Menjelang hajat pemilu 2024 situasi politik semakin hangat dan kini semakin menjadi perbincangan publik. Partai-partai politik sedang gencar untuk menggandeng siapa agar bisa mensukseskan pesta demokrasi tersebut.
Aktor muda Al Ghazali dan El Rumi dikabarkan secara resmi terjun ke dunia politik lewat Partai Gerindra. Tentu masuknya anak Ahmad Dhani itu bukan fenomena baru.
Masuknya artis muda maupun yang sudah tua merupakan fenomena umum di partai politik kita.
Jika sudah menjadi kader partai, para entertainer itu lantas akan mendapat mandat yang lebih menantang: mengurus kebijakan publik, tidak lagi hanya berpikir bagaimana menghibur masyarakat.
Masuknya para artis muda ke dalam partai politik akhir-akhir ini menarik untuk diperbincangkan. Partai politik butuh eksposur yang besar dalam mengikuti even elektoral.
Artinya, ia tidak bisa gegabah dengan mencalonkan kader yang tidak dikenal masyarakat. Soal program yang dikampanyekan, jadi urusan belakangan. Yang penting rakyat sudah kenal dulu.
Tentu saja dengan merekrut artis, partai tidak perlu bekerja sangat ekstra untuk memperkenalkan kadernya ke masyarakat. Artis sudah dikenal lebih dulu bahkan sebelum jadi kader partai terkait. Biaya kampanye akan lebih hemat!
Artis muda menjadi pertimbangan partai, lantaran menurut paparan Komisi Pemilihan Umum (KPU) para pemilih di pemilu 2024 nanti 60% berisi anak-anak muda, generasi Z dan milenial.
Kader Instan
Keputusan partai yang merekrut artis-artis disadari atau tidak tengah melakukan kaderisasi secara instan. Berbeda halnya bila artis terkait sudah punya hubungan kerja sebelumnya dengan partai dan punya rekam jejak dalam urusan kebijakan publik.
Idealnya memang suatu partai politik mampu melahirkan kader yang sudah teruji. Bukan sekadar punya niat baik. Partai politik sejatinya bukan kendaraan untuk meraih kekuasaan saja.
Bila difungsikan sebagai lembaga pendidikan, partai mestinya menjadi ruang bagi anak-anak muda untuk terlibat dalam urusan kebijakan publik dan kontestasi pembangunan baik skala lokal maupun nasional.
Kaderisasi itu bisa dibangun partai politik dari akar rumput, misalnya dengan mendirikan organisasi pelajar, mahasiswa, kelompok tani, perkumpulan pemuda, dan komunitas-komunitas sejenisnya.
Nantinya komunitas tersebut akan menampung segala potensi yang dimiliki anak-anak muda, tempat penggemblengan sebelum masuk ke tahap yang lebih menantang lagi.
Misalnya, partai merekrut anak-anak muda yang menyukai dunia sepakbola di dalam komunitas olahraga tersebut. Karena diproyeksikan untuk menjadi pengambil kebijakan kelak, pemuda itu mesti dilibatkan dalam kegiatan organisasi seperti bagaimana membuat even olahraga, mencari bakat-bakat anak muda, dan lain-lain.
Bisa jadi dengan begitu ia akan menjadi atlet dan di masa berikutnya dapat duduk di kursi pemerintahan. Dengan pengalaman yang sudah kaya, diharapkan kader itu dapat memproduksi kebijakan yang sesuai dengan kebutuhan dunia olahraga terkait dan sejalan dengan kebutuhan rakyat.
Partai bisa saja untung dengan kehadiran artis di lembaganya karena bisa mudah mendulang suara. Tapi ingat, maksud dari adanya partai politik tidak sekadar untuk jadi peserta even pemilu.
Pemilu jangan sampai dijadikan sebagai agenda partai politik saja untuk mendapatkan kursi suara. Tetapi juga mesti jelas, apakah calon yang diusung partai itu akan becus mengurus masyarakat, sejauh mana rekam jejaknya untuk merumuskan kebijakan publik? Kaderisasi yang berkelanjutan adalah PR buat semua partai politik kita.***
Baca Juga
Artikel Terkait
-
Usai Kemenangan Telak di Pilpres AS, Apa yang Diharapkan Pendukung Donald Trump?
-
Akui Politik Uang di Pemilu Merata dari Sabang sampai Merauke, Eks Pimpinan KPK: Mahasiswa Harusnya Malu
-
Guru Besar UI Sebut UU Pemilu Perlu Selalu Dievaluasi dan Diubah, Kenapa?
-
Bawaslu Umumkan Hasil Investigasi Sore Ini, Prabowo Bakal Kena Sanksi Video Dukung Ahmad Luthfi?
-
Sudah 5 Tahun Gak Naik-naik, Bawaslu Minta Pemerintah Naikkan Gaji Panwascam hingga 100 Persen
Kolom
-
Indonesia ke Piala Dunia: Mimpi Besar yang Layak Diperjuangkan
-
Wapres Minta Sistem Zonasi Dihapuskan, Apa Tanggapan Masyarakat?
-
Ilusi Uang Cepat: Judi Online dan Realitas yang Menghancurkan
-
Dukungan Jokowi dalam Pilkada Jakarta: Apa yang Bisa Kita Pelajari?
-
Polemik Bansos dan Kepentingan Politik: Ketika Bantuan Jadi Alat Kampanye
Terkini
-
Min Hee-jin Tuntut Rp56 M terhadap Agensi ILLIT Atas Pencemaran Nama Baik
-
Belajar Menerima Trauma Masa Lalu dari Buku Merawat Trauma
-
Rumah Makan Padang Melisa, Kelezatan Tiada Tara di Kota Jambi
-
Belum Dilirik STY untuk AFF Cup 2024, Apakah Jens Raven Tak Masuk Kriteria?
-
Vera Farmiga Tulis Pesan Haru untuk Patrick Wilson usai Conjuring 4 Selesai, Apa Isinya?