Scroll untuk membaca artikel
Sekar Anindyah Lamase | raysa zahra
Ilustrasi mengantuk saat berkendara (freepik/pvproductions)

Belum lama ini media sosial dihebohkan dengan pemberitaan pilot dan kopilot Batik Air yang kedapatan tertidur selama 28 menit saat menerbangkan pesawat Airbus A320 dengan nomor penerbangan ID6723 dari Kendari ke Jakarta.

Ketika membahas insiden di mana pilot dan kopilot tertidur selama penerbangan, kita tidak bisa tidak mengaitkannya dengan bahaya mengantuk saat berkendara di jalan raya. Kedua situasi ini memiliki kesamaan yang mencolok yakni memiliki risiko yang bisa mengancam nyawa.

Insiden ini tentu menjadi sinyal untuk menyadarkan kita betapa pentingnya menjaga kewaspadaan dan kebugaran saat sedang mengemudi atau berkendara.

Mengemudi dalam keadaan mengantuk bisa sangat berbahaya, bukan hanya bagi diri kita sendiri, tetapi juga bagi orang lain yang menjadi penumpang ataupun pengguna jalan raya.

Rasa kantuk saat berkendara seringkali dianggap sepele, namun nyatanya, hal tersebut dapat membawa risiko serius bagi keselamatan di jalan raya.

Selain mengurangi kewaspadaan dan reaksi pengemudi, fenomena ini juga dapat menyebabkan apa yang disebut sebagai "microsleep" atau tidur kilat yang singkat namun tidak disadari.

Meskipun hanya berlangsung beberapa detik, microsleep bisa sangat berbahaya dan berpotensi menyebabkan kecelakaan fatal. Microsleep sendiri terjadi ketika otak secara tiba-tiba memasuki fase tidur ringan, bahkan ketika seseorang masih dalam keadaan terjaga.

Selama microsleep, pengemudi kehilangan kesadaran dan kemampuan untuk merespons situasi di jalan yang bisa diartikan bahwa mobil bisa bergerak beberapa ratus meter tanpa pengawasan.

Lalu, mengapa kita sering kali meremehkan risiko ini? Salah satunya adalah karena kurangnya pemahaman akan seriusnya dampak dari rasa kantuk saat berkendara.

Banyak dari kita cenderung mengabaikan tanda-tanda kantuk yang muncul, seperti mata yang terasa berat, kepala yang terkulai, atau perasaan mengantuk.

Alih-alih berhenti dan beristirahat, kita terus memaksakan diri untuk tetap terjaga, berpikir bahwa kita bisa meng-handle rasa kantuk tersebut atau berpikir "tidak perlu istirahat, sebentar lagi juga sampai".

Namun, keputusan untuk melanjutkan perjalanan dalam keadaan mengantuk tentu merupakan tindakan yang sangat berisiko. Rasa kantuk dapat mengurangi kewaspadaan, meningkatkan waktu reaksi, dan bahkan menyebabkan pengemudi tertidur di belakang kemudi.

Jadi, apa yang bisa kita lakukan untuk mengatasi masalah ini? Pertama-tama, kita harus memahami pentingnya tidur yang cukup dan kualitas tidur yang baik. Mendapatkan 7 hingga 8 jam tidur setiap malam adalah kunci untuk menjaga kewaspadaan dan fokus saat mengemudi.

Selain itu, mengambil istirahat singkat setiap dua jam saat melakukan perjalanan jauh bisa membantu menyegarkan pikiran dan mengurangi risiko mengantuk.

Selanjutnya, penting bagi kita untuk segera menyadari tanda-tanda kantuk yang muncul. Jika kamu merasa mengantuk saat berkendara, jangan ragu untuk berhenti sejenak di tempat istirahat atau bila memungkinkan, biarkan orang lain yang mengambil alih posisi pengemudi.

Terakhir, edukasi dan kesadaran masyarakat juga sangat penting dalam mengatasi masalah ini. Kampanye keselamatan berkendara yang menyuarakan pentingnya mengenali dan mengatasi kantuk saat berkendara dapat membantu mengubah perilaku dan pola pikir pengemudi.

Kesimpulannya, meskipun terlihat sepele, rasa kantuk saat berkendara adalah masalah serius yang mempengaruhi keselamatan kita dan orang lain di jalan raya. Jadikan ini sebagai reminder kita untuk mengambil tindakan yang tepat dan mengatasi masalah yang sering dianggap sepele oleh kebanyakan orang.

Prioritaskan keselamatan dirimu dan orang lain di jalan dengan memahami pentingnya istirahat dan kewaspadaan saat berkendara. Dengan begitu, kita dapat memastikan bahwa setiap perjalanan di jalan raya berakhir dengan selamat seperti yang diharapkan.

CEK BERITA DAN ARTIKEL LAINNYA DI GOOGLE NEWS

raysa zahra