Umumnya lebaran dimaknai sebagai momentum merajut kebahagian dan kebersamaan. Hal tak mustahil memang, suasana lebaran akan tampak nuansa keceriaan di raut wajah orang-orang. Ucapan “minal aidin wal faizin, mohon maaf lahir dan bathin,” akan terngiang dan merajut animo masyarakat di setiap sudut-sudut kampung. Tak terasa memang, berpuasa sebulan penuh hingga akhirnya disuguhkan dengan lebaran (hari raya idul fitri) atau biasa orang menyebutnya sebagai hari kemenangan.
Menu makanan dan sajian pada setiap rumah akan tersedia, ajang silaturrahmi akan menguat pada setiap-setiap rumah. Saat sebagian orang yang lama di perantauan, kini sudah banyak mudik atau pulang kampung, agar di hari lebaran dapat berkumpul bersama dan mengenang kembali harmoni kampung halaman.
Tak bisa dinafikan kalau lebaran menjadi ajang penting untuk kembali ke kampung, akankah dalam diri kita masih terpatri untuk mengenang kembali suasana kampung halaman saat di hari lebaran? Dibalik kemeriahan dan kebahagiaan saat lebaran, hal yang tersembunyi pun tak patut kita lupakan.
Lebaran momen kemenangan, lalu bagaimana nasib dan kondisi masyarakat desa?
Mungkin saja ada yang menganggap tak afdol jika lebaran tak dimaknai dengan hari kemenangan dan kebahagiaan. Ya saya sih setuju-setuju saja, tapi apakah kebahagian itu memang ada jika konteksnya dalam kesejahteraan masyarakat desa? Apakah kebahagiaan itu akan terus ada di tengah masyarakat saat pemerintah di atas singgasana, termasuk pemerintah desa yang semestinya memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat?
Saat orang-orang menyampaikan pujian, tentu hal wajar juga jika kritikan dilontarkan kepada pemerintah, termasuk pada pemerintah desa. Saat momen lebaran di kampung halaman, di situ tentu kita bisa saja mencermati kinerja pemerintah desa dalam mensejahterakan masyarakatnya, betulkah sudah bekerja?
BACA JUGA: 5 Cara Bangun Hubungan Sehat dan Berkualitas agar Terhindar dari Kebosanan
Momen lebaran bisa menjadi cambukan bagi kita yang sehari-harinya lebih banyak di perantauan, kalau sebenarnya kampung halaman kita sedang tidak baik-baik saja dan masih terbelakang yang namanya kesejahteraan masyarakat. Kita bisa saksikan infrastuktur jalan, prekonomian masyarkat, dan sumber daya apa yang sudah dikelola oleh pemerintah desa. Sehingga wajar saja jika momen lebaran diiringi dengan pertanyaan dan diskusi seperti itu. Apa yang sudah dilakukan pemerintah desa dan dana desa itu peruntukannya sudah sampai di mana?
Kita bisa saksikan yang baru-baru ini viral di media sosial, tiktoker Bima Yudho yang kritik provinsi Lampung karena kondisi jalan yang sudah rusak parah, hingga Lampung dalam kritikan tersebut dijuluki sebagai dajjal. Tentu julukan itu berdasar dan bukan hanya kondisi jalannya, tetapi semua unsur yang ada hubungannya dengan masyarakat Lampung pada khususnya.
Tak usah jauh-jauh, di kampung halaman saya di desa Todang-Todang, kecamatan Limboro, kabupaten Polewali Mandar, Sulawesi Barat, juga mengalami seperti demikian kondisi jalan yang kini sudah rusak payah. Janji pemerintah untuk memperbaiki jalan tersebut sudah lama, tapi sampai kini masih sekedar wacana. Keluhan masyarakat atas kondisi tersebut seakan hanya disimpan di laci saja oleh pemerintah desa Todang-Todang. Kondisi jalan desa Todag-Todang saat ini nampak seperti sungai kering saja.
Di momen lebaran ini, janganlah bingkai kinerja pemerintah desa yang tidak becus dengan narasi hari kemenangan. Walau semua orang-orang desa sangat antusias memperkuat silaturrahmi, justru animo itu pulalah yang harus ditanamkan oleh pemerintah untuk melayani masyarakat.
Walau ada yang menganggap kalau opini saya ini tak berdasar dan tak ada hubungannya dengan momen lebaran. Saya bilang terserah saja, saya hanya ingin mengungkapkan keresahan saya melihat kondisi kampung halaman. Perlu diingat momen lebaran mestinya semua orang bahagia, dan narasi itu pulalah yang harus dipegang oleh pemerintah untuk mensejahterakan masyarakat. Karena pemerintah memang sudah menjadi tugasnya untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat, melindungi yang lemah, dan keberpihakan memang harusnya untuk rakyat semata.
Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS
Baca Juga
-
Kolaborasi Tim Peserta Pilkada Polewali Mandar 2024 Melalui Gerakan Pre-Emtif dalam Pencegahan Politik Uang
-
Estafet Jokowi ke Prabowo, Bisakah Menciptakan Rekrutmen Kerja yang Adil?
-
6 Alasan Kenapa Banyak Orang Lebih Memilih WhatsApp Dibanding yang Lain
-
6 Pengaturan di Windows yang Dapat Memaksimalkan Masa Pakai Baterai Laptop
-
7 Fitur Keamanan Android yang Bisa Lindungi Data Pribadi Kamu
Artikel Terkait
-
Utang Masih Menumpuk, Waskita Karya Jual Tiga Ruas Jalan Tol
-
Dari Kelas Berbagi, Kampung Halaman Bangkitkan Remaja Negeri
-
Endress+Hauser Indonesia Bangun Infrastruktur Air Bersih di Pedesaan
-
Perkuat Sistem Kelistrikan Kalteng-Kalbar, PLN Tuntaskan Pembangunan SUTT 150 kV Kendawangan-Sukamara
-
Lirik Lagu Batak Pulo Samosir dan Maknanya
Kolom
-
Menggali Xenoglosofilia: Apa yang Membuat Kita Tertarik pada Bahasa Asing?
-
Apatis atau Aktif? Menguak Peran Pemilih Muda dalam Pilkada
-
Mengupas Tantangan dan Indikator Awal Kredibilitas Pemimpin di Hari Pertama
-
Mempelajari Efektivitas Template Braille pada Pesta Demokrasi
-
Transparansi Menjaga Demokrasi di Balik Layar Pemilu, Wacana atau Nyata?
Terkini
-
3 Serum yang Mengandung Tranexamic Acid, Ampuh Pudarkan Bekas Jerawat Membandel
-
3 Varian Cleansing Balm Dear Me Beauty untuk Kulit Kering hingga Berjerawat
-
Alfan Suaib Dapat Panggilan TC Timnas Indonesia, Paul Munster Beri Dukungan
-
Berbau Seksual, Lirik Lagu Tick Tack English Ver. Karya ILLIT Dikecam Penggemar
-
Ulasan Buku My Home: Myself, Rumah sebagai Kanvas Kehidupan