Scroll untuk membaca artikel
Hernawan | Fatson Tahya
Ilustrasi Mario Dandy Satriyo. [Suara.com/Iqbal]

Kasus anak mantan pejabat Kementerian Keuangan membuat heboh masyarakat Indonesia, kasus penganiayaan yang kemudian disusul dengan sorotan gaya hidup hedonisme lalu menjadi meluas ke topik-topik yang menjadi perbincangan masyarakat mengenai Kementerian Keuangan.

Keluarga Mario Dandy dikabarkan juga memiliki beberapa aset besar di sejumlah daerah, salah satunya adalah Daerah Istimewa Yogyakarta. Keluarga Mario Dandy dikabarkan memiliki aset berupa rumah serta restoran.

BACA JUGA: Kasus Mario Dandy dan Realita 'Anak Polah Bapa Kepradah'

Dalam sudut pandang kemiskinan

Daerah Istimewa Yogyakarta menurut Badan Pusat Statistik (BPS) menjadi Provinsi termiskin dan mempunyai kesenjangan sosial atau ketimpangan sosial tertinggi di Indonesia.

Dalam sudut pandang kondisi Daerah Istimewa Yogyakarta ini aset-aset yang dimiliki oleh keluarga Mario Dandy bisa ditarik suatu benang merah.

Orang-orang kaya yang berasal dari Jakarta berinvestasi di industri yang berjenis padat modal, dalam hal ini adalah restoran atau kafe. Hal ini dapat dilihat beberapa tahun terakhir.

Dengan saat ini sumber kekayaan dari ayah Mario Dandy sedang diselidiki, maka bisa dikatakan sumber dana yang tidak jelas dalam berinvestasi dengan model usaha yang bisa dikatan tidak terlalu prospek untuk menarik suatu keuntungan yang sangat besar.

Pelarian dan mencoba untung

Orang-orang seperti ini perlu berinvestasi karena bisa juga disebabkan karena uang dalam bentuk tunai yang dimiliki sudah terlalu banyak.

Mereka menyewa suatu lahan atau tempat untuk dijadikan tempat usaha untuk jangka waktu tertentu, hal ini seperti bentuk pelarian, dan jika untung maka keuntungan tersebut akan dikembalikan ke Jakarta.

Dalam bentuk usaha yang dibuat mempunyai target pelanggan-pelanggan yang sebagian besar adalah mahasiswa. Kemungkinan sebagian besar dari mahasiswa ini adalah mahasiswa rantau. Mereka akan menghasbiskan uang di restoran atau kafe tersebut.

Jadi perputaran ini seperti tidak pernah mengendap di Daerah Istimewa Yogyakarta, karena uang yang berasal dari luar daerah langsung dikembalikan lagi meuju luar daerah. Daerah Istimewa Yogyakarta seperti hanya mendapatkan transaksi QRIS.

Kondisi Daerah Istimewa Yogyakarta

Kondisi ini juga ditunjang oleh kondisi yang ada pada Daerah Istimewa Yogyakarta. Daerah Istimewa Yogyakarta tidak banyak mempunyai industri dengan skala besar, hanya sedikit atau mungkin beberapa.

Hal ini juga ditambah bahwa Kabupaten Sleman belum maksimal dalam menerapkan pajak restoran, sehingga beberapa restoran atau kafe ada beberapa yang tidak taat pajak atau belum membayar pajak. Keuntungan hanya didapat dari sewa tempat serta gaji UMR para pegawainya.

Daerah Istimewa Yogyakarta juga bisa dikatakan menjadi salah satu tujuan utama investasi property setelah Bali. Ada koruptor yang ketahuan, dan mereka mempunyai aset di Daerah Istimewa Yogyakarta.

Karena menggunanakan “uang panas” mereka tidak menghiraukan “latar belakang sosial”, mereka tidak peduli berapa jumlah uang yang harus dibayar, ini menjadi salah satu penyebab harga tanah di Daerah Istimewa Yogyakarta membumbung tinggi bahkan bisa dikatakan kenaikan harga di Daerah Istimewa Yogyakarta naik dengan cara tidak masuk akal.

Korban putaran ekonomi ini adalah masyarakat Daerah Istimewa Yogyakarta, mereka yang hidup di Tana Istimewa ini. Mereka hanya paham daerahnya tidak maksimal dalam kemajuan, UMR tetap rendah, tetapi harga properti tidak terjangkau.

BACA JUGA: Realitas Wanita di Era Generasi Z: Mengubah Paradigma Perempuan

Berharap dan benahi

Masyarakat Daerah Istimewa Yogyakarta berharap, dan semoga keadaan hidup di Daerah Istimewa Yogyakarta dapat dibenahi menjadi lebih baik.

Semoga harapan ini menjadi kenyataan dan warga atau masyarakat Daerah Istimewa Yogyakarta bisa hidup dengan tingkatan yang lebih baik.

Fatson Tahya