Scroll untuk membaca artikel
Hikmawan Firdaus | Arif Yudistira
Ilustrasi bulliying.[Pixabay.com]

Kekerasan di dunia pendidikan seolah tidak berhenti. Di tahun 2023, sudah terjadi 93 kasus kekerasan di dunia pendidikan. Dunia pendidikan yang semestinya menyemai benih anti kekerasan dan benih perdamaian justru jadi ladang atau tempat tumbuhnya kekerasan. Pelaku kekerasan di dunia pendidikan pun bervariatif. Tidak hanya guru, tetapi juga murid kini mulai menjadi pelaku kekerasan dalam dunia pendidikan. 

Di Gresik, seorang bocah kelas 2 SD harus menerima nasib yang malang atas dirinya. Ia menjadi korban bully kakak kelas ditusuk matanya hingga buta. Di Cilacap, karena ikut geng yang berbeda dengan teman-temannya, ia dibully dan dihajar hingga babak belur. Ia ditendang kepala, perut dan tubuhnya oleh temannya sendiri.  Sementara itu, guru di SMA N Rejang Lebong Bengkulu diketapel oleh ayah muridnya sendiri karena anaknya diingatkan gurunya agar tidak merokok di lingkungan sekolah. Pak guru harus mendekam di rs dan mengalami kebutaan. 

Kekerasan di lingkungan pendidikan seolah sudah melampaui batas. Anak usia sekolah dasar bisa sebrutal dan sebiadab itu memukul dan menganiaya temannya sendiri. Pendidikan akhlak dan budi pekerti seolah semakin meredup di sekolah-sekolah kita saat ini. Pendidikan adab dan akhlak yang dulu menjadi bagian integral dalam dunia pendidikan seolah mengalami penurunan. Anak-anak didik kita justru lebih banyak mencari figur, mencari referensi dan sosok idaman mereka di luar dunia pendidikan. Idola, gaya hidup, referensi makan dan pergaulan kini dipengaruhi oleh internet dan teknologi.

Menurut Thomas Hobbes, manusia adalah serigala bagi manusia lain. Artinya, manusia bisa menjadi “makhluk yang dikuasai oleh dorongan-dorongan irrasional dan anarkistis serta mekanistis yang saling mengiri dan membenci sehingga menjadi kasar, jahat, buas dan pendek pikir.” Dari pandangan Hobbes itulah kita bisa mahfum bahwa remaja, anak-anak dapat berpotensi sebagai “pelaku” kekerasan. 

Butuh Pengawalan 

Kemenristekdikbud telah membuat Permendikbud nomor 46 tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan (PPKSP). Peraturan ini adalah payung hukum yang cukup melegakan terhadap fenomena kekerasan yang marak di lingkungan pendidikan selama ini.

Meski baru diuncurkan pada bulan Agustus 2023, jumlah kekerasan di lingkungan pendidikan masih saja muncul. Kekerasan di lingkungan pendidikan adalah tanggung jawab warga sekolah, masyarakat dan juga keluarga (orang tua) murid. 

Kasus-kasus kekerasan di lingkungan pendidikan kita selama ini terjadi akibat kelengahan dan juga kurangnya pengawasan di satuan pendidikan. Semua warga sekolah harus diedukasi dari petugas kebersihan sekolah, anak-anak sampai guru sekalipun. Ketika semua warga sekolah sudah diedukasi dengan baik tentang perlunya pencegahan kekerasan di lingkungan pendidikan, tentu kita bisa meminimalisir terjadinya kekerasan. 

PPKSP sendiri sebenarnya sudah mencantumkan sanksi yang tegas terhadap guru, maupun anak yang melakukan kekerasan di satuan pendidikan. Bagi guru yang berstatus PNS maupun non PNS, guru bisa ditindak secara pidana bila melakukan tindakan kekerasan di sekolah. 

Tindakan kekerasan di lingkungan sekolah atau pendidikan saat ini menjadi sorotan publik karena jumlah dan motifnya yang semakin beragam. Fenomena ini tentu menjadi keprihatinan bersama antara orang tua dan guru untuk merefleksikan kembali nilai-nilai utama yang ditekankan dalam pendidikan anak seperti akhlak dan adab.

Aturan PPKSP yang diturunkan Kemenristekdikbud bukan senjata utama melawan kekerasan di lingkungan pendidikan. Para guru, stake holder sekolah dan juga orangtua murid perlu mengawal bersama agar penerapan aturan ini bisa dipahami oleh warga satuan pendidikan dan disuarakan terus-menerus.

Tanpa sosialisasi dan juga pengawalan bersama aturan ini, tentu aturan ini hanya sekadar etalase semata di tengah maraknya kasus kekerasan di lingkungan pendidikan. 

Kita semua tentu ingin anak kita sekolah dengan nyaman, belajar dengan riang tanpa adanya kekerasan yang menimpa dirinya. Jangan sampai lingkungan sekolah atau pendidikan justru “takut” dan berdiam diri. Kekerasan di lingkungan pendidikan membutuhkan tindakan pencegahan dan langkah preventif agar kekerasan tidak terulang kembali. 

Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS.

Arif Yudistira