia Metaverse
-
3 Koin Mata Uang Kripto Mampu Memberikan Solusi bagi Permasalahan Dunia
-
5 Kemajuan Teknologi Kripto yang Muncul pada Tahun 2023
-
Mengenal Lightning Network sebagai Solusi Transaksi Menggunakan Kripto.
Artikel Terkait
-
Pafitimortengahutara.org: Memperkuat Komunitas dan Lingkungan di Indonesia
-
5 Fakta Menarik Kontes Mirip Nicholas Saputra, Tiru Timothee Chalamet Look-Alike
-
4 Fakta Timnas Jepang yang Perlu Diketahui Jelang Hadapi Indonesia di GBK
-
Pemerintah Sudah Kantongi Rp29,9 Triliun Pajak Ekonomi Digital
-
100 Hari Pemerintah Prabowo-Gibran Soroti Pengendalian Polusi Udara di Pusat Ekonomi Nasional
Kolom
-
Nasib Guru di Era Prabowo-Gibran: Akankah Janji Sejahtera Terwujud?
-
Kehamilan Remaja: Bisakah Kita Berhenti Melihat Pernikahan Sebagai Solusi?
-
Kesadaran Politik Gen Z Melalui Partisipasi Ruang Digital yang Demokratis
-
Marak Tren Pernikahan Dini di Media Sosial, Stop Romantisasi!
-
Membongkar Stigma: Etos Kerja Gen Z Tak Selamanya Buruk, Kenali Lebih Jauh!
Terkini
-
Kumamoto Masters 2024: Kalah di Babak 32 Besar, Putri KW "Kembali ke Bumi"
-
Segera Syuting, Yeri Red Velvet Kembali Bintangi 'Bitch and Rich' Season 2
-
Jadi Petugas Damkar, Ini Peran Joo Won di Film KoreaFirefighters
-
Cedera Ivar Jenner Membaik, tapi Harus Absen Lawan Jepang Gara-Gara Hal Ini
-
Casey Stoner: Ducati Bisa Lakukan Apa Saja untuk Pertahankan Gelar Juara