Scroll untuk membaca artikel
Hayuning Ratri Hapsari | Agus Siswanto
Ilustrasi anak sekolah (Pexels.com/Agung Pandit Wiguna)

Ada pernyataan menarik Presiden Jokowi terkait PPDB Zonasi. Saat ditanya wartawan tentang kisruh PPDB Zonasi yang mencoreng wajah pendidikan, dijawab akan ditinjau lagi.

Kisruh PPDB Zonasi di beberapa kota di Jawa Barat jelas mencederai tujuan mulia penerapan PPDB Zonasi. Sebab tujuan sistem itu adalah pemerataan pendidikan.

Dalam kenyataannya ratusan orang tua siswa melakukan serangkaian kecurangan. Hal itu dilakukan demi meraih sekolah-sekolah negeri impian.

Modus yang dilakukan pun beragam. Mulai dari menitipkan anak pada KK keluarga dekat sekolah. Menggunakan alamat palsu berupa tempat kos atau bahkan gudang-gudang kosong.

Tempat-tempat yang dipilih adalah rumah yang berdekatan dengan sekolah tujuan. Lebih ngeri lagi ada beberapa kepala keluarga yang tidak mengetahui jika ada anggota keluarga baru di KK-nya.

Hasil dari penelusuran ini, pihak Pemerintah Kota Bogor membatalkan status diterima sekitar 300 siswa karena terindikasi curang.

Bahkan Ridwan Kamil, Gubernur Jawa Barat membatalkan status 4.197 calon siswa karena diduga masuk lewat jalur curang.

Serangkaian kisruh inilah yang mendorong wacana penghapusan PPDB Zonasi. Beberapa pihak menyatakan bahwa sistem terbukti tidak berhasil. Buktinya banyak penyimpangan di dalamnya.

Sebagai ganti sistem zonasi, diusulkan penggunaan nilai sebagai dasar penerimaan. Sistem ini dianggap lebih adil, karena mengakomodir mereka yang berprestasi.

Lain dengan sistem zonasi yang menggunakan jarak rumah tinggal dan sekolah sebagai satu-satunya syarat. Otomatis anak tidak punya pilihan.

Di sisi lain, penggunaan nilai sebagai penentu seleksi PPDB, tidak sepenuhnya ampuh. Justru penggunaan nilai rawan dengan penyimpangan.

Hal ini tidak mengada-ada, dengan sistem jurnal peluang manipulasi data sangat besar. Nilai yang dimasukkan petugas, bisa saja tidak sesuai.

Sementara itu, para pendaftar akan mengalami kesulitan untuk memonitor kecurangan tersebut. Terkecuali mereka mengenal dengan baik pelaku kecurangan tersebut.

Pada akhirnya semua kembali pada masyarakat. Karena sebagus apa pun aturan, pasti ada celah yang mampu dimanfaatkan.

Sebenarnya dalam PPDB Zonasi telah ada kuota bagi calon siswa berprestasi. Namun karena kuota terbatas dan persaingan ketat, orang lebih memilih kuota zonasi dengan menggunakan alamat palsu.

Agus Siswanto