Kalian pernah nggak waktu kerja kelompok ketemu salah satu anggota yang bisa dikatakan dia itu beban? Kenapa saya bilang' beban? Yah, karena dia itu nggak kerja sama sekali. Nggak ada kontribusinya sama sekali dalam kelompok.
Ngasih saran enggak, nimbrung enggak, kalau dikasih tugas nggak pernah bisa diandelin, alias nggak bisa dipercaya. Buset, apes banget pokoknya! Pernah nggak kalian dapet anggota kayak gitu? Atau jangan-jangan kalian yang lagi baca artikel saya sekarang yang kayak gitu?
Tolong bolo, kerjasamanya. Mbok ya kalau namanya kerja kelompok itu setiap anggota minimal walaupun dikit banget, ya ada kontribusi yang menguntungkan gitu lhoh! Bukan malah jadi beban, nyrimpet-nyrimpeti temannya yang lain, yang udah berusaha sungguh-sungguh dalam mengerjakan tugas.
Kadang yang bikin kesel banget tuh, temennya udah susah-susah bikin bahan materi, tinggal mempelajari materi yang udah dibagi buat presentasi di depan aja susahnya minta ampun. Bahkan, sudah sangat dipermudah buat baca tapi kok ya masi aja salah.
Kadang juga suaranya itu pelan banget sampai kena tegur temen sendiri bahkan dosen sekalipun. Tapi tetep aja volumenya nggak dibesarin. Sebenarnya yang salah telinga temen dan dosen saya yang lagi berusaha menyimak materi, apa memang lu yang suaranya kecil?
Herannya, kenapa lu kalau waktu nggak ada kelas, terus nggosip, ghibah, ketawa sama temen-temen lu itu suara bisa kenceng banget? Aneh tapi nyata si ini emangan.
Saya kemarin (17/9/2023) sempat tanya ke temen yang beda kampus dengan saya. Namanya Azha, kuliah di Stikes Dharma Husada Kediri. "Karna males mengerjakan dan nggak paham dengan materinya, tapi dia nggak mau tanya di kelompok. Alhasil kan dia jadi nggak punya kerjaan. Kowah-kowoh kek tungu," kata Azha melalui chat WhatsApp saking kesalnya.
Azha juga mengatakan bahwa dia sering mendapat kelompok seperti itu. Solusi yang dia pilih, tidak ingin banyak bicara, kalau ada anggota yang nggak ikut berkontribusi, nama anggota tersebut tidak dicantumkan.
Sedangkan Salsa, teman saya yang berkuliah di kampus berbeda pula, UNISKA Kediri, ikut menduga. "Biasanya seseorang bisa menjadi beban dalam kelompok karena dia nggak senang sama kelompoknya dia. Dia nggak bisa akur sama yang lainnya, terus ada yang menyepelekan tugas sama merasa kalau dia bisa sendiri. Orang yang punya pemikiran beda sendiri dari yang lain, dia egois, jadi temennya males sama dia dan menganggap dia beban. Samaunya sendiri, nggak mau mendengarkan temennya yang lain," jelas Salsa secara panjang lebar, pada tanggal yang sama, melalui chat WhatsApp.
Ada lagi dari teman saya Aftor yang satu kampus dengan saya tetapi beda jurusan. Aftor mengaku hanya sekali dua kali dia menjumpai anggota kelompok yang seperti itu. Dia cuma bisa menasehati temannya tersebut, memberitahu untuk bantu-bantu sedikit kalau memang butuh nilai. Aftor juga menduga bahwa seseorang yang menjadi baban dalam kelompok cuman mau numpang nama saja.
"Faktornya mungkin males yah. Kayak kalau udah pegang hp terus main games atau scroll tiktok. Itu yang buat orang jadi betah males-malesan, sampai lupa kalau dia ta punya tanggung jawab dalam kelompok. Kadang ada yang setelah ditegur itu langsung sikap bantu walau hanya sedikit. Tapi, juga kadang ada yang tetap jadi beban dalam kelompok," terang aftor berusaha menduga-duga (17/9/2023) melalui chat WhatsApp.
Aftor juga sempat mengaku jika semua ucapannya tersebut pernah dia alami semua dan kadang dia sendiri pun juga pernah menjadi beban kelompok. Tapi, Aftor mengatakan jika dia masih punya kesadaran diri untuk ikut membantu walaupun harus dikasih tahu terlebih dahulu.
Jangan ngandelin temen waktu kerja kelompok, andelin diri sendiri, jangan manja! Ini penting banget. Kalau kalian nggak bisa ngandelin diri sendiri, saya yakin kalian nggak bakal kuat sampai tamat di perkuliahan. Minimal berani tampil di depan kelas waktu presentasi, berani tanya ke dosen soal materi yang kurang jelas, dan belajar yang rajin. Jadi, kalau semisal kalian dapet kelompok jembuk itu masih bisa mengendalikan keadaan supaya nggak malu-maluin amat gitu.
Baca Juga
-
Menari di Atas Tali Ekonomi Rumahan: Kisah Kreativitas dan Ketangguhan
-
Dari Uang Saku ke Anggaran! Gimana Perjalanan Kemandirian Finansial Gen Z?
-
Jurusan Impian vs Pasar Kerja: Pergulatan Hati di Kampus
-
Belajar di Balik Layar: 'Study with Me' sebagai Oase Produktivitas Gen Z
-
Bisikan Kegelapan! Mengapa Gen Z Terpikat Podcast Horor seperti Morbid?
Artikel Terkait
-
4 Hal yang Harus Dipersiapkan Anak Rantau sebelum Wisuda, Jangan Terlewat!
-
Riset: 45% Orang Indonesia Nekat Palsukan Data Skripsi demi Lulus Kuliah
-
Mahasiswa Aceh Usir Pengungsi Rohingya Disebut Xenofobia, Istilah Apa Itu?
-
Kenapa Pulau Sempu Tidak Boleh Dikunjungi? Mahasiswa IPB Ditemukan Tewas di Sini
-
PB SEMMI Sesalkan Aksi Mahasiswa Aceh Usir Paksa Rohingnya: Kedepankan Emosi, Bukan Keilmuan
Kolom
-
Di Balik Tren Quiet Quitting: Tanda Karyawan Lelah atau Perusahaan Gagal?
-
Tren "In This Economy": Gaya Hidup Minimalis Jadi Pilihan Anak Muda
-
Menyikapi 'Film Ozora - Penganiayaan Brutal Penguasa Jaksel'
-
Sirine Bahaya Krisis Iklim Berbunyi Keras: Saatnya Pendidikan Jadi Garda Terdepan!
-
Prioritas yang Salah: Ketika Baznas Pilih Beli Mobil Ketimbang Bantu Rakyat
Terkini
-
Review Buku The Principles of Power: Tentang Menjadi Berpengaruh Tanpa Harus Berkuasa
-
Match Recap Malaysia Masters 2025 Day 2: 7 Wakil Indonesia Raih Kemenangan
-
Battlefield Labs Hadir: Uji Coba Gameplay Baru untuk Masa Depan Battlefield
-
SHINee Rayakan 17 Tahun Debut Lewat Single 'Poet | Artist' Ciptaan Jonghyun
-
7 Rekomendasi Drama China Genre Romance yang Dibintangi Member THE9