Scroll untuk membaca artikel
Hernawan | Arya Satriya
Ilustrasi Water Management (Unsplash/Kalle Saarinen)

Ketersediaan air bersih telah menjadi isu global sejak lama, kasus ini diperparah dengan kurangnya kesadaran masayrakat mengenai pentingnya mengelolah dan menghemat air dalam setiap kegiatan. Air bersih dan sanitasi yang layak merupakan hak dasar setiap individu, dan memastikan ketersediaan dan pengelolaan air bersih merupakan kewajiban dari berbagai segmen masyarakat.

Menanggapi tantangan global ini, Supply Chain Management (SCM) memainkan peran yang semakin penting. Hal ini juga sejalan dengan Sustainable Development Goals (SDGs), khususnya pada poin ke-6. Fokus utama dalam artikel ini adalah untuk mengeksplorasi bagaimana penerapan prinsip-prinsip Sustainable Water Management dalam SCM dapat menjadi kunci untuk mencapai akses universal terhadap air bersih dan sanitasi pada tahun 2030.

Konsep Sustainable Water Management dalam Supply Chain Management

Ilustrasi Supply Chain (Freepik/brgfx)

Salah satu tantangan penting yang dihadapi dunia adalah akses terhadap air bersih. Menurut laporan Bank Dunia pada tahun 2014, 780 juta orang masih belum memiliki akses terhadap air bersih, dan lebih dari 2 miliar orang di dunia tidak memiliki akses terhadap sanitasi.

Dampaknya sangat parah, dengan ribuan nyawa melayang setiap hari dan kerugian material mencapai 7 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) dunia. Oleh karena itu, penerapan prinsip-prinsip pengelolaan air yang berkelanjutan dalam SCM menjadi semakin penting.

Dalam konteks ini, SCM dapat memberikan kontribusi yang signifikan dengan mengoptimalkan penggunaan air. Perubahan dalam proses SCM untuk mencapai penggunaan air yang lebih sedikit dapat memberikan dampak global yang positif. Pertama-tama, tindakan sederhana seperti mendesain kemasan produk dengan lebih efisien atau menggunakan teknologi kemasan yang ramah lingkungan dapat mengurangi jejak air secara substansial.

Selain itu, kolaborasi di antara para pelaku rantai pasokan dalam industri ini sangatlah penting. Para pemangku kepentingan SCM, termasuk produsen bahan baku, distributor, dan peritel, harus bersatu untuk menerapkan praktik berkelanjutan yang hemat air. Untuk mengurangi dampak lingkungan, produsen dapat menerapkan teknologi pengolahan limbah yang lebih efisien, dan distributor dapat mengoptimalkan rute pengiriman.

Pentingnya edukasi dalam mencapai tujuan ini juga tidak boleh diabaikan. Semakin besar kesadaran pelaku industri mengenai dampak dari praktik pengelolaan air yang buruk, semakin besar kemungkinan mereka akan melakukan modifikasi yang konstruktif. Oleh karena itu, program dalam setiap kegiatan SCM harus menekankan pentingnya konservasi air. Hal ini juga dapat membantu dalam mendukung SDGs terutama poin 6.

Selain mengurangi konsumsi air, penerapan prinsip-prinsip Sustainable Water Management dalam SCM membutuhkan inovasi dalam pengelolaan sumber daya air. Teknologi cerdas, seperti analisis data dan sensor untuk memantau kualitas air, dapat membantu pelaku industri dalam mengidentifikasi segmen rantai pasokan yang dapat dioptimalkan untuk efisiensi air yang lebih besar.

Arya Satriya