Media sosial adalah sebuah media berbasis daring (dalam jaringan) dan dapat memudahkan kita semua untuk bisa berkomunikasi dengan orang lain tanpa batas ruang dan waktu. Media sosial pertama dikenali pada tahun 1995 dalam sebuah situs GeoCities, situs yang bergerak pada bidang penyewaan hosting untuk menyimpan data web agar bisa diakses dari mana saja. Situs ini merupakan cikal bakal lahirnya situs-situs web lain seperti Facebook, Instagram, Twitter, Whatsapp, Tiktok, dan yang lainnya. Dengan maraknya penggunaannya, secara tak langsung kini sosial media sosial menjadi keharusan sebagai gaya hidup. Hal ini sudah sejak lama disinggung oleh Manuel Castells mengenai network society atau bisa juga disebut dengan masyarakat jaringan. Maksdunya, perkembangan masyarakat hari ini telah dikuasai oleh teknologi untuk bisa mengakses berbagai informasi. Dengan demikian, arus komunikasi menjadi tidak bisa ditebak dan dapat berjalan ke mana saja.
Perkembangan zaman khususnya teknologi telah membuat beberapa perubahan signifikan terhadap aspek kehidupan sosial di dalam masyarakat. Tentunya hal ini begitu memberikan dampak yang kentara terhadap keinginan individu untuk bisa mewujudkan harapan dan impiannya sesuai dengan keadaan zaman. Setiap individu berlomba-lomba merealisasikan apa yang selama ini didambakan di dalam media sosial. Itu semua merupakan salah satu bentuk dari upaya pemenuhan kebutuhan hidup untuk tetap eksis di dalam kehidupannya sesuai dengan perkembangan zaman yang massif ini.
Namun, dalam sisi lainnya teknologi pun khususnya media sosial dapat memberikan dampak yang kurang baik, seperti contohnya anak muda kontemporer lebih mengedepankan brand daripada fungsi dan kegunaannya. Kenapa demikian? Dengan banyaknya influencer-influencer yang bermunculan di media sosial tentunya akan menimbulkan animo yang luar biasa di masyarakat khususnya anak muda. Sang influencer menjadi memiliki massa, memiliki fans-nya tersendiri, kemudian secara tak langsung mereka terinsipirasi dengan apa yang dikenakan oleh sang influencer. Seperti contohnya ketika seorang youtuber yang mengenakan ponsel keluaran terbaru, mereka akan berusaha untuk memiliki hal yang sama dengan youtuber itu. Karena mereka mengaggap bahwa hal itu adalah pembuktian bahwa mereka adalah fans sejatinya.
Dengan adanya fenomena seperti itu, media sosial memberikan dampak terhadap kesadaran manusia. Sebuah nilai kegunaan tergeser oleh sesuatu yang tidak bernilai. Influencer menjadi kiblat bagi anak muda bagaimana seharusnya dia bersikap, bertutur kata, bahkan membuat viral perkataan-perkataan yang dilontarkan oleh sang influencer tersebut. Sang influencer pun menjadi sering membuat sign yang tidak baku seperti contoh seorang youtuber yang membuat jargon “Jangan pernah semangat tetapalah putus asa, jadilah beban keluarga”. Pada dasarnya jargon tersebut hanyalah candaan saja, namun karena influencer itu berada dalam salah satu platform media sosial yang terkenal, maka yang bisa melihatnya siapa saja, anak-anak, remaja, lansia, dan yang lainnya. Ketika sosial media itu diakses oleh sebagian orang yang tak memahami konteks dari candaan tersebut akan menimbulkan salah penafsiran dan berdampak terhadap hiperrealitas dan simulacra dalam media sosial.
Kehadiran di media sosial kini menjadi sebuah keharusan untuk tetap eksis, hal itu seakan-akan berkaitan dengan adagium dari Rene Descartes yakni, Cognito Ergo Sum (Aku berpikir, maka aku ada), namun kini berubah menjadi “Aku update status, maka aku ada). Penggunaan sosial media yang setiap saat secara tak langsung dapat mengubah cara pandang terhadap kesadaran manusia itu sendiri. Contohnya apabila kita mengamati perilaku masyarakat masa kini yang sudah jarang berinteraksi dengan lingkungan sekitar, ketika berada dalam ruang publik mereka lebih memilih untuk menyibukkan diri dengan ponsel dan media sosial masing-masing daripada berkomunikasi dengan orang di dunia nyata. Mereka terlalu asyik menyelami idolanya di sosial media.
Sosial media begitu banyak memberikan dampak yang positif untuk kita semua. Sampai sekarang ini kita bisa merasakan dari perkembangan teknologi yang canggih. Berkat adanya perkembangan teknologi yang dimulai dari revolusi industri pada tahun 1760 – 1840 seluruh dunia kini bisa merasakan manfaatnya. Semua pekerjaan manusia terbantu karena adanya perkembangan teknologi, bisa memudahkan kita untuk berkomunikasi tanpa batas ruang dan waku, memudahkan kita semua untuk bisa mencari informasi yang kita inginkan atau berselancar di dunia maya. Sosial media bisa menghasilkan bisnis yang menjanjikan hingga muncul profesi baru yang pekerjaannya dari sosial media seperti, Selebgram, Sosial Media Strategist, Blogger, dan masih banyak lagi.
Terlepas dari itu semua, sosial media pun memberikan dampak yang kurang baik terhadap kesadaran manusia, kini manusia lebih senang hidup di dunia maya dibandingkan di kehidupan nyata. Karena media sosial bisa dengan mudah dikendalikan sesuai dengan keinginan. Dalam media sosial kita bisa memantau orang-orang yang kita inginkan, dalam sosial media kita bisa bebas melakukan apa saja tanpa orang lain mengetahui identitas asli kita. Bahkan sosial media bisa mempengaruhi kesadaran manusia terhadap kehidupan nyatanya. Karena media sosial, mereka menghabiskan berpuluh-puluh jam dengan smartphone dan mengabaikan lingkungan sekitarnya ysnh di mana itulah kehidupan aslinya. Hampir sering ditemui, kini masyarakat memiliki budaya yang baru, yaitu tak bisa lepas dari media sosial. Media sosial seakan menjadi kebutuhan primer dalam kehidannya. Bahkan hal melakukan hal-hal yang kurang bermanfaat daripada memperhatikan lingkungan sekitar yang nyata. Fenomena ini telah dikaji oleh filsuf Perancis Jean Baudrillard sejak dulu, dan kini semakin menjadi di tengah pesatnya teknologi di tengah masyarakat.
Referensi
Nur Ainiyah, “Remaja Millenial dan Media Sosial: Media Sosial Sebagai Media Informasi Pendidikan Bagi Remaja Millenial”, Jurnal Pendidikan Islam Indonesia, Vol 2 No 2 (2018),
Minan Jauhari, “Media Sosial: Hiperrealitas dan Simulacra Perkembangan Masyarakat Zaman Now Dalam Pemikiran Jean Baudrillard”, al-Adalah Jurnal Kajian Keislaman dan Kemasyarakatan, Vol 20 No 1 (2017).
Denzin. Norman K. 1986. “Post Moderns Social Theory”. Jurnal Sociological Theory, Vol. 4, Number. 2 (Autumn, 1986).
Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS.
Baca Juga
-
Pentingnya Berfilsafat di Tengah Kondisi Demokrasi yang Carut-Marut
-
Film A Moment to Remember: Menggugah Hati dan Syarat akan Antropologis
-
Menguak Misteri: Kecerdasan Tidak Didasarkan pada Kehebatan Matematika
-
Antara Kecerdasan Emosional dan Etika dalam Bermain Media Sosial
-
Ini yang Akan Terjadi jika Kuliah atau Pendidikan Tinggi Tidak Wajib!
Artikel Terkait
-
Satu dari Tiga Remaja Alami Masalah Kesehatan Mental, Ini Cara Agar Mereka Dapat Informasi Kredibel di Media Sosial
-
Ditanya Soal Pemeriksaan ke Budi Arie Terkait Judol, Kapolri Tanggapi Dengan Senyum
-
Calvin Verdonk Tak Minat Cari Cuan di Instagram: Kalau di Rumah Habiskan Waktu dengan Keluarga
-
Marak Tren Pernikahan Dini di Media Sosial, Stop Romantisasi!
-
Nyaris Tiada Harapan: Potensi Hilangnya Kehangatan dalam Interaksi Sosial Gen Z
Kolom
-
Melawan Sunyi, Membangun Diri: Inklusivitas Tuna Rungu dan Wicara ADECO DIY
-
Ujian Nasional dan Tantangan Integritas Pendidikan Indonesia
-
Menggali Makna Mahasiswa 'Abadi': Antara Idealisme dan Keterlambatan Lulus
-
Nggak Perlu Inget Umur, Melakukan Hobi di Umur 30 Itu Nggak Dosa Kok!
-
Kuliah atau Kerja? Menyiasati Hidup Mahasiswa yang Multitasking
Terkini
-
Sinopsis Film The Sabarmati Report, Kisah Dua Jurnalis Mengungkap Kebenaran
-
Melihat Jadwal Tur Linkin Park, Jakarta Satu-satunya Kota di Asia Tenggara
-
Ulasan Novel Seribu Wajah Ayah: Kisah Perjuangan dan Pengorbanan Ayah
-
Wajib Beli! Ini 3 Rekomendasi Cushion Lokal dengan Banyak Pilihan Shade
-
3 Rekomendasi Drama China yang Dibintangi Cheng Yi, Terbaru Ada Deep Lurk